Hukuman

5 1 0
                                    

"Sowwy," celoteh Agie mengeluarkan sisi imut.

"Bukan kamu yang harusnya minta maaf," ujar Satya. Ia tak jadi meledakkan bom pada Agie di kebun binatang. Karena leader-nya marah dan bom rompinya disita.
Sebagai gantinya ia pergi ke penampungan mobil rongsok dan mengikat Agie di salah satu mobil yang akan dilumat dengan mesin.

"Diam di situ. Jangan menangis," titah Satya.
Ia lalu bicara pada temannya untuk menunggui Agie, dan meminta menyalakan mesinnya jika dalam satu jam ia tak kembali.
Sementara ia akan menemui kakak dari bayi itu di sebuah tempat pribadi, yaitu markas mereka yang asli.

Bergegas ia pun pergi ke sana mengunakan sepeda motornya, melewati jalan tikus dan memasuki area terpencil dan berhenti di sebuah kawasan dengan pohon rindang, jauh dari pemukiman.

Setibanya di sana, ia memarkirkan motornya di dekat salah satu pohon besar dan melanjutkan dengan berjalan kaki.

Namun, saat ia menerobos kabut tebal dan melewati rimbunan pohon nipah, ia dikejutkan dengan sesuatu yang ada di depannya.

"A-apa... apa yang terjadi?" Suara Satya bergetar dengan ekspresi depresi, ketika melihat puluhan tubuh mengapung di tengah-tengah danau, di depan pondok yang merupakan markasnya.

Ia lalu merasakan seseorang menepuk pundaknya.
Ketika ia menoleh, sebuah batang kayu langsung menghantam wajahnya.

***

10 menit telah berlalu dan Satya akhirnya terbangun.
Ya, terbangun setelah seseorang menyiramkan air tepat pada wajahnya.

Satya batuk sebentar, lalu menelaah situasi.

Dia menyadari bahwa dirinya sedang berlutut dengan kedua tangan terikat ke atas, di sebuah gudang tua yang cukup gelap.
Cahaya hanya berasal dari tong berisi kayu yang dibakar di depannya.

Terdapat lima orang juga di hadapannya.
Tiga orang dengan pakaian serba hitam dan memiliki simbol aneh di wajah mereka.
Kemudian dua orang lain adalah dua pelajar yang masih mengenakan blazer seragam sekolah berwarna cream kombinasi coklat. Hanya mereka berdua yang duduk di kursi.

Seorang gadis cantik, berambut indah dengan gaun yang begitu elegan memberi senyum, dan dengan lembut mengusap darah yang mengalir dari pelipis Satya dengan sapu tangan.
"Kamu salah mencari gara-gara dengan Mych," bisiknya dengan suara menggoda.

Satya tak terpengaruh.
Kebencian pada tatapan matanya sangat kuat, melebihi perasaan takutnya.
Ia tak peduli apapun yang akan terjadi padanya setelah ini.

"Bisa lo beritahu... dimana adik bayi gue?" tanya Dante dengan sorot mata tajam dan wajah penuh amarah.

Satya tak menjawab. Ia mengunci mulutnya dan terus memberi tatapan benci.

Merasa terlalu lama, Dante melayangkan pandangan pada seorang pria berambut cepak yang berdiri di sampingnya.

Pria itu pun langsung tau apa yang harus ia lakukan. Ia lalu mendekati Satya dengan pisau terhunus di tangan.
"Mych membenci matamu," ujarnya seraya menusukkan pisau miliknya ke dalam rongga mata kiri milik Satya.

Satya berteriak, memekik kesakitan, darah mengucur keluar menulusuri pipinya.

"Ewwh..." Hansel nampak jijik dan merasa ngilu melihat pemandangan itu.

Namun, pria itu masih belum selesai. Ia menarik pisaunya keluar dan berniat menusuk mata Satya yang satunya lagi.

"No, Snap," ucap Dante, mencegah.

Pria yang telah diketahui bernama Snap itu mengangguk mengerti dan berjalan kembali ke tempatnya.

"Gue harap lo menjawab pertanyaan gue kali ini sebelum mata lo yang lain pergi," ucap Dante dengan nada ancaman.

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang