Di dalam mobil, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Ayu dengan gemuruh di otaknya yang masih belum berhenti memikirkan apa saja hal yang dibahas pria di sebelahnya itu dengan ayahnya, dan Surya yang masih memikirkan perkataan Ayu tadi. Entah mengapa, ucapan tersebut menyiratkan sesuatu. Apa jangan-jangan Ayu memaksakan diri untuk ikut karena Hesti atau Kiky memberi tahu soal kemarin? Ingat, Surya tadinya amat sedih saat tahu Ayu tidak bisa mengikuti acara buka puasa bersama karena kejadian pembegalan tersebut, dan teman-temannya akhirnya menghubungi Ayu lalu perempuan itu pun bersedia turut serta.
Surya menggeleng. Ayu tidak mungkin berpikir demikian. Lebih mungkin jika perempuan itu bersikeras ingin pergi karena ada sesuatu yang harus dibahasnya bersama Kiky dan Hesti.
"Pak, Ayah tadi bahas apa aja sama Bapak?" Seperti niatnya semula, Ayu ingin tahu apa saja yang dibicarakan mereka tadi. Dan yang tidak disadarinya, pertanyaan tersebut mengembalikan fokus Surya pada dunia nyata.
"Kita cuman bahas kondisi lu gimana selama masa pemulihan. Terus gue tanya ke Ayah, kira-kira lu bisa diajak pergi-pergi enggak. Ya, gitu doang," balas Surya. "Emang kenapa?"
Ayu terkejut saat Surya memanggil ayahnya dengan sebutan yang sama sepertinya. Biasanya Surya hanya memanggil yang lain dengan sebutan "beliau" atau "bokap lu". Entah mengapa, itu membuat hatinya menghangat.
"Enggak, takut aja Ayah nanya aneh-aneh."
"Enggak aneh sama sekali. Cuman Ayah bilang kalau gue harus sering-sering main ke rumah lu."
"Tuh, kan! Ayah, mah." Ayu senewen sendiri jadinya.
"Oh, enggak boleh, ya?" Meskipun terdengar seperti pertanyaan yang menjebak, tetapi Ayu tahu Surya benar-benar polos saat menanyakannya.
"Boleh. Saya malah seneng kalau Bapak sering mampir, eh!" Ayu langsung salah tingkah dengan menepuk mulutnya. Suasana menjadi hening setelahnya, apalagi Surya tidak berani menimpali apa pun saking terkejutnya. Sepertinya, ini kali keduanya terkejut karena reaksi perempuan ini. Dan untuk mengatasi keadaan tersebut, Ayu mengambil jepit rambut dari dalam tasnya. Dia memilih sibuk menyisir rambut cokelat keemasannya dan menjepitnya rapi dengan jepit rambut berbentuk kupu-kupu kelabu yang senada dengan warna roknya.
Hal itu juga tidak lepas dari pandangan Surya. Lelaki berambut tebal nan kelam itu sesekali melirik Ayu di sebelahnya. Senyum kecilnya terbit. Diam-diam, ia senang melihat perempuan itu tampil lebih rapi, seperti kesehariannya di kantor sebelum akhirnya peristiwa yang tidak mengenakkan itu terjadi.
Dia menghela napas. Ada satu bagian dari dirinya yang seakan masih menyesal mengapa tidak bisa melindungi perempuan ini. Meskipun kini Ayu sudah lebih baik kondisinya dari kemarin-kemarin, tetap saja rasa sesalnya belum pergi.
"Yu, lu beneran udah baik-baik aja?" Tanpa sadar, Surya menanyakan hal itu. Ayu langsung menatap pria di sebelahnya yang menyetir dengan raut sedih.
"Saya sudah jauh lebih baik sekarang." Suara Ayu yang rendah dan pelan mengalun seiring dengan kalimat itu diucapkan. Itu karena Ayu tahu jika Surya benar-benar mengkhawatirkannya.
"Ck, lu jangan bohong sama gue."
"Tuh, kan, Pak Surya, mah." Ayu menggeleng. "Ngapain juga saya bohong? Lagian, saya bisa sehat ini sedikit banyak juga dari doa baik Bapak."
"Enggak, sih, gue berdoa supaya lu buat kopi lagi buat gue." Surya berlagak tidak begitu ambil peduli dengan kondisi Ayu, meski begitu perempuan itu jadi terkekeh kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
There's Something About You
FanfictionSejatinya, tidak ada yang menarik di Kantor Lapor Pak. Hanya saja, Surya, si pemilik rompi hijau neon, memandang lain pada Ayu, seseorang dengan kemeja merah jambu yang sehari-hari tidak lepas dari sapu dan pengki. Pandangan itu lantas membuat suatu...