14.

36.9K 3.5K 61
                                    

Alis tebal Jena menyatu, heran mengapa banyak murid berkerumun dengan tatapan yang sama mengarah ke pintu kantin.

Jena tentu saja tak perduli, gadis jakung itu menerobos kerumunan untuk kembali kemeja nya. Firsatnya ta enak saat matanya menatap geng sepupunya yang berada di meja dimana ketiga sahabatnya berada.

Keadaan tampak kacau dan berserakan.

Deg.

Jena tak menemukan Cherry Gea dan Lai. Apa mereka pergi meninggalkanya?

"Cherry! Cherry mana?" Pekik Lai panik, "CHERRY MANA?!" Bentaknya karena tak kunjung ada jawaban. Mereka tiba-tiba bisu.

Gak beres,

Jena langsung mendekati Lai dan Gea yang panik. "Cherry mana? Bukannya tadi sama kalian?" Tembak Jena tajam.

Lai menoleh, "Tadi gue kebelet pup terus ngajak Gea. Gue tinggal dia sendirian." Cicit Lai merasa bersalah, "Terus sekarang tuh anak gak ada. Meja berantakan dan ad-- ada darah. Itu bukan darah ,Cherry, kan?" Mata Lai berkaca-kaca. Hatinya sungguh tak tenang. Sahabatnya itu kan masih sakit.

Jena mendesis kesal, "Kalian kan tau kalau dia lagi di incar sama geng mereka! Kenapa pake ditinggal sendirian,sih?!"

Lai menundukkan kepalanya dalam tanda sangat merasa bersalah dan takut.

Gea merangkul Lai, "Udah lah, Jen. Ini juga bukan salah kita. Lai tadi beneran pup kok." Belanya.

Jena menggigit bibir bawahnya keras, ia menarik salah satu anak dari kerumunan. "Apa yang terjadi?" Tanyanya mengintimidasi. "Jawab atau lo tau akibatnya. Gue gak pernah main-main asal lo tahu." Jena itu sekali bicara langsung buat lawan biacaranya merinding ketakutan.

Gadis itu gelagapan, dengan tubuh bergetar ia menceritakan seluruh kejadian yang terjadi dari awal hingga terakhir.

Jena, Lai, dan Gea terkejut dan sangat marah. Bahkan karena sangking marahnya Lai sampai menangis.

"Berengsek!" Umpat Gea sambil menenangkan Lai.

Jena menatap sekitar, matanya tertuju pada Gala yang sedang duduk bersama gengnya di pojok kanting.

Jena melangkah lebar, kakinya menendang meja tersebut hingga terjungkal dan semua yang ada di atas meja berserakan. Pekikan terdengar keras dari mereka.

Jena mencengkeram kerah leher Gala, gadis itu adalah satu-satunya yang berani bertindak kasar kepada Gala.

Tatapan Jena begitu sengit dan menusuk, wajahnya hanya berjarak sejengkal dari Gala karena tinggi mereka hampir sejajar.

Gala sendiri hanya diam, dia tau jika sepupunya ini sangat menyanyangi Cherry dan tak akan dan tak segan menghancurkan siapapun yang berani mengusik ketiga sahabatnya.

"Berhenti bersikap menjadi orang berengsek!" Desisnya dengan napas memburu, "Lo udah kelewatan, Gala! Udah gue peringatin jangan sentuh sahabat gue!"

BUGHTT!

Jena menghantam wajah Gala, lalu kembali menarik kerah seragam pemuda itu. Semua anggota Dragonnight tak ada yang berani melerai dan memisahkan Jena karena mereka tahu Jena itu berbahaya.

"Jangan buat sisi gelap gue bangkit karena ulah konyol lo! Pengecut!" Jena semakin merapatkan tubuhnya, Gala sendiri terdiam menatap ekspresi mengerikan Jena.

"Dimana sahabat gue?" Tekannya dengan tangan yang semakin mencengkram erat atau bisa dikatakan mencekik leher Gala.

Gala tak mau menjawab.

Jena terkekeh, bibirnya melengkung membentuk senyuman psycho. "Oh, ternyata lo mau main-main sama gue? Dihadapan mereka semua?" Jena mengangguk senang, "Oke gue ladenin. Udah lama juga gue gak operasi sesuatu--"

"Arga. Dia sama Arga."

...

Pemuda itu membuka pintu kamarnya, matanya menatap seorang gadis yang tengah duduk dengan pandangan mata kosong.

Wajah dinginnya kini berubah menjadi ceria, kakinya berlari kecil menghampiri gadis itu. Mendudukkan diri di samping Cherry.

"Kak Cherry." Sapanya dengan senyuman manis, "Kata mama gak boleh melamun nanti ada saiton yang memasuki tubuh kita. Kan horor jadinya."

Cherry menoleh, mengangguk pelan.

"Udah mandi kan, ya? Bu doktel udah kasih obat juga ke lukanya kak Cherry?"

Cherry kembali mengangguk, bibirnya seakan terkunci rapat.

"Kak Cherry jangan diam aja dong, masa Arga di cuekin sih?" Arga cemberut dengan kedua tangan yang terlipat di dada.

Cherry menghela, "Gue capek, pingin tidur."

"Ohhh, kalau capek tidur aja gapapa disini sama Arga ya? Nanti Arga bacain dongeng deh. Celitanya bagus banget."

Cherry kembali mengangguk patuh, ia pun memposisikan tubuhnya senyaman mungkin. Arga sendiri duduk di samping gadis itu.

"Tentang apa?"

Arga menoleh setelah menemukan buku dongengnya, "Hei Tuyul, eh, hei tayo!"

Cherry menepuk keningnya, "Itu bukan dongeng, Arga."

"Maca cih? Kata mama dongeng kok!" Jawabnya nyolot.

Serah dah capek gue.

"Bacain," pinta Cherry.

Arga mengangguk antusias, ia menyilangkan kedua kakinya dan mulai membaca.

Saat Arga baru membuka mulutnya, Cherry sudah menutup matanya dulu. Dia tak mau mendengar ceritas bis yang bisa berbicara.

"Yahh... udah bobo duluan," Arga menunduk, tangannya mengusap lembut kepala Cherry.

"Kalau capek, boleh istirahat dulu. Setelah itu kamu bisa.

Arga menatap lekat wajah Cherry yang lebam tampak damai saat tertidur. "Arga lebih suka kak Cherry yang galak daripada seperti ini. Apapun yang terjadi kak Cherry harus kuat. Ceweknya Arga gak boleh lemah harus kuat seperti aironmam, eh, aironman kan cowok ya? Ganti aja deh kayak wonder women. Biar kak Cherry bisa lindungi Alga dali olang jahat bin munafik di dunia ini."

Arga mengecup pipi Cherry dengan sangat lembut, "I love you more. Youre the best and stonger princess. Love you, ayang."

Cup!

ANTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang