This is my first story. So, aku minta maaf kalau ceritanya nggak sesuai dengan ekspetasi kalian.
[ Kalian bisa baca bio ku dulu sebelum baca ceritanya ya. Setelah itu terserah kalian mau baca atau ngga. ]
~~~
Heart's Owner, sebuah novel yang saat i...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara derum motor terdengar memasuki area sekolah yang sudah lumayan sepi. Tentu saja, lima menit lagi bel akan berbunyi, jelas para murid sudah masuk dan menunggu dikelas.
Sementara gadis yang baru saja turun dari motor yang membawanya itu terlihat kesal dengan mulut yang komat-kamit seakan sedang mencaci maki orang yang baru saja memboncengnya. Tangannya kini sibuk melepas tali pengaman helm dan ketika sudah terlepas, langsung ia sodorkan pada pemuda dihadapannya.
"Nih, helm imut lo! Untung sebagian murid udah pada masuk, gila aja kalau mereka ngeliat gue paket helm beginian." Kesalnya lalu pergi meninggalkan Ares yang masih duduk di atas motornya.
Pemuda itu hanya memperhatikan Aurel dari belakang lalu beralih menatap helm ditangannya. "Padahal lucu loh dipake sama dia, kok malah marah-marah." Gumamnya lalu turun dari motor. Ia meletakkan helm berhiaskan telinga kucing itu di jok belakang motornya lalu setelah itu baru pergi menyusul Aurel yang sudah pergi terlebih dahulu.
Dengan langkah santai dan kedua tangan didalam saku celana, Ares berjalan menelusuri koridor sekolah yang kini sudah sepi. Bahkan Aurel sendiri sudah tidak terlihat lagi karena gadis itu berlari sekuat tenaga menuju kelasnya.
Ares hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Aurel yang seakan takut terkena hukuman bila dirinya telat masuk kedalam kelas.
"Woy!"
Langkah Ares terhenti. Pemuda itu menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri guna mencari asal suara.
"Gue disini, ngapain kepala lo sibuk muter-muter gitu?" Ujar seorang pemuda yang kini keluar dari celah dinding. Pemuda berparas tampan dengan jaket denim yang melapisi seragam sekolahnya itu berjalan mendekati Ares dan bersandar pada tembok terdekat di samping pemuda itu.
"Mau apa lo?" Tanya Ares setelah tau siapa pemuda yang kini bersandar tak jauh dari dirinya.
"Ngga banyak, gue cuma mau lo ubah sikap lo ke Aurel. Jangan sampai gue liat dia nangis lagi cuma gara-gara kelakuan lo." Tutur pemuda itu dengan pandangan lurus.
"Gue udah berusaha, dan gue janji nggak akan ngulang kesalahan yang sama, Rafa."
Rafaell, pemuda yang sedang berdiri dihadapan Ares itu mengangkat bahunya. "Gue nggak butuh janji, yang gue butuh itu pembuktiannya. Karena kalau cuma janji doang mah bisa lo ingkari kapanpun."
"Gue juga udah berusaha buat berubah, gue ngga mau nyakitin Aurel lagi." Imbuh Ares dengan pandangan menoleh menatap lapangan di sisi kirinya.
Rafaell bergerak mengubah posisi tubuhnya menjadi berdiri sempurna. Matanya kini terfokus pada Ares yang masih memperhatikan lapangan. "Semoga lo bisa buktiin ucapan lo tadi, Res. Karena gue ngga segan-segan buat ngasih balasan kalau lo sampe nyakitin Aurel lagi." Ujarnya lalu melenggang pergi meninggalkan Ares ditengah-tengah koridor yang sepi.