A Claw Clip : Sequel of 'Buka Bersama' (3)

196 21 4
                                    

Mereka tiba di restoran dengan banyak orang yang sudah sampai duluan di sana. Terpantau Hesti, Andhika, Kiky, dan Wendi sudah duduk di salah satu gazebo. Komandan Andre sendiri duduk di tepian gazebo tersebut, sedikit menjauh dari mereka untuk melihat ikan mas yang meliuk-liuk di kolam.

"Lu konsepnya pasangan permen apa gimana, sih? Ijo mint gini." Itu Wendi yang kini mengenakan kemeja santai polos berwarna biru benhur. Kiky di sebelahnya tertawa karena ucapan itu sukses membuat Surya memanyunkan bibirnya. Perempuan cantik itu kini memakai blus rajut lengan pendek berwarna biru langit.

"Kalau menurut gue, konsepnya Ayu sama Surya itu aesthetic, sih. Kayak korean couple gitu." Itu Hesti dengan memakai kaus couple bersama Andhika. Hesti dengan kaus warna putih, dan Andhika dengan kaus berwarna hitam. Ayu menggeleng melihatnya, mereka seperti harus kompak setiap hari.

"Terserah lu pada, deh." Surya membalas cepat. "Ini udah pada pesen?"

"Udah, Sur. Tinggal lu berdua aja lagi," jawab Andhika. "Rekomendasi gue, beli es degan yang beneran di kelapa gitu. Pesennya satu aja, terus minta sama kakaknya buat ambilin sedotan berdua."

"Pak Dhika!" Kini Ayu yang histeris. Surya sendiri menggeleng cepat. Semua orang tertawa karena senang melihat kedua orang yang jadi bahan ledekan ini kembali bersama.

"Wah, kelihatan cerah dan bahagia, nih!" Komandan Andre akhirnya beranjak dari tempatnya melihat ikan. Pria paruh baya itu memakai kemeja santai dengan motif garis-garis. "Ciee, bisa ikutan bukber!"

"Hahaha! Pak Komandan!" Ayu berseru senang. "Alhamdulillah, keadaan saya udah lebih mendingan, jadi bisa kumpul-kumpul lagi sama kalian."

"Besok bisa kerja berarti, kan? Kalau iya, seenggaknya Surya enggak kesepian lagi besok." Pernyataan Komandan Andre kembali membuat suasana riuh akan gelak tawa. Surya tidak bisa membantah. Selain karena itu atasannya, yang diucapkan pria berkacamata tersebut juga benar adanya.

Tidak terasa, bedug Magrib berkumandang. Setelah berdoa, mereka segera menyantap hidangan masing-masing. Rata-rata mereka memesan ikan bakar dan ayam bakar yang menjadi menu khas restoran dengan konsep pedesaan tersebut.

Beberapa orang pulang setelah acara makan-makan berakhir, tetapi Surya dan kawan-kawan masih bertahan di sana karena ingin menuntaskan rindu mereka pada sosok ceria bernama Ayu itu. Itu juga sekaligus untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dari Ayu setelah kejadian naas tersebut. Ayu sendiri sudah berulang kali menjelaskan jika kakinya sudah tidak sesakit kemarin-kemarin. Meski begitu, teman-temannya tidak percaya sepenuhnya dan berbalik memarahi Surya untuk benar-benar menjaga Ayu di lain hari.

Ayu jadi sering memandang Surya yang sekarang mengumbar senyum tipis ketika dimarahi. Dia tahu itu bukan senyum yang baik, melainkan agar teman-temannya percaya dengannya lagi. Bahkan sorot mata milik Surya persis seperti saat mereka di dalam mobil tadi, sorot penuh sesal dan kesedihan.

Tidak, ini salah. Surya tidak melakukan apa pun yang keliru. Sebelum buka bersama ini pun dia beberapa kali menghubunginya untuk mengantarnya bekerja. Ayu yang masih ketakutan menolak ajakannya. Mungkin karena cerita itu akhirnya semua orang percaya kalau Surya yang membuat Ayu tidak nyaman. Padahal, perempuan itu takut karena keadaan di luar, bukan karena Surya yang tidak pandai menjaganya.

"Pak Surya enggak salah, Bu Hesti, Bu Kiky. Jangan dimarahin lagi, ya?" Ayu berbicara pada kedua perempuan itu saat di wastafel restoran. Ketiga perempuan itu tengah touch-up riasan mereka.

"Ih, kita, mah, mau Bu Ayu baik-baik aja. Lagian dia juga polisi, harusnya bisa bantu ngejagain gitu," ucap Hesti.

"Eng, ya udah kejadian juga, kan? Lagian Pak Surya meskipun polisi juga sibuk pisan. Urusannya enggak cuman saya aja, tapi keselamatan orang lain juga."

"Aduh, Bu Ayu. Logikanya gini, deh, kalau dia aja enggak bisa jagain Bu Ayu yang notabene deket gini, apalagi orang lain?" tukas Kiky.

Ayu menghela napas. Mungkin dia harus turun tangan untuk menenangkan perasaan pria itu saat di perjalanan pulang nanti. Apalagi, Surya tidak pandai mengungkapkan perasaannya. Pria itu lebih gemar mengomelinya tentang apa pun daripada terbuka dengan apa yang mengganjal di hatinya.

Sembari memikirkan cara yang tepat, dia mulai mencari jepit rambut di tasnya yang tadi sempat dilepaskan. Tangannya yang licin karena habis dibilas dengan air membuat jepit rambut yang tadinya ingin dipasangkan ke rambut itu pun jatuh. Hal itu mengagetkan ketiga perempuan di sana. Jadilah jepit itu patah dan sudah tidak dapat digunakan lagi.

"Bu Ayu, enggak apa-apa, kan?" tanya Hesti yang disambut anggukan pelan Ayu.

"Enggak apa-apa, kok. Yah, berkurang satu jepit rambut saya." Ayu memandang jepit yang patah itu sembari tersenyum. Sama halnya dengan Surya, patahnya jepit itu bukan sesuatu yang besar. Dia kurang hati-hati, sejak awal memang begitu. Ketika dibegal, dia tidak waspada dengan situasi sekitar sehingga rentan dicelakai. Dan kini, setelah mencuci tangan, dia mengambil jepit itu buru-buru hingga terjatuh karena tangannya yang licin. Mungkin Surya ada salah juga dalam kejadian itu, tetapi melihat kesalahan itu terus-menerus juga bukan solusi yang pas.

"Sudah selesai, kan? Kita keluar, yuk." Ayu lalu mengajak kedua temannya beranjak dari wastafel. Di sisi lain, Hesti dan Kiky tidak berani menanyakan apa pun lagi karena tahu Ayu sedang mengelak dari pandangan mereka.

There's Something About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang