When the Moss Roses Bloom

267 28 4
                                    

Setelah memastikan gembor penuh dengan air, perempuan berkemeja merah jambu itu keluar dari kamar mandi menuju halaman kantor. Sebenarnya, tidak ada tanaman yang menarik minatnya. Hanya ada palem-paleman, keladi-keladian, juga sri rejeki. Tidak satu pun dari tanaman itu memiliki bunga yang indah. Hanya daunnya saja yang bercorak semarak.

Sampai langkahnya terhenti pada satu pot. Itu adalah pot berisi kerokot mawar. Dilihat dari pot tembikarnya yang berwarna cerah dan bersih, sepertinya benda itu baru saja diletakkan di sana. Dia terkekeh, karena meskipun tahu itu jenis yang lain, tetap saja itu satu keluarga dengan kerokot yang biasanya ditemui di pinggiran selokan. Walau begitu, bunganya amat cantik dengan berbagai warna.

"Jangan ngelamun lu, kesambet entar."

Perempuan itu langsung terkesiap dan berbalik menuju sumber suara. Lagi-lagi itu musuh bebuyutannya, si anak salah satu pimpinan di kantor pusat, Surya.

"Ngapain, sih, Bapak? Gangguin aja, heran," balasnya jengkel.

"Elu ngelamun mulu, kerjaan lu jadi enggak kelar-kelar. Entar diamuk Komandan baru tahu rasa."

"Cari muka aja terus! Emang saya peduli? Dah sana, saya mau lihat kembang malah diusilin!"

Pria yang sudah sejak tadi tiba di kantor itu tidak langsung pergi. Dia masih memperhatikan perempuan yang terpaku dengan lebatnya kerokot mawar yang bermekaran itu.

"Itu kembang gue sebenernya. Kalo lu pengen, jangan ambil itu. Emang sengaja gue beliin buat kantor," jelas Surya.

"Hah?! Ini punya Pak Surya?!" Ayu langsung mengusap matanya, mencoba mengubah kekagumannya akan bunga itu. Gengsinya terlalu tinggi untuk mengakui bahwa selera pria di depannya ini bagus.

"Kenapa lu kaget gitu?"

"Enggak apa-apa. Ih, apaan, sih? Kok masih bae dimari? Sana masuk kantor, presensi." Ayu segera mendorong tubuh besar itu, membuat pria itu tertawa.

"Lu kenapa, sih, Yu? Malu?" tanya Surya. "Lagian, sebelum lu dateng ke sini, gue udah duluan."

"Bapak sok tahu." Ayu menggembungkan pipi dengan kesal.

"Enggak apa-apa lagi kalo lu pengen punya juga. Bisa gue beliin."

Ayu melirik sekilas pada pria berambut tebal itu. Dia lalu berpikir bahwa Surya memang suka asal bicara. Lagi pula, meskipun bunganya bagus, dia tidak pandai merawat tanaman. Terakhir kali dia membeli sebatang kaktus mungil di tahun lalu. Tanaman itu membusuk karena diberi air berlebihan, padahal dia hanya menyiramnya tiap tiga sampai lima hari sekali. 

Sebenarnya, Ayu mengerti bahwa beberapa tanaman memerlukan perlakuan khusus yang tidak sembarangan, tetapi sepertinya tangannya tidak cocok untuk kegiatan-kegiatan sejenis itu. Lalu, kalau bunga pemberian pria itu akhirnya juga mengenaskan di tangannya, tentu itu akan membuatnya kecewa, bukan?

Ayu terkejut dengan pikirannya sendiri. Mengapa dia sampai setakut itu agar tidak mengecewakan Surya? Yang benar saja.

"Yang ada saya tumis nanti." Akhirnya, Ayu membalas.

"Hahahaha, beda jenisnya! Masa taneman hias lu tumis?"

Ayu ikut tertawa kecil. Dia kembali memandang pot itu. "Cantik kembangnya. Beneran kerokot itu, Pak?"

"Iya. Jenisnya kerokot mawar. Nama Inggrisnya, moss rose. Soalnya bunganya mirip mawar, dan tanemannya pendek di tanah mirip lumut." Surya menjelaskan dengan detail. "Dalam bahasa bunga, kerokot mawar artinya confession of love."

"Pernyataan cinta, ya?" Ayu berpikir sejenak. "Kalau Bapak suka sama cewek, terus Bapak kasih bunga itu ke doi yang enggak tahu artinya sama sekali, bisa-bisa perasaan Bapak bertepuk sebelah tangan, lho. Lagian bagi orang kebanyakan, lebih romantis make mawar asli. Ini, mah, taneman liar."

"Makanya gue bakal kasih ke orang yang udah tahu." Senyum Surya yang misterius merekah, seakan memberi pengertian khusus kepada perempuan di depannya.

Jelas, Ayu kini membelalakkan mata.

There's Something About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang