53. Lima puluh tiga

53.8K 4.1K 225
                                        

~ Happy reading ~


Waktu kian berlalu, bulan semakin naik tanda malam mulai semakin larut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu kian berlalu, bulan semakin naik tanda malam mulai semakin larut. Suara serangga yang bersahut-sahutan terdengar nyaring diluar sana. Suara-suara motor yang melintas pun semakin sedikit yang terdengar.

Dan malam ini, tepatnya di sebuah gedung tua kosong yang dinding luarnya sudah dipenuhi oleh corat-coret, Aurel kini sedang bertaruh nyawa bersama yang lainnya.

Ternyata, Adhara telah memerintahkan seluruh pengawalnya untuk berjaga dan mengepung gedung ini. Dan disaat Fania mulai menyerang Bianca, Adhara pun ikut memberikan instruksi kepada para pengawalnya untuk mulai memasuki gedung.

Perkelahian pun dimulai. Para inti Laverious dengan senjata masing-masing mulai melawan setiap pengawal Adhara yang berusaha memasuki ruangan, tempat dimana ada Bianca dan Fania yang sedang saling serang. Fania dengan ilmu beladiri nya, sedangkan Bianca dengan pisau andalannya. Tak adil memang, tapi Fania terbukti mampu melewati dan menepis segala serangan yang dilayangkan Bianca.

Dan jangan lupakan pemeran utama kita, Aurel. Kini, gadis itu sedang bersitegang dengan wanita dihadapannya. Matanya menyorot tajam tepat pada manik mata Adhara.

"Sebenernya apa alasan Anda melakukan ini semua?" Tatapannya tak tergeser sedikitpun sembari menunggu jawaban Adhara.

"Belum peka juga ternyata," gumam Adhara. "Kamu mau tau alasannya?" Tanyanya kemudian.

Aurel mengangguk singkat dengan tangan yang ia istirahatkan dibelakang tubuhnya.

"Saya memiliki dendam terhadap Mama kamu." Ungkapnya membuat Aurel memiringkan kepalanya.

"Dendam apa sampai-sampai bisa membuat Anda melakukan hal sejauh ini? Sebesar apa dendam itu?"

Adhara tertawa pelan. Tak lama raut wajahnya berubah drastis menjadi serius. Tatapannya menajam bahkan hampir setara dengan tatapan milik Aurel.

"Sangat besar sampai tidak bisa saya jabarkan. Dan kamu bertanya dendam apa itu? Saya dendam terhadap Mama kamu karena dia merebut Revano."

Aurel menaikkan sebelah alisnya. "Revano? Papa saya?"

"Ya, Papa kamu."

Gadis itu menghela nafas pelan. Kepalanya terasa pusing memikirkan banyaknya teori yang ada dibalik novel romansa karya Meisya ini. Otaknya ini berkapasitas kecil, jadi akan sangat mudah panas jika kelebihan beban. Bahkan bisa terbakar.

"Jelaskan saja dari awal sampai akhir. Saya pusing, lelah memikirkan teka-teki dari Anda yang tidak ada ujungnya itu." Ujarnya seakan menyerah jika harus diminta untuk kembali berfikir.

Adhara kembali tertawa. Dirinya mengangguk pelan memahami Aurel.

"Ingin saya jelaskan? Baik, saya jelaskan," Adhara menjeda ucapannya sejenak. Raut wajahnya berubah serius saat ingatannya kembali menerawang jauh ke masa lalunya.

Aurel's Life Transmigration ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang