Kalypto (2)

135 15 2
                                    

Gedung itu bernuansakan putih dan krem. Ayu bahkan dapat menjumpai lili dan mawar putih di mana-mana, di tiap sudut gedung. Perempuan itu dapat merasakan betapa sakralnya pesta ini, betapa khidmatnya acara ini nanti. Ya, dia meyakini bahwa pernikahan bukanlah suatu hal yang main-main lagi. Kelak, perempuan dan lelaki yang terikat dalam komitmen ini akan menghadapi banyak kesulitan. Tidak terkecuali bagaimana pasutri ini menjaga komunikasi mereka, mencari jalan tengah alih-alih bertahan dengan keegoisan masing-masing. Karenanya, Ayu dapat mengerti jika bagi sebagian orang pernikahan itu terdengar berat.

Setelah memasuki gedung tersebut, sekilas ia melirik Surya yang berjalan di sampingnya dengan langkah enggan. Aneh, padahal sebelum mereka berangkat, pria itu terlihat baik-baik saja. Apa mungkin karena udah kelaperan? Begitu pikir Ayu.

"Yu, akhirnya lu dateng!" Seruan nyaring itu sampai di telinga Ayu dan membuatnya menghampiri sumber suara. Senyum Ayu merekah, rupanya itu teman-teman sekelasnya dulu. Benar saja, pesta pernikahan ini layaknya sebuah reuni kecil-kecilan. Semua orang datang kemari.

"Hehe, iya. Kalian apa kabarnya?"

"Harusnya kita yang tanya begitu," ucap salah satu teman. "Elu diajak reunian susah banget. Jadi kita enggak ada yang tahu kabar lu sekarang gimana."

"Tapi, kan, sekarang gue dateng ini. Seneng, kan, lu pada?" tanya Ayu.

"Seneng, lah. Apalagi tahu lu ke sini bareng cowok secakep ini," goda yang lain. "Kenalan, dong, namanya siapa?"

Ayu memandang Surya yang di sebelahnya. Dia terlihat kikuk. "Namanya Surya," jelas Ayu.

"Ih, kok elu yang jawab, Yu? Kan gue tanyanya ke dia. Posesif banget, nih, pacar abangnya!"

Sontak semua orang terbahak karena gurauan itu. Ayu sendiri memalingkan wajah karena merona malu. Hanya saja, tiba-tiba Surya berujar, "Kami cuman temen kerja aja. Kebetulan emang sekantor."

Jleb! 

Entah mengapa ada yang menusuk hati Ayu begitu dalam. Harusnya dia tidak merasa sakit seperti ini, toh Surya mematuhi keinginannya untuk menjelaskan ke teman-temannya hubungan mereka yang sebenarnya. Namun, mengapa harus sejelas itu?

"Eh, kok cuman temen kerja aja? Bisa, lah, kalian pacaran. Kalian cocok banget, lho, ini. Matching juga bajunya," ucap teman yang lainnya.

"Udah, udah. Kalian seneng banget ngusilin Ayu. Mereka mau makan zuppa soup itu, udah kelaperan." Seorang teman menangkap reaksi kaget Ayu barusan dan berusaha menyelamatkan keduanya dari kecanggungan. "Kita duluan, Yu. Lain kali, lu ikutan reuni kita-kita, ya?"

Ayu tidak bersuara, hanya mengangguk saja. Sakit dari dadanya tadi hampir membuatnya kesulitan berbicara. Surya sendiri kebingungan dengan reaksi Ayu yang tidak diduganya akan seperti itu.

"Lu enggak kenapa-kenapa, kan?" tanyanya.

"Enggak, kok. Saya baik-baik aja." Ayu berusaha memberi jawaban terbaiknya. "Bapak makan dulu aja, saya mau ketemu sama temen saya yang lain."

"Oke, nanti kalau udah selesai kabari gue, ya?"

Ayu lagi-lagi mengangguk. Kakinya terasa lemas saat ini, padahal dia ingin mengucapkan selamat kepada mempelai wanita. Mengapa dia bisa begitu plin-plan seperti ini? Surya hanya menjawab seperti yang dia minta tadi di dalam mobil, tidak lebih dan tidak kurang.

Namun, Surya tadinya merasa tidak ingin mengatakan hal itu. Pria itu sampai berkata, "Emangnya harus seperti itu, ya?". Akan tetapi, mengapa sekarang jadi lain sekali? Dan yang lebih membuatnya kesal, mengapa dia bingung akan hatinya sendiri?

There's Something About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang