Dalam Kelas

17 2 0
                                    

Juni sesekali menengok ke belakang untuk memperhatikan murid baru yang duduk menyendiri di sudut karena teman sebangkunya belum juga kembali.

Ketika mata mereka tak sengaja bertemu, Juni spontan melambaikan tangan sembari memamerkan giginya yang berjajar rapih.
Namun Valencia justru membalas dengan senyum sinis, karena menurutnya hanya senyuman itulah yang pantas didapatkan Juni.

Dan meski Valencia belum terlalu mengenal Juni... tentu karena ini pertama kalinya mereka bertemu, namun dari gerak-gerik yang diberikan pria penggemar telur gulung itu, Valencia sudah tau kalau Juni adalah orang yang tidak bisa diam. Dan jika 1 menit saja memungkinkan Juni untuk diam, bisa jadi Juni sedang mati suri.

"Entah mengapa ada karakter yang seperti itu," batin Valencia.

Tuk...

Sebatang kapur melesat mengenai ubun-ubun Juni.

Juni pun kembali bertingkah seperti murid teladan dengan melipat tangan di meja dan fokus menghadap ke depan, setelah mendapat teguran ringan dari wali kelas cantiknya itu.

Kini Juni pun berusaha untuk bersikap setenang kuburan dan tak berani menoleh ke belakang lagi, karena ia tak ingin dihukum berdiri di luar kelas seperti kemarin dan menjadi bahan ejekan ke-dua adik perempuannya kembali.

***

Tepat pukul 10, bel istirahat pun berbunyi.

Juni yang geram karena cilok titipannya belum juga datang pun langsung melesat keluar dengan kecepatan kilat, meninggalkan William yang sebelumnya sudah mengajaknya untuk pergi ke kantin bersama.

Di sisi lain, para siswi sedang mengerubungi Valencia dan mereka mulai bertanya seperti mewawancarainya untuk melepaskan rasa penasaran mereka.

Feby yang merasa kasihan melihat Valencia merasa tak nyaman karena ulah teman-teman sekelasnya itu pun berinisiatif mengusir mereka.

Mereka pun menurut dan pergi begitu saja, karena tak ingin hal sesepele ini menjadi pemicu awal perdebatan dengan Feby yang dikenal sangat keras kepala.

"Thank," ucap Valencia.

Feby membalas dengan senyum seraya duduk menemani Valencia.

"Lo mau ke kantin?" ajak Feby dengan ramah tanpa membahas tentang mengapa Valencia lebih memilih duduk bersama Dante dibandingkan duduk bersamanya seperti perintah Bu Agatha.

Namun Valencia menolak ajakannya dengan menggelengkan kepala pelan.

"Oh oke. Mh... By the way kalau gue boleh tau, kenapa lo pindah ke sini?" tanya Feby mencoba menghilangkan suasana canggung di antara mereka berdua.

"Bu Agatha... bibi gue," ungkap Valencia.

"Oh, jadi lo pindah karena bibi lo ngajar di sini?" tanya Feby menegaskan.

Valencia menggeleng.
"Sebenarnya ini sekolah gue yang ke-6."

Feby mengerutkan dahi.
"Kenapa lo pindah-pindah sekolah? Lo tipe orang yang susah betah?"

"Mereka yang gak betah karena ada gue," jawab Valencia berekspresi sedih.

"Maksud lo?" Feby tak mengerti.

Valencia menggigit bibir bawahnya sebelum menjelaskan.
"Di sekolah gue yang sebelum-sebelumnya, kehadiran gue gak disukai."

"Kenapa?" tanya Feby.

"Karena gue berbeda. Orang-orang takut pada sesuatu... yang berbeda. Mereka takut dan mulai membencinya. Walaupun itu tidak menyakiti mereka," tutur Valencia mengeraskan rahang.

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang