Mereka sudah tiba di pasar. Tentu keduanya akan berdesakan dengan banyak orang yang juga ingin membeli makanan untuk buka puasa. Surya memarkirkan motornya cepat-cepat, sebelum diambil orang lain. "Cepetan, ya, Yu. Jangan keliling-keliling dulu kayak kemaren."
"Ih, kan nyari yang murah, biar kita kagak rugi, Pak," ujar Ayu sambil membuka catatan berisi daftar makanan yang tadi diberikan Andhika.
"Iya, tapi buruan. Gerah, nih!" ucap Surya agak kesal.
"Kalo gitu, Pak Surya di motor aja sambil main Mobile Legend atau apalah. Nge-like postingan di IG juga bisa," jelas Ayu. Dia agak malas untuk berdebat dengan pria ini.
"Gue ikut lu. Entar keseret emak-emak, kan berabe."
"Ya udah kalau gitu. Ayo kita nyebrang dulu."
Surya manut dan tangan kirinya secara refleks memegang pergelangan tangan Ayu, dengan tangan kanannya memberi isyarat pada kendaraan yang melintas di jalan satu arah itu untuk pelan-pelan. Mereka menyeberang dalam diam, meskipun perasaan Ayu begitu berisik bertanya tentang sikap Surya yang kini begitu melindunginya.
Ah, ya, dia polisi. Biar bagaimanapun, sudah menjadi tugas perwira polisi untuk melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Ayu menyadarkan dirinya bahwa semua tindakan Surya tidak mengarah pada perasaan itu. Toh, itu akan menjadi sesuatu yang lucu mengingat keduanya berdiri di posisi sosial yang berlainan: Surya sebagai polisi juga anak salah satu petinggi di kantor pusat, dan dirinya yang hanya sekadar pesuruh dan tukang bersih-bersih di kantor. Ditambah wajahnya yang tidak seelok Amanda, seseorang yang sempat menggantikan posisinya sementara saat beberapa waktu lalu dia mengambil cuti libur, juga orang yang sama yang pernah ditaksir Surya. Ya, tentu itu makin mustahil terjadi.
"Malah bengong ni orang." Suara Surya seperti lonceng yang membawanya ke dunia nyata kembali.
"Maaf, hehe. Oke, kita ke yang jualan gorengan dulu. Banyak yang mesen bala-bala sama pisang goreng soalnya." Ayu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Mana, ya, tukang gorengan?"
"Di situ. Kelihatan dari sini. Yuk!"
Mereka berjalan beriringan, kali ini tangan Surya tidak lagi menggenggam tangannya. Entah mengapa, itu membuat perempuan berambut cokelat keemasan itu sedikit sedih, meskipun lagi-lagi dia kembali menyadarkan dirinya tentang perbedaan besar di antara mereka.
Setelah mengantre cukup lama, akhirnya Ayu dapat memesan gorengan pesanan teman-temannya. Si tukang gorengan memberikan seplastik penuh pesanan Ayu, dan tangan Surya langsung meraihnya. "Gue aja yang bawain."
Si tukang gorengan tersenyum. "Bini Abang cakep, Bang. Udah lama, ya, nikahnya?"
Keduanya kaget dan saling bertatapan sebelum Surya langsung menyanggahnya, "Kita belum nikah, Bang."
"Belum?!" Ayu kembali terkejut. Rasanya hari ini seakan jantungnya bekerja dua kali lipat dari biasanya. Kalimat-kalimat Surya membuat semuanya ambigu. Yang tidak diketahui Ayu, Surya juga mengalami hal yang sama. Bahkan pria itu merutuk dalam hati, mengapa belakangan ini semua kalimat yang dikeluarkannya tidak pernah tepat.
"Aduh, maksudnya enggak nikah. Ini temen satu kantor aja."
"Oh." Si tukang gorengan masih tersenyum geli. Sesegera mungkin Ayu dan Surya berlalu dari tempat itu, sebelum mereka membuat kesalahan lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
There's Something About You
FanfictionSejatinya, tidak ada yang menarik di Kantor Lapor Pak. Hanya saja, Surya, si pemilik rompi hijau neon, memandang lain pada Ayu, seseorang dengan kemeja merah jambu yang sehari-hari tidak lepas dari sapu dan pengki. Pandangan itu lantas membuat suatu...