Ayu membersihkan sekaligus merapikan ruang BAP. Saat mulai mengelap meja ruang tersebut, entah mengapa matanya terasa berat. Memang belakangan ini dia kurang tidur, tetapi dia tidak mau lagi tidur di kantor, terlebih di ruang BAP yang lebih sering dipakai petugas.
Hanya saja, kali ini dia benar-benar mengantuk. Baiklah, mungkin tidur sebentar di sana tidak masalah. Digesernya kursi di sana, didudukinya dengan nyaman, dan kepalanya ditaruh di atas meja. Tidak lama, ia sudah berlayar ke pulau kapuk.
***
Tubuh Ayu sedikit tak nyaman karena posisi tidurnya. Yang baru disadarinya, pakaiannya seperti menempel pada suatu permukaan yang cukup dingin dan keras. Aneh, seingatnya dia tidur di kursi ruang BAP yang sama sekali tidak dingin.
"Yu, bangun. Molor mulu dari tadi."
Ayu sedikit menggeliat karena suara yang tidak asing itu. Diusapnya secara asal kelopak matanya agar sisa kantuk menguap. Seketika dia sadar sepenuhnya, bukan karena cukup tidur melainkan terkejut. Ya, dia kini tidak di kantor. Dia sudah di halte bus, tepatnya dia tertidur dengan menyandar pada dinding halte! Bagaimana bisa dia berpindah tempat secepat ini? Apakah tadi dia tidur sembari berjalan?
Si pemilik suara itu masih setia di sisi Ayu, dan perempuan itu kembali terkejut. Itu Surya yang kini membawa ransel gunung miliknya. Sebentar, bukankah pria itu habis membaca dokumennya? Mengapa tiba-tiba sudah di halte dengan membawa ransel?
"Kita di mana?" Pertanyaan bodoh itu sukses meluncur dari bibir Ayu. Tentu saja Surya menggelengkan kepala.
"Di halte. Kita mau mudik bersama."
"Hah? Bukannya Pak Komandan bilang kalau enggak jadi mudik?"
Surya mengernyit. "Kalau enggak jadi, ngapain kita dibagiin tiket? Aneh-aneh bae lu."
"Gimana, sih? Bapak sendiri yang ngejelasin tadi ke saya!" Ayu makin kebingungan.
"Duh, nyesel gue bangunin lu. Mending lu balik tidur lagi, deh," ujar Surya jengkel. Aneh sekali, padahal perempuan ini sudah merayunya supaya bisa mudik gratis di tahun ini.
Iya, sebenarnya Ayu tidak mendapat jatah mudik. Dia termasuk karyawan outsourcing sehingga harusnya dia mendapat fasilitas tersebut dari perusahaan penyedia jasa office girl yang menaunginya, bukan dari kantor yang mempekerjakannya. Namun, Hesti dan Kiky memberi usul jika Ayu bisa mudik gratis dengan mengambil jatah mudik Surya.
Surya sendiri memang belum mendaftarkan diri kala itu karena masih bingung apakah benar-benar pergi ke Semarang atau tidak. Namun, dia juga tidak ingin memberikan jatah tiketnya semudah itu. Ayu harus menemuinya dan memintanya sendiri tanpa bantuan siapa pun. Dia tahu betul Ayu memiliki gengsi tinggi, persis sepertinya. Pasti Ayu tidak ingin repot-repot mengemis padanya.
Tidak disangka, Ayu benar-benar menemuinya. Dengan memegang kemoceng merah jambu yang senada dengan warna kemejanya, perempuan itu memintanya dengan baik-baik. Ini benar-benar jauh di luar perkiraannya. Bahkan, Ayu tidak malu memberinya finger heart ala idol Korea Selatan. Seketika, gengsi Surya runtuh hingga Ayu meledek wajahnya yang sudah semerah tomat itu. Dan entah mengapa, mengingatnya lagi membuat wajahnya kembali merona.
Sampai detik ini, dia masih tidak habis pikir bagaimana bisa Ayu memporak-porandakan pertahanannya. Perempuan berambut cokelat keemasan itu membuatnya kalah dengan sukarela. Dan bahkan karena seorang Ayu, Surya tidak masalah untuk memberikan jatahnya pada perempuan itu dan membeli tiket lagi untuk dirinya sendiri.
Sebentar lagi mereka akan menaiki bus untuk bertolak menuju daerah tujuan masing-masing; Surya hendak ke Semarang, dan Ayu akan ke Surabaya. Berhubung searah, keduanya menaiki bus yang sama. Itu juga ditambah Hesti dan Kiky yang terus saja meneror si pria berambut tebal tersebut untuk menemani Ayu mudik. Ya, kedua perempuan ini selain sudah bersekongkol dengan Ayu untuk membuat hatinya kacau, juga masih mengusilinya dengan memaksanya menemani perjalanan mudik Ayu.
Sementara Ayu sendiri tidak merasa ini sesuatu yang benar. Dia harusnya masih di kantor, tidur dengan kepala yang diletakkannya di atas meja. Bukan naik bus untuk mudik seperti yang dilakukannya saat ini. Jujur dia ingin kembali menanyakan semuanya pada Surya, tetapi pria itu sedari tadi mengalihkan pandangannya dengan wajah memerah tiap kali mata mereka bertubrukan. Ayu cemas, apakah Surya sedang demam?
Namun dia kembali menelan pertanyaan tersebut tatkala bus yang akan membawa mereka sudah mendekat. Pria itu sempat menghadap ke arahnya untuk memberi tahu sesuatu.
"Yu, bangku gue agak di belakang. Kalo perlu apa-apa, bilang aja," jelas Surya. "Terus, gue pesen ke elu untuk kurang-kurangin kebiasaan dikit-dikit tidur pas lagi di jalan gini. Bisa bahaya. Juga hindari bengong, soalnya rawan dicelakai orang. Bisa-bisa lu digendam nanti."
Ayu terdiam. Ucapan Surya itu seperti tanda untuknya mengikuti alur kejadian ini hingga selesai. Ya, mungkin dia benar-benar bisa mudik pada akhirnya, dan tadi Surya hanya berusaha menjahilinya dengan menjelaskan bahwa mudik tahun ini dibatalkan. Namun tetap saja dia masih bingung. Atau, dia akan menemukan jawabannya nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
There's Something About You
FanfictionSejatinya, tidak ada yang menarik di Kantor Lapor Pak. Hanya saja, Surya, si pemilik rompi hijau neon, memandang lain pada Ayu, seseorang dengan kemeja merah jambu yang sehari-hari tidak lepas dari sapu dan pengki. Pandangan itu lantas membuat suatu...