Run Away

9 2 5
                                    

Valen berguling pelan dan membaringkan diri di atas tubuh Andy. Ia lalu mengamati kembali wajah pemuda itu beberapa saat.

"Dia benar-benar mengagumkan," gumamnya.

Pandangan Valen kemudian teralih pada sebuah buku di atas meja belajar milik kekasih rahasianya itu yang sebenarnya sudah bukan rahasia lagi.

Meski Valen sudah tau apa isi buku tersebut melalui kekuatan cenayangnya, meski begitu ia masih penasaran.

Ia lalu bangkit untuk meraih buku itu dan membukanya.

Jika dilihat buku bersampul cokelat kemerahan itu hanya seperti album foto biasa, namun tidak akan ada yang menyangka bahwa semua orang yang terpotret di dalam album tersebut adalah bagian dari koleksi korban yang telah Denta habisi.

Andy sepertinya mengutip dan menyimpan album foto itu ketika para anggota sekte sesat yang ia ikuti, membunuh Denta dan meninggalkannya tergeletak begitu saja di hutan itu, di hari itu.

Korban pertama di halaman pertama album itu adalah Kansa. Dia adalah gadis kecil berusia 9 tahun dengan senyum yang manis, meski giginya tak ada satu di bagian depan.

"Jika dia masih hidup, dia akan menjadi aktris populer," gumam Valen.

Namun sayangnya masa depan yang hebat untuk anak itu tidak akan pernah dialaminya, mengingat keadaan terakhir tubuh gadis yatim piatu itu yang hancur berantakan karena ulah Denta.

Valen kemudian membalik halaman selanjutnya.

Terdapat sebuah foto anak laki-laki bernama Jeremy yang seharusnya hari dimana Denta menghabisinya adalah hari dimana ia diadopsi.
Keadaan terakhir anak itu pun sama mengenaskannya dengan Kansa. Seluruh isi perutnya berhamburan keluar, tengkorak kepalanya hancur dan seluruh tubuhnya terbakar hangus.

Valen kemudian membalik halaman-halaman lain, mengamati setiap anak yang terfoto di sana seraya mendo'akan mereka agar berada di tempat yang lebih baik.

Ia lalu terpaku ketika melihat halaman yang memuat foto seorang anak bernama Nara.

Gadis mungil yang cantik dengan rambut gelap yang indah itu telah dibunuh oleh Denta tanpa ampun dan seperti korbannya yang lain, Denta menyimpan foto Nara yang sedang berpose menggemaskan sebagai sebuah tropi kemenangan.

Setelah puas melihat-lihat, Valen menaruh kembali album itu dan bergegas berpakaian.

Meski tubuhnya agak sedikit sakit karena malam yang romantis bersama kekasihnya yang manis, ia merasa masih perlu untuk pergi ke sekolah.

Tanpa menunggu Andy bangun, Valen pun beranjak pergi dan menaiki Taxi untuk pulang ke rumahnya, untuk mengganti baju.

***

Sesampainya di rumah, seperti dugaannya, Valen langsung disambut oleh omelan sang ayah.

"Kenapa baru pulang?" tanya sang ayah menatap lurus pada pintu yang baru saja terbuka dan mendapati anak gadisnya yang semalam tak pulang ke rumah.

Tanpa menjawab sepatah katapun Valen berjalan melewati sang ayah dan memasuki kamarnya.

"Valencia!" sang ayah meninggikan nada suara dan mengikuti putri bungsunya itu ke kamar.

Valen berdiri diam menatap sang ayah. "Apa?" sahutnya, dengan nada lambat yang disengaja.

"Siapa yang mengajarimu bersikap seperti ini, hah? Bibimu?" ucap si ayah, berteriak lantang dengan kemarahan yang menggebu.

"Sikap apa yang papa maksud?" Nada sinis terselip dari suara Valen yang serak.

"Kamu ini, selama ini papa sudah cukup sabar menghadapi kamu. Kamu mau apa, papa penuhi. Kamu mau beli apa, papa belikan. Kamu berulang kali pindah sekolah karena tidak betah pun, papa sanggupi. Apa ada selama ini permintaan kamu yang tidak papa turuti? Kenapa kamu jadi pembangkang sekarang? Semalaman tidak pulang, tanpa kasih kabar. Mau jadi apa kamu?" Sang ayah menunjukkan kemarahan yang dipadu dengan kesedihan.

"Oh?" sahut Valen dengan tatapan malas.

"Ini pasti karena kamu punya pacar. Ini pasti hasutan pacarmu, yang membuat kamu jadi salah pergaulan begini!" Tuduh si ayah.

Valen kemudian melawan.
"Lihat kelakuan papa lebih dulu. Papa pun sama. Aku gak pulang semalaman, papa juga. Aku pacaran, papa bagaimana? Setiap hari papa ganti-ganti pacar!"

Hampir habis kesabaran, sang ayah pun mengangkat tangannya seakan mau menampar putri dihadapannya yang kurang ajar itu. Namun ia mengurungkan niat untuk menyakiti putrinya tersebut karena masih ada rasa sayang yang tersisa dihatinya untuk putrinya meski putrinya itu tak menyadarinya.

"Pergi! Urus dirimu sendiri! Jadilah gelandangan di luar sana, papa sudah tidak peduli!"
Kaki sang ayah pun melangkah keluar dari kamar dengan interior gotik yang terkesan supranatural itu. Ia sama sekali tidak menyadari kekagetan yang diperlihatkan putri bungsunya karena tak menyangka akan diusir dengan nada cukup kasar.

Dan setelah mendengar kalimat menyakitkan itu, Valen pun mulai mengemasi pakaian ke dalam tas hitam besar dan memutuskan untuk benar-benar pergi dari rumah.

Ia sudah tak peduli dengan apapun lagi. Ia pun tak merasa perlu untuk berpamitan pada bibi dan kakak perempuannya yang pagi itu sudah pergi bekerja atau pergi kuliah.
Valen sudah merasa cukup patah hati. Ia tak bisa berharap lagi untuk menemukan kebahagiaan di dalam rumahnya ini.

Dengan uang yang masih tersisa, Valen pun pergi dengan kembali menaiki Taxi, pergi ke tujuan yang tak pasti.

Dan meski Valen terlihat tenang, gadis remaja yang baru saja diusir oleh ayahnya itu tentu tak bisa menahan air mata yang sudah mengenang di pelupuk mata.

Ia menundukkan kepala, mulai mengingat momen dan peristiwa-peristiwa indah bersama sang ayah, kakaknya Valeska dan juga mendiang ibunya.

Valen lalu menarik napas panjang.
"Mama," gumamnya dengan beribu emosi yang sedang ia rasakan. "Harusnya mama hidup bersama kami lebih lama lagi." Dan air matanya menetes lagi.

Ketika masih disibukan dengan lamunannya sendiri, Valen tiba-tiba terhentak kaget dari kursinya manakala sang supir Taxi menginjak rem secara mendadak.

Sang supir pun terburu-buru turun dari mobil dengan ekspresi panik di wajah tuanya.
Valen kemudian ikut turun untuk memastikan apa yang membuat sang supir bersikap begitu.

Saat ia melangkah keluar dari mobil, di sana, di depan mobil Taxi yang ia tumpangi, Valen mendapati seorang pemuda yang sedang terbaring di tengah jalan dengan tubuh yang sudah dipenuhi luka bekas penganiayaan.

Dan meski wajahnya lebam dan mulutnya penuh darah, Valen masih bisa mengenali pemuda yang tak lain adalah Virgo, kakak seniornya itu.

Dengan kondisi yang lemas dan memar, sejak tadi Virgo berusaha meminta pertolongan pada pengendara yang lewat.

Pemuda angkuh itu sepertinya telah melalui malam yang buruk dengan rencana sempurnanya yang gagal.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang