Ayu terbangun saat sinar matahari belum terlalu terlihat. Dia sudah terbiasa seperti itu sejak dulu. Dan kini, apa yang diharapkannya di hari yang baru ini? Tidak ada, selain persiapan Siti untuk menyanyi malam ini berjalan baik. Masalah kebingungannya tentang Sibad sudah mulai dilupakannya. Toh, itu tidak terlalu penting. Ayu di sini untuk bekerja, bukan untuk mencari jawaban atas kegelisahannya.
Saat sinar matahari perlahan menembus kaca jendelanya, Ayu bergegas ke lantai bawah di mana Surya dan Andhika duduk di sana. Mereka mengambil sarapan yang dibuat oleh pihak hotel berupa roti bakar dengan olesan selai srikaya dan secangkir kopi. Ya, kopi juga minuman yang selalu diminta Surya kala di kantor.
Dih, ngapain gue mikirin itu? Ayu langsung menggeleng cepat. Dia segera bergabung dengan kedua pria itu, tetapi Andhika langsung beranjak sembari membawa piring kecil dan kopi. "Gue mau nyari sinyal WiFi bentar. Lu duduk sini aja, Yu," katanya sembari meninggalkan kursi di depan Surya. Ayu langsung mencegah pria blasteran Indonesia-Belanda itu.
"Sinyal WiFi sampe ke sini, kok, Pak. Nih, di saya aja nyampe." Ayu memperlihatkan layar ponselnya. Dia tahu jika Andhika sengaja membuatnya duduk di depan Surya.
Andhika tidak habis akal. Dia masih punya alasan. "Ini gue juga mau nelpon Hesti. Enggak enak, masa gue teleponan di sini?"
"Enggak apa-apa, saya juga mau tahu kabar Bu Hesti." Ayu masih membalas.
"Enggak, gue enggak mau mood gue hancur gara-gara dengerin dua orang bucin yang aneh ini." Itu Surya yang sudah mengibaskan tangan tanda meminta Andhika pergi. Dia tahu betul bagaimana anehnya kedua orang itu saat bertelepon. Semalam saja, Andhika meminta Hesti untuk menyanyikan lagu pengantar tidur dan Surya ingin marah karena suara Hesti yang jauh dari kata merdu itu membuatnya kesulitan tidur.
Namun, alasan utamanya jelas bukan itu. Ya, karena perjanjian mereka semalam.
Andhika berlalu sembari tersenyum, sementara Ayu dengan sepiring roti bakar srikaya dan teh duduk di depan Surya. Ayu tidak mengindahkan sarapan di depannya, dia justru sibuk memainkan ponsel. Hal itu mengundang perhatian Surya.
"Keburu dingin itu roti lu, jadi enggak enak," ucap Surya.
"Saya belum terlalu laper." Ayu menjawab pendek dan kembali dengan ponselnya. Suasana menjadi hening lagi, dan itu membuat Surya tidak nyaman. Dia sesekali menyeruput kopinya, berpikir ada apa dengan Ayu.
"Gimana tidur lu? Enak?"
Ayu langsung mengernyitkan dahi dan tidak lagi sibuk dengan ponselnya. Surya berhasil membuatnya kaget. Lucunya, pria berambut hitam pekat itu juga ikut terkejut. Apa alasannya menanyakan hal itu pada Ayu?
"Maksud gue, lu enggak ngerasa terganggu atau enggak nyaman gitu, kan? Soalnya, kalau gue enggak begitu enak tidurnya. Hesti sama Dhika kalau teleponan berasa dunia punya mereka doang, ganggu banget! Itu makanya tadi gue usir Dhika biar dia puas teleponan sama pacarnya." Akhirnya, dia bisa mengarang bebas dengan baik.
Ayu mengangguk perlahan. "Tidur saya enak-enak aja."
Surya jadi kikuk lagi. Dia sungguh tidak berharap Ayu menjawab sependek itu. Sudah susah dia melempar topik, sampai terlihat seperti orang yang memberi too much information, tetapi Ayu begitu datar hari ini. Biasanya perempuan itu akan menimpali dengan baik seperti, "Yaelah, Bapak kayak enggak pernah pacaran aja. Itu namanya saling sayang, Pak. Makanya punya pacar, biar enggak sirik jadi orang," yang tentu bisa dibalasnya dengan, "Halah, coba lu di posisi gue, pasti keganggu, Yu. Lagian, lu ngeledek gue kayak lu punya pacar aja!" Dari sana, mereka akan berdebat kecil soal gaya pacaran orang-orang kebanyakan. Sayangnya, skenario yang diharapkan Surya jauh sekali.
"Lu udah baikan sama Sibad?" Surya kembali mengingat permasalahan Ayu yang sudah berlalu itu.
Ayu tersenyum kecil. "Dari awal kita emang enggak ada masalah, Pak. Cuman salah paham aja."
Surya mengangguk. Dia tahu Ayu tidak ingin membahasnya lagi. "Baguslah kalau begitu. Berarti lu enggak ngerasa terancam lagi, kan?"
Lagi-lagi dahi Ayu berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
There's Something About You
FanficSejatinya, tidak ada yang menarik di Kantor Lapor Pak. Hanya saja, Surya, si pemilik rompi hijau neon, memandang lain pada Ayu, seseorang dengan kemeja merah jambu yang sehari-hari tidak lepas dari sapu dan pengki. Pandangan itu lantas membuat suatu...