Perdebatan

10 1 0
                                    

Valen berjalan kembali ke arah Rey, memberi tatapan mengerikan dengan rambut yang dibiarkan acak-acakan terbang terkena angin.

"Apa? Ingin lagi?" tanya Rey dengan ekspresi usil.

"Gue kembali untuk membawa bayi disebelah lo. Kakaknya sedang mengamuk di lantai atas," ujar Valen datar, kemudian menggendong Agie yang masih tertidur di atas bantal dan bergegas pergi tanpa kata.

***

Wajah Lita mulai membiru, manakala kedua tangan Dante melingkari lehernya.

Ketika Lita berusaha mati-matian menghirup udara, Dante tersenyum, memamerkan gigi depannya yang indah.
"Sangat cantik. Raut wajahmu seperti pemandangan laut."

Namun, pujian itu tak membuat Lita senang.
Ia mencakar-cakar lengan Dante dan menendang semampu yang ia bisa, ia tak akan membiarkan dirinya mati sebelum semua obsesinya terpenuhi.

"Hei, pria tampan minus akhlak," ujar Valen yang baru saja datang menghampiri.
"Ini yang lo cari kan?" sambungnya, mengeluarkan Agie yang terlelap dalam kain gendongan dan menjulurkannya ke depan seperti sedang mengangkat boneka.

"Jadi lo yang membawanya sejak tadi?" tanya Dante kesal seraya mengeratkan genggamannya, membuat Lita mengerang dan sedikit mengejang.

"Gue menemukannya. Semestinya lo berterima kasih," ujar Valen, ia kemudian melirik ke arah Juni yang tengah terikat menyatu bersama Hansel, saling memunggungi, dengan mulut tersumpal kain dalam kondisi tidur.

"Ah ya, terima kasih,"  ucap Dante dengan sikap angkuh dan berekspresi marah.

"Lo gak ingin memeluk adik lo ini untuk melepaskan kerinduan?" tanya Valen, tangannya sudah terasa pegal.

"Itu bisa nanti. Gue masih punya urusan di sini," jawab Dante, menunggu Lita meregang nyawa di tangannya.

"Haruskah gue bangunkan adik menggemaskan lo ini sekarang?" ucap Valen menyunggingkan senyum tipis.

Dante diam menatap Valen. Iris matanya berubah merah.

"Bagaimana? Haruskah gue bangunkan? Agar adik menggemaskan lo ini bisa melihat sendiri aktivitas macam apa yang sedang dilakukan kakak tersayangnya?" ancam Valen, tanpa sedikit keraguan atau rasa takut.

Dante pun melepaskan cekikannya pada Lita. Lalu membalikkan tubuh Lita dengan posisi tengkurap dan menahan tangannya di belakang punggung, kemudian mengikatnya dengan tali sisa.

Lita terbatuk kencang sembari menahan nyeri pada dagunya yang terbentur ubin, karena sikap kasar Dante yang tak segan-segan meski Lita seorang perempuan.

"Lalu apa sekarang? Dia harus diapakan?" tanya Dante. Sorot matanya masih terlihat marah.

"Biar Pihak Berwajib yang menangani," jawab Valen.

Dante berdecih sinis dan berdiri tegap.
"Lo mempercayai mereka? Menurut lo... keluarga kaya rayanya akan membiarkan dia di penjara?
Dan... meskipun ia mungkin berhasil di penjara, penjara yang dia huni akan lebih bagus dari kamar tidur lo. Layaknya kamar hotel ber-AC dengan segala fasilitasnya. Lo menginginkan itu?"

"Lo lihat dia?" Valen melirik Hansel yang terduduk lesu.
"Dia juga menjadi korban.
Menurut gue, sebagai korban dia gak akan membiarkan penjahat yang melakukan hal ini padanya pergi begitu saja. Bukannya dia lebih kaya raya dibanding si pelaku, dan bahkan dibanding lo sendiri?" sambungnya, sengaja merendahkan Dante.

"Tapi, tidakkah lo kasihan pada korban lain yang telah tiada di tangan perempuan ini jika tetap membiarkannya hidup?
HAM akan melindunginya agar tidak di hukum mati, tidak peduli kejahatannya sendiri telah melanggar HAM.
Yah, bagaimanapun dia masih di bawah umur di mata hukum, hukumannya sudah pasti akan sangat diringankan," ujar Dante menahan intonasi.

"Jadi lo merasa punya hak untuk bunuh perempuan itu?" tanya Valen tak memberi ekspresi.

"Gue gak mengatakan gue punya hak. Tapi, membunuh perempuan ini seperti tugas yang harus gue kerjakan. Karena kriminal seperti dia sudah semestinya lenyap, agar korban-korbannya bisa segera beristirahat dalam damai," ujar Dante terlihat berkarisma.

Valen tertawa kecil.
"Lo bicara seperti lo sedang menegakkan keadilan sosial."
Ia kemudian melangkah lebih dekat menghampiri Dante dan menautkan pandangan.
"Jujur saja, lo hanya emosi karena perempuan itu mencuri ciuman lo, kan? Lalu sekarang lo hanya mencari alasan lain untuk membenarkan tindakan kriminal lo sendiri," balas Valen sedikit berbisik.

Dante diam tak menyahut. Dalam pikirannya ia harus mewaspadai gadis di hadapannya ini. Karena Valen seakan bisa membaca pikirannya dan membuatnya wajib dimusuhi.

"Ciuman gue pun baru saja dicuri oleh seseorang karena ulah hantu gentayangan. Hantu itu yang sejak tadi mengajak adik lo jalan-jalan," lanjut Valen seraya menyerahkan Agie dan melepaskan selendang yang ada di bahunya, kemudian mengalungkannya pada Dante.

"Jika lo memang ingin para korban benar-benar beristirahat dalam damai, serahkan si pelaku pada pihak berwajib agar dia bisa mendapat hukuman yang semestinya dan biarkan dia mati secara alami dalam kurungan, tanpa harus mengotori tangan lo sendiri," sambungnya, membantu menyampirkan kain selendang pada Dante dan mengikatnya.

Seusai itu Valen beranjak pergi.
Dan tak lama, sirine Polisi pun terdengar dari kejauhan.

Cepat-cepat Dante melepaskan ikatan kawannya Juni dan menyeretnya memasuki lift untuk kembali ke kamar mereka, sembari membawa adiknya yang sudah ada dalam kain gendongan.

Bersambung....

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang