34. Tiga puluh empat

42.6K 4.5K 49
                                    

~Happy reading~


Mata biru itu perlahan mulai terbuka, mengerjab pelan guna menyesuaikan cahaya yang berlomba-lomba masuk kedalam netra matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mata biru itu perlahan mulai terbuka, mengerjab pelan guna menyesuaikan cahaya yang berlomba-lomba masuk kedalam netra matanya. Setelah terbuka sempurna, yang pertama kali dirinya lihat ialah atap berwarna putih polos diatasnya. Sadar dari lamunannya, kini ia merasa sedikit pegal diarea lengan kirinya.

Wajahnya menoleh. Tepat disampingnya, ada seorang laki-laki dewasa yang tertidur sembari menggenggam erat tangannya. Alisnya terangkat sebelah. Bukankah dia Revano? Ayah dari Aurel? Kenapa laki-laki itu tertidur disini?

Dia menarik tangannya se pelan mungkin supaya tidak mengganggu laki-laki itu. Dilihat dari wajahnya, sepertinya laki-laki itu kelelahan. Wajahnya pun terlihat sedikit sembab. Apa dia baru saja menangis? Ayolah, jangan bercanda.

Aurel menggeleng pelan guna menghapus pikiran aneh itu. Mana mungkin duda tampan yang tak punya hati ini menangis?

Tanpa sadar, pergerakan Aurel membuat tidur Revano sedikit terusik. Mata laki-laki itu mengerjab pelan. Saat terbuka, hal yang ia lihat pertama kali ialah Aurel yang terduduk dengan pandangan dingin saat menatapnya.

Revano terduduk tegap, tangannya tanpa sadar terangkat untuk mengusap wajah Aurel. Dan tentunya, hal tersebut langsung mendapat penolakan dari Aurel. Ia menepis kasar tangan Revano yang hendak menjangkaunya. Biarlah dirinya disebut anak durhaka, dia tidak peduli.

"Mau apa anda disini? Melampiaskan emosi anda ke saya yang saat ini masih dalam keadaan lemah?" Tanya Aurel tanpa menghiraukan tatapan sendu Revano. Biarkan saja, anggap saja ini balasan bagi pria itu.

Revano menggeleng, "nggak, sayang. Papa disini mau ikut ngerawat kamu." Pria itu tersenyum lembut.

"Tidak perlu repot-repot, disini ada banyak dokter dan perawat yang siap dua puluh empat jam mengawasi saya. Lebih baik anda pergi dan urus kedua anak anda beserta seluruh pekerjaan anda yang sangat berharga itu."

"Nggak, papa bakal jagain kamu disini. Papa mau ngeliat perkembangan kamu." Ujar Revano yang kekeuh pada pendiriannya.

Aurel berdecih, "anda tidak perlu melakukan itu, percuma, nggak ada pengaruhnya juga bagi saya. Dan tolong, jangan berperilaku seolah-olah Anda mengharapkan saya. Padahal kenyataannya, mengakui saya sebagai anak pun anda enggan."

Percakapan keduanya yang terbilang cukup keras itu kini membuat tidur Zellyn terusik. Ia bangkit dari tidurnya dan duduk di sofa tempat dirinya tidur semalaman. Matanya menelisik sekitar dan jatuh pada sepasang anak dan ayah yang kini sedang berbincang. Tak ingin mengganggu percakapan keduanya. Ia lebih memilih memperhatikan mereka dalam diam sembari menyandarkan kepalanya pada sofa dengan tangan bersidekap dada dan kaki yang tersilang.

Aurel's Life Transmigration ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang