Taman Rahasia

3 1 0
                                    

"Kakak, aku mau main ayunan," ucap gadis kecil itu, dan langsung berlari kecil menghampiri deretan ayunan tua yang tak jauh dari sana.

Dante mengikuti dari belakang, lalu membantu si gadis kecil untuk duduk di atas ayunan, kemudian mendorongnya.
Senyum lebar pun langsung menghiasi wajah gadis kecil itu.

"Lihat betapa bahagianya dia di sini," ucap Valen yang entah bagaimana muncul begitu saja di samping Dante.

Valen lalu menunjuk ke arah anak-anak lain yang sedang bermain dan berlarian di taman itu. "Mereka semua bahagia di sini. Di taman rahasia ini," tambahnya.

Dante terdiam dan berhenti mendorong ayunan. Tubuhnya terasa lumpuh.
"Apa dia akan tinggal di sini selamanya?" tanyanya, terdengar hampa.

"Ada yang menjaga mereka. Sampai mereka siap melanjutkan perjalanan," jawab Valen.

Gadis kecil itu lalu turun dari ayunan dan berlari ke arah seluncuran yang nampak sudah berkarat.
Dante masih memperhatikan, dan dia senang melihat gadis kecil itu tertawa riang saat menaiki tangga.

"Lo harus relakan dia. Lo harus berhenti serakah," nasehati Valen.

"Haruskah?" tanya Dante dan dijawab anggukan meyakinkan oleh Valen.

Gadis kecil itu berlari kembali menghampiri Dante, setelah selesai meluncurkan tubuhnya di papan seluncuran.

Ia menarik-narik ujung jas seragam Dante dan berkata. "Kakak... aku liat perahu kano di sungai sebelah sana. Aku mau ke sana. Apa boleh?" tanyanya. Telunjuk kecilnya menunjuk-nunjuk ke arah kabut tebal di sisi lain taman. Terlihat seorang dengan jubah bertudung warna hitam sedang menunggu di sana.

Dante menunduk menatap gadis kecil itu dan  membelai rambutnya dengan lembut.
Tepat di atas dahinya, Dante melihat sebuah luka terbuka yang nampak dalam dan sudah mengering, akibat terjatuh dari atas tebing.

Kini Dante menyadari, sudah waktunya dia benar-benar membiarkan adik kecilnya pergi.

"Tentu boleh. Bersenang-senanglah di sana!" ucap Dante, mengukir senyum.

Gadis kecil itu memeluk Dante untuk terakhir kali dan mulai berlari menembus tirai kabut tebal di sebrang bersama yang lain.

Beberapa saat kemudian, mereka pun lenyap.
Taman bermain dengan deretan ayunan, serta sarana permainan yang lain pun perlahan menghilang. Hanya menyisakan rerumputan dan dedaunan kering yang bertebaran.

Valen menganggukkan kepala mengisyaratkan bahwa mereka berdua pun sudah harus pergi. Dante membalas anggukan itu penuh terima kasih.

Valen kemudian menggandeng tangan Dante dan dalam sekejap mereka berdua sudah berada dalam kantin.

***

Benni sedang bersantai di bangku depan kelas. Sesekali ia menghirup ingusnya yang selalu berusaha meluncur turun. Kala itulah ia melihat Juni dengan pacar barunya lewat sembari bermesraan di depan matanya.

Benni pun berceletuk. "Lagi pacaran apa ketempelan, heh. Nempel amat kaya nasi yang gak sengaja ke injek kaki." cairan ingus pun keluar seiring dia bersuara.

Juni nampak tak menanggapi. Ia masih menikmati pucuk rambut belakangnya yang terus dielus-elus.

"Satu ditambah satu, sama dengan @$u," senandung Benni, setengah berteriak pada Juni yang terus berjalan menjauh.

"Kasian. Jomblo iri," ucap Syabil yang kebetulan lewat seraya menyodorkan sapu tangan.

"Lo satu kaum sama gue ya bang. Jadi diem!" balas Benni dan mengambil sapu tangan itu untuk mengelap ingusnya.

"Gue jomblo karena pilihan. Lo jomblo karena gak laku. Jangan sama-samain," sahut Syabil.

"Siappp bang jago!" seru Benni, kemudian mengembalikan sapu tangan Syabil.

Namun Syabil menolak sapu tangannya kembali dan menyuruh Benni untuk membuangnya saja. Benni pun menuruti dan melemparkan sapu tangan itu dengan asal.

"Eh, kantin yuk," ajak Syabil.

"Lah, udah bel masuk malah baru ke kantin." Benni heran. "Ya udah hayuk. Emang paling enak jam segini ngemilin bakwan." Ia pun lekas berdiri dari duduknya.

Syabil mengerutkan kening. "Emang kantin jual bakwan?"

"Kaga tau. Emang kaga jual? Gue sejak sekolah di sini belum pernah masuk kantin," jawab Benni sembari menggaruk-garuk bagian perut.

"Biar lo gak kecewa, gue kasih tau sekarang
Di sana gak ada yang jual bakwan," ucap Syabil sembari merangkul bahu Benni.

"Terus jual apa?" tanya Benni penasaran.

Syabil pun berbisik di telinga Benni. "Jual tiket konser BTS."

"Wanjir..." Benni terhentak kaget. "Kantin apaan nih sekolah. Emang tiket konser bisa dimakan?" tanyanya tak habis pikir.

"Tenang aja. kalo beli tiket konser itu bakal dapet voucher nasi padang," jelas Syabil.

"Ya udah deh. Lagian gue laper," sahut Benni pasrah.

Mereka berdua pun melenggang santai ke kantin dan di sana mereka melihat Dante bersama Valen sedang berduaan di antara kursi-kursi yang kosong.

Wangi aroma masakan mengambang di udara, membuat Benni tergiur dengan hidangan yang tertata di atas meja, di hadapan kedua kakak kelasnya yang ia kira sedang berpacaran itu.

"Lo harus makan, supaya mampu tersenyum," ujar Valen menyodorkan sesuap nasi dengan irisan daging di atas sendok.

Dante menghela napas dan dengan malas, ia akhirnya mau membuka mulutnya.

"Gak di sana, gak di sini, gak dimana-mana, ada aja orang uwu-uwuan," keluh Benni, berdecak kesal.

"Samperin yuk," ajak Syabil, yang sudah lebih dulu berjalan menghampiri mereka dan langsung menaruh bokongnya di kursi besi, berhadapan dengan Valen dan Dante.

Benni mau tak mau pun mengekori dan ikut duduk meski belum mendapat ijin dari dua sejoli itu.
Yah, kebetulan mengganggu orang pacaran memanglah hobinya.

Bersambung...

Devil's Squad (School Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang