01.

76.9K 5.3K 181
                                    

Suara dengingan yang nyaring membuat gadis itu membuka matanya dengan lebar, tubuhnya bergetar hebat dengan iris mata yang bergerak liar. Giginya bergemlatuk tanpa sadar.

"CHERRY! LO UDAH SADAR?"

Teriakan itu membuatnya menoleh, dia berontak sekuat tenaga saat orang asing itu menubruknya, memeluknya erat.

"Jangan, hiks.. jangan!"

Laiba, gadis itu bingung melihat sahabatnya yang meringkuk ketakutan sambil menangis.

"Cherry kenapa nangis? Ada yang sakit?" Suara cemas itu muncul membuat Lai menoleh.

"Gue gatau. Dia tiba-tiba nangis sambil bilang jangan.. jangan sentuh. Dia kenapa, Jen?" Lai bergerak gelisah, matanya memanas melihat kondisi sahabatnya yang seperti orang depresi akut. Apalagi Cherry telah koma selama lima hari.

"Gala berengsek!" Umpat Jenaira marah. "Lo tenangin dia, gue panggil dokter." Panik Jena saat Cherry berusaha untuk mencekik dirinya sediri.

"Sadar, Cher! SADAR! Lo gaboleh gini karena cowok berengsek itu! Hiks, Cherry, istighfar!!" Jerit Lai saat Cherry semakin beringas menyakiti dirinya sendiri.

Hingga seorang dokter dan beberapa perawat datang, menyuntikkan obat penenang membuat tubuh Cherry yang semula bergerak kesetanan kini terlihat damai.

...

"Arcilla Cherry Atmadja."

Rachel terkekeh miris, dia meremas rambutnya kasar ketika dia sadar dia masuk kedalam tubuh pemeran antagonist dalam novel yang dia benci.

Rachel mengelus perutnya, dulu, disini ada anak yang tak dia harapkan. Anak sial anak haram! Dan kini, semuanya berubah. Tuhan memang sangat lihai membolak-balikkan takdir.

Rachel menghembuskan napas panjang, menatap kosong sembarang arah. Dengan perasaan kosong.

"Baik, tak perduli mau antagonis protagonis maupun tritagonis yang penting gue bisa hidup bukan sebagai Rachel yang hina. Sekarang gue adalah Cherry! CHERRY!" Kedua tangannya terepal erat, "Rachel udah mati!"

"Cherry~~ gue bawa cilok kesuaan lo nih, hehe." Lai masuk dengan berlari layaknya anak kecil. Dibelakangnya ada Jena yang memasang wajah datar.

Gadis imut itu mengangkat kedua tangannya yang membawa bungkusan kantong plastik. Melihat mereka Cherry merasa aman. Perlahan tangannya tak lagi terkepal.

Lai membuka bungkusan yang dia bawa dengan bibir yang berceloteh, "Katanya lo gak boleh makan micin gini, kan? Padahal kita itu generasi micin! Pecinta micin! Micin lovers! Tapi dokter ganteng itu ngelarang. Menyebalkan."

Jena membantu Cherry duduk, "Terimakasih." Lirih Cherry sambil tersenyum tipis. Jena sempat tertegun, tumben sekali seorang Cherry mau berterimakasih.

"Lo mau makan cilok dulu apa batagor? Eh, ada juga pentol janc*k, tahu ndower, terus... ini dia kesayangan kaum hawa, Seblak! Jeng jeng jeng!" Lai tertawa sambil memamerkan kuah seblak yang warna merahnya sangat pekat.

"Duh, ngiler oi.. bagi-bagi!" Gea berlari masuk sambil membawa bingkisan buah. "Buah dari mamy, Cher. Maaf belum bisa jenguk."

"Gapapa, makasih, ya." Balas Cherry, Gea mengangguk lalu menghampiri Lai yang mulai menerjang jajanan permicinan.

"Mau yang mana, Cher? Bangsat pedes banget kuah nya, kayak mulut tetangga gue." Tawar Lai dengan wajah memerah, gadis blasteran China itu sudah seperti orang yang mau melahirkan.

"Gak! Lo makan ini aja, gak bikin mati." Tegas Jena tajam, menyodorkan sebuah puding buah.

Cherry cemberut, dia itu sangat doyan makanan pedas. Apalagi melihat cara makan Lai dan Gea yang sangat menggugah selera. "Gak mau. Gue mau seblak. Lai, bagiiii sini."

ANTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang