This is my first story. So, aku minta maaf kalau ceritanya nggak sesuai dengan ekspetasi kalian.
[ Kalian bisa baca bio ku dulu sebelum baca ceritanya ya. Setelah itu terserah kalian mau baca atau ngga. ]
~~~
Heart's Owner, sebuah novel yang saat i...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jadi, lo sebenarnya bukan Aurel, tapi Felicia yang jiwanya tersesat dan masuk kedalam tubuh Aurel?" Ujar Rafaell menyimpulkan setelah mendengar cerita keseluruhan dari Aurel.
Keduanya kini sedang berada di rooftop, dengan tubuh Rafaell yang tiduran di atas sofa dan paha Aurel sebagai bantalnya. Setelah dirinya menarik Aurel ke rooftop dan meminta gadis itu untuk menjelaskan semuanya, ia cukup terkejut dengan penjelasan yang diberikan olehnya. Dunia ini, dunia yang menjadi tempat tinggalnya, hanya sebuah dunia paralel dan dirinya yang menjadi salah satu tokoh dalam alur ceritanya. Dan yang lebih mengejutkan, tubuh gadis yang selama beberapa bulan terakhir ini menguasai hati dan pikirannya, diisi oleh jiwa orang lain. Sulit dicerna akal sehat, tapi itulah kenyataannya.
Mendengar ucapan Rafaell yang tepat sasaran, Aurel hanya mengangguk dengan tangan yang sesekali mengusap pelan rambut pemuda itu. "Gue cuma pendatang di dunia ini."
"Dan maksud cewek tadi, di akhir cerita nanti, lo harus milih diantara dua pilihan itu?" Tanya Rafaell dan kembali mendapat anggukan dari Aurel.
"Terus, lo milih apa? Lo milih pergi dan ninggalin gue sendiri disini, iya?" Tanpa sadar, suara Rafaell terdengar bergetar dengan mata yang terlihat berkaca-kaca.
Tak tega melihat laki-laki dibawahnya ini menangis, tangan Aurel secara perlahan menghapus air mata yang mulai keluar dari pelupuk mata lelaki itu. "Gue, belum bisa nentuin pilihannya, Rafa. Dua-duanya sama-sama pilihan yang berat buat gue."
"Gue nggak mau kehilangan lo, Aurel! Jangan tinggalin gue!" Seusai mengatakan kalimat itu, Rafaell mengubah posisi tidurnya dan memeluk erat perut Aurel. Menumpahkan seluruh tangisnya didalam sana, hal itu dapat sedikit meredam suaranya yang akan terdengar kencang jika ia tidak memeluk Aurel. Sungguh, ia tidak rela jika harus kehilangan gadis yang begitu ia cintai ini. Dirinya bahkan rela jika harus melawan dunia demi mempertahankan Aurel disisinya. Ia hanya butuh sosok Aurel di hidupnya, tidak lebih.
Merasa tubuh Rafaell yang kian bergetar dengan isak tangis yang terdengar menyedihkan. Aurel dengan sabar mengusap kepala pemuda itu, berharap tindakannya bisa meredakan sedikit rasa sedih yang dirasakan oleh Rafaell.
Beberapa menit kemudian, getaran di tubuh Rafaell mulai terhenti dan tangisnya pun mulai mereda. Meskipun sesekali masih sesenggukan.
"Udah selesai nangisnya?" Tanya Aurel dan dibalas anggukan kecil dari Rafaell. Pemuda itu belum melepaskan pelukannya dan masih setia memeluk perut ramping Aurel.
Melihat itu Aurel terkekeh kecil, "cengeng amat lo jadi cowok, gitu aja nangis." Ejeknya guna mencairkan suasana.
Mendengar ejekan yang diucapkan Aurel untuknya, membuat Rafaell mendongakkan kepalanya. Hidungnya yang sedikit memerah dengan mata yang sembab itu membuat wajahnya terlihat sedikit lucu. "Gue cengeng cuma didepan lo, ya! Jadi ga usah aneh-aneh." Ucapnya dengan wajah yang cemberut dan mata yang menyipit.