Ancaman

6 1 0
                                    

Dalam ruangan dimana Hans dihantui lagi oleh trauma masa lalunya, Virgo berada di sana, menjadi saksi atas peristiwa yang begitu memilukan.

"Ayah, hentikan. I am sorry. I promise never again," mohon Hans dengan tubuh gemetaran. Ia bersimpuh di bawah kaki sang ayah, menatap wajah tuanya yang bergurat keriput sembari memegangi tongkat jalan si ayah, menahan agar tongkat itu tak membuat jejak di beberapa bagian tubuhnya lagi.

Sang ayah menghela napas, mencoba menahan diri. Meski sudah memukuli putra tunggalnya itu berkali-kali, namun ia merasa kemarahannya belum mereda sama sekali.
"Mari kita anggap semuanya tidak pernah terjadi. Mari kita anggap satu sama lain sebagai orang asing sekarang," ujarnya, sangat nampak jelas di wajahnya bahwa ia sama sekali tidak menganggap Hansel sebagai keluarga.

"Apa maksudnya, ayah?" tanya Hans, dengan keadaan masih berlutut.

"Jangan salahkan aku sebagai seorang tanpa belas kasihan. Ini ulahmu sendiri," lanjut si ayah.
Dan setelah mengatakan itu semua, ia pun pergi bersama ajudannya dengan diantar oleh Kepala sekolah keluar ruangan.

Hans merasa dirinya telah dibuang. Meski sebenarnya ia tau bahwa dimata ayahnya ia memang tak berarti apa-apa sejak ia kecil dan ia takkan pernah cukup baik untuk ayahnya seberapapun ia berusaha keras, karena sang ayah hanya selalu melihat sisi buruknya, namun ia tak mengira bahwa dia akan dibuang hanya karena kenakalannya yang biasa itu.

Virgo lalu berjalan menghampiri Hans. Ia mendehem kemudian menjulurkan tangan, berniat membantu Hans untuk bangkit.

"Menikmati pertunjukannya?" tanya Hans kesal, karena Virgo hanya diam menonton saat ia dipukuli.

Virgo tiba-tiba menarik kembali uluran tangannya saat Hans akan meraihnya, membuat Hans mengumpatinya.
"You son of bit**!"

"I will show no mercy. Because if I did, it would be unfair to your victims. (Aku tidak akan berbelas kasihan. Karena jika kulakukan, itu akan tidak adil untuk korbanmu)," ujar Virgo, menatap Hans dengan mata yang sama namun dengan ekspresi yang berbeda.

"Gue lebih suka saat lo tidak bicara," cibir Hans seraya bangkit sendiri, kemudian mendudukkan diri di kursi Kepala Sekolah dan dengan santai mengotak-ngatik komputer yang berada di sana.

"Bisa tidak kamu ini dewasa sedikit?
Tidak terhitung berapa kali ayahmu menamparmu, mengapa kamu tidak jera?" ujar Virgo seraya mematikan komputer yang tanpa ijin Hans mainkan.

"Lo yang terlahir sempurna tidak mungkin paham dengan derita gue yang terlahir dengan kekurangan," ucap Hans menggertakkan gigi.

"Gue dipukul karena nilai gue buruk. Diabaikan karena tidak pandai belajar. Dikurung karena membuat masalah. Padahal gue anaknya! Tapi dia memperlakukan gue seperti tidak ada. Gue hanya ingin perhatiannya!" sambung Hans.

"Menyentuh sekali. Kamulah orang lemah yang paling kubenci. Yang secara keliru mengira dirimu kuat dengan menindas orang lain," sindir Virgo.
"Aku tidak masalah dengan yang kamu lakukan. Tapi jika itu mengusik jabatanku, aku tidak akan diam. Aku tidak akan membiarkan pecundang sepertimu membuatku lengser sebelum aku lulus dari sekolah ini," lanjutnya. Ia secara sadar
menunjukkan sifat aslinya.
Padahal ia sebagai Presiden Sekolah seringkali diasumsikan memiliki tempramen yang lembut dan imej yang begitu welas asih. Namun tidak selalu ia menggunakan topeng itu, terutama di depan Hans. Karena memang secara rasional kepribadiannya yang asli sangatlah menyebalkan.

"Itu pidato menarik lainnya dari seorang Presiden sekolah. Pidato yang membuat gue ingin mengutuk lo hingga mati," ujar Hans dan secara tiba-tiba melayangkan pukulannya pada Virgo, hingga pemuda berlesung pipit itu terperosok ke lantai.

"Ini tidak akan berakhir baik bagimu," ucap Virgo dengan sorot mata marah.

"Oh ya? Gue ketakutan," ucap Hans meremehkan.

"Hari ini kamu mungkin masih merasa berada di puncak yang paling tinggi, tapi esok hari kamu akan berada di lubang paling dalam. Aku pastikan semua murid akan mulai memusuhimu. Bahkan bayanganmu akan menjauh," ancam Virgo seraya bangkit berdiri.

"Gue pun bisa lakukan itu. Membuat semua murid memusuhi lo." Hans memberi ancaman balik dan bangkit dari duduknya. Mereka pun kini saling berhadapan dan saling melempar sorot mata kebencian.

"Tidak ada alasan aku untuk dimusuhi," ujar Virgo, begitu percaya diri. Membuat Hans tergelak dalam tawa.
"Hahahaha..."

"Apa yang lucu?" tanya Virgo.

"Lo memang terlihat sempurna. Dari ujung kaki sampai kepala. Tanpa ada celah," ujar Hans berjalan mengelilingi Virgo dengan senyum tengil terpancar.
"Tapi lo tetap manusia yang punya sisi jahat. Dan lo lebih jahat dibandingkan gue," lanjutnya.

"Memangnya perbuatan jahat apa yang pernah aku perbuat?"

"Aw man. Lo tidak tau? Membiarkan penindasan itu lebih jahat dari penindas. Korban-korban gue pasti dan tentunya lebih membenci lo daripada gue yang memukuli mereka, orang yang hanya menyaksikan tanpa berbuat apa-apa.
Mereka terus menunggu untuk diselamatkan tapi lo abaikan. Lo baru sembuh dari tuli dan buta saat ada yang mengancam jabatan lo. Benar-benar ironi," tutur Hans. Ia hampir membuat Virgo hilang kendali dan memukulnya dengan kursi.

Hans kembali tergelak.
"Hahahaha... lo tidak akan berani," ujarnya.

Virgo pun menaruh kursi yang ia angkat kembali ke tempatnya. Ia mencoba mengontrol dirinya, karena bagaimanapun Hans masih lah putra dari pemilik sekolah.

"Tebak apa?" tanya Hans tiba-tiba.

"Apa?" sahut Virgo dengan wajah ditekuk.

"Gue punya rekan yang kuat untuk hancurkan lo," ujar Hans menyeringai lebar.

"Siapa?" tanya Virgo, meragukan hal itu.

Namun Hans tak menjawab. Ia malah berlalu pergi dengan berjalan mundur sambil memasang ekspresi memuakkan.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang