Hadeuh

5 1 0
                                    

"Bang, aku takut," ucap Daniel yang sedang diam dipojokkan seperti watermark meme.

"Gapapa. Si Dante kaga bakal tau kalo kita cuma ambil dua biji," sahut Juni yang sedang  sibuk menggunting bumbu.

"Tapi bang---"

"Mau gak lo?" Juni menyodor-nyodorkan salah satu mangkuk yang ia pegang.

Daniel mengendus-ngendus lapar karena aroma menggoda iman yang telah menyebar.
"Mau!" serunya cepat.

"Yodah kuy, sambil nonton tv," ajak Juni dan menggiring Daniel ke ruang tv.

Mereka lalu makan bersama ditemani tayangan infotainment sembari mengobrol.

"Gue gak nyangka sama abang lo," ucap Juni yang sedang membuka toples kerupuk berwarna pink yang bertuliskan, 'milik Agie tersayang.'

"Sluuurrrppp..." Daniel menyeruput kuah dari mangkuknya. "Gak nyangka apa bang?" tanyanya.

"Ya... gue ngira abang lo pemuja setan, ternyata pemuja mie instan," cetus Juni dan mulai menyantap hidangan di depannya.

"Iya, aku juga baru tau kalo di dalem pintu yang abangku bilang isinya penelitian, justru isinya malah indumie," sahut Daniel yang tampak riang menyantap barang selundupan dari kamar kakaknya.

"Mungkin emang penelitian gak sih? Soalnya itu variasi rasanya lengkap beud. Varian yang langka aja ada. Kek indumie kaldu udang, soto banjar limau kuit, mie goreng vegan, empal gentong, mie kocok bandung. Rasanya pen gue colong semua," ungkap Juni yang hampir menghabiskan semangkuk mie miliknya.

"Kita ngambil dua aja udah deg-deg'an aku," sahut Daniel.

"Btw, lo pernah liat dia makan Nil? Kok gue gak pernah liat si Dante makan yak. Mulutnya keknya cuma berfungsi buat hina orang," tutur Juni seraya mengelap mulutnya dengan lengan seragam.

"Aku pernah liat sih. Tapi abangku makan cuma pas disuapin Agie, atau makan sisa punya Agie," ujar Daniel.

"Kalo makan normal? Kek sarapan, makan siang atau makan malem bareng keluarga gitu?" tanya Juni.

"Gak pernah."

"Terus buat apaan dia nyetok mie banyak gitu kalo dia sendiri gak pernah makan?" Juni mengernyitkan dahi.

"Cuma buat dikoleksi mungkin bang. Aku juga tadi gak liat ada alat masak di dalem sana," sahut Daniel.

"Apa dia diem-diem makan mentah yak, gara-gara gak bisa masaknya?" duga Juni.

"Abangku bisa masak kok. Walau gak dimakan sendiri. Biasanya masakin buat momma biar gak kena marah kalo abis buat masalah. Kalo gak gitu abangku bakal diancem dan dipaksa masuk militer biar jera," ungkap Daniel.

"Oh."

Ting...

Ponsel Daniel tiba-tiba berdenting. Ia memiliki 1 notifikasi chat.

Ting...

Ting...

Ting...

Ponsel Daniel terus berdenting. Puluhan notifikasi ia dapatkan sekaligus.

Ting...

Ting...

Ting...

"Berisik banget hp lo," keluh Juni.

"Iya nih, grup kelas lagi pada heboh," ujar Daniel, menatap layar ponselnya dengan serius.

"Heboh kenapa?" tanya Juni dan diam-diam ingin menyomot sedikit mie dalam mangkuk Daniel, karena miliknya sendiri sudah lebih dulu habis.

Daniel yang sadar pun memukul tangan Juni agar tak mengusik indumi miliknya.
"Ada siswi di sekolahku kepergok ngintipin cowok-cowok basket pas lagi di ruang ganti bang."

"Kurang kerjaan amat," ucap Juni sembari menyandarkan punggung. Matanya masih menatap lurus ke arah mangkuk Daniel. Ia masih merasa lapar.

"Iya tuh, huh," sahut Daniel dan duduk menjauh.

"Dia dapet hukuman gak?" tanya Juni berbasa-basi. Sementara otaknya sedang membuat rencana untuk merampas sesuap mie milik Daniel.

"Kayanya sih. Soalnya waktu hp-nya di periksa guru BK, ada banyak foto murid-murid cowok yang t3l4nj4ng dada di galerinya," jawab Daniel dan buru-buru menghabiskan mie miliknya.

"Parah banget. Cabe-cabean," ucap Juni dengan wajah masam. Ia gagal menjalankan rencananya.

"Hu'uh, ugh..." Daniel bersendawa kecil setelah menghabiskan mie miliknya. "Enggak takut bintitan apa ya dia si Bintang," ucapnya dan mengambil tisu untuk mengelap mulut.

"Hah? Lo tadi bilang apa?" tanya Juni terkejut.

"Bintitan," ucap Daniel.

"Bukan."

"Bintang?" tanya Daniel memastikan.

"Eh, lo sekolah dimana?" Juni tiba-tiba penasaran.

"Calvert Hall Junior High School," jawab Daniel.

"Heeeeeeh...
yang namanya Bintang di sekolah lo ada berapa?" tanya Juni mulai was-was.

"Cuma 1 bang. Temen-temenku rata-rata namanya pake nama luar," jawab Daniel. Ia lalu bangkit berdiri dan menuju kulkas untuk mengambil minum.

"Astagfirullah." Seketika Juni depresi dengan memendam wajahnya di atas bantal sofa.

Ya, bagaimana mungkin dia tidak sepeti itu, karena kedua adiknya masuk ruang BK di hari yang sama, meski permasalahan berbeda. Yang satu karena tindakan brutalnya, sedangkan yang satu lagi karena perilaku centilnya.

Sambal Sambala Sambal Lado... Terasa pedas... Terasa panas...

Sambal Sambala Sambal Lado... Mulut bergetar... Lidah bergoyang...

Ringtone ponsel Juni berbunyi, Juni pun berjoget sebelum mengeluarkan ponselnya dari saku.
"Heh~ ngapain nih bang Sony nelepon. Ganggu orang aja," keluh Juni.

"Daripada terganggu, kok abang lebih keliatan menikmati," celetuk Daniel, kemudian meneguk air dalam gelas yang dibawanya.

"Hilih."
Juni lalu mengangkat panggilan teleponnya.
"Wey kenapa nelepon bang?"

"Gue liat temen lo di RS," ucap Sony dari sebrang telepon.
"Badannya berdarah-darah, kaya kehujanan pecahan kaca," lanjutnya.

"Siapa?" tanya Juni mengangkat satu alis.

"Gue lupa namanya siapa. Anaknya tinggi, ganteng, kulit kecoklatan," ungkap Sony mendeskripsikan.

"Lebih spesifik bang," ujar Juni.

"Auranya kaya setan," cetus Sony.

"Oh si Dante."

"Abangku kenapa bang?" tanya Daniel.

"Abang lo masuk rumah sakit. Badannya katanya berdarah-darah kaya kehujanan kaca," terang Juni.

"HAH!" seru Daniel terkejut.

Juni delay.
"Eh?"
Ia lalu ikut terkejut." Heeeeeeeh..."

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang