Coffee, Kaya Toast, and Chatter (2)

126 18 1
                                    

Andhika membawa dua botol teh dingin yang dibelinya dari minimarket sekitar hotel. Dia lalu menghampiri Surya yang termenung di balkon, memandangi jalanan yang ramai dengan mobil berlalu lalang. Singapura sangat cantik di malam hari, penuh dengan gemerlap lampu. Rasanya seperti memandangi bintang yang bertebaran di bumi.

"Nih, udah gue beliin." Andhika menyerahkan sebotol teh itu pada Surya.

"Ya, makasih. Duitnya entar gue ganti."

"Santai aja." Andhika lalu membuka tutup botol tersebut dan meminum isinya. "Lu mikirin apa sampe bengong gitu?"

Surya menghela napas panjang. Menyembunyikan sesuatu dari Andhika rasanya seperti menjaring angin: sia-sia belaka. Tidak heran jika Komandan Andre menjadikannya sebagai intelejen. "Gue bingung gimana Ayu sekarang. Gue sempet marahin dia waktu dia ngomelin Sibad. Kayaknya, gue terlalu keras pas itu."

"Lah, dia berubah, enggak, sikapnya ke elu?" tanya Andhika.

"Sebenernya, kalau dilihat sekilas masih kayak biasanya. Cuman, gue ngerasa dia rada jaga jarak aja sama gue. Well, what I have missed and what it has missed?" Surya kembali mengembuskan napas berat sembari memutar kembali tutup botol teh tersebut untuk kembali ia minum.

"Tapi kalau menurut gue, sebenernya kalian, tuh, enggak kenapa-kenapa. Ayu jaga jarak karena tahu dia salah waktu itu. Dan lu sendiri enggak enak hati karena ngebuat Ayu jadi berjarak. Kalian cuman miskomunikasi aja." Andhika memberikan pendapatnya. "Makanya lu belajar dari gue dan Hesti. Kita, tuh, enggak pernah sampai jauh-jauhan lebih dari sehari. Beberapa menit abis ribut pasti balik."

Surya mengerutkan hidungnya, seperti mendapati sesuatu yang menjijikan. Yang selama ini dia lihat, pasangan ini amat tidak dewasa. Mereka bisa bertengkar hebat hanya karena hal-hal sepele yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Beberapa kali Wendi juga kesal karena putus-sambung pasangan yang dikenal sebagai Kasti ini.

"Gue rasa Ayu cemburu karena lu lebih mihak Sibad pas itu," kata Andhika lagi.

"Astaga, padahal gue udah bilang sama dia kalau gue enggak mihak Sibad sama sekali," ucap Surya sedikit kesal. Namun, dia menyadari ucapan temannya itu. "Bentar, deh. Maksudnya cemburu apaan? Ayu, kan, enggak ada rasa sama gue."

Ingin sekali rasanya Andhika melempar sampah botol plastiknya ke wajah Surya, tetapi dia ingat bahwa ini di Singapura. Kalau ketahuan buang sampah sembarangan bisa dikenakan denda. "Lu enggak sadar selama ini gimana?"

"Lu jangan nambah-nambahin pikiran gue, Dhik!" seru Surya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Ih, elu yang enggak mau mikir. Ayu cemburu karena ngerasa Sibad lebih cakep dan lebih segalanya daripada dia, Sur," jelas Andhika yang membuat Surya mengernyit heran. Pria berambut sehitam malam itu menerawang ke langit, seakan meminta jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengganggunya sejak tadi.

"Padahal, enggak usah cemburu. Ayu lebih cakep juga."

Andhika terkesiap. Hampir dia ingin meledek Surya karena pernyataan pria itu, tetapi ini bukan saat yang tepat. Setidaknya, dia benar-benar mengingat hal ini di otaknya karena dia tahu betul Surya tidak akan mengaku bahwa pernyataan ini pernah diucapkannya. Pertama, tidak ada bukti konkret (Andhika tidak merekamnya). Kedua, pernyataan itu lolos dari mulutnya secara tidak sadar, seakan Surya lupa jika di sebelahnya ada si mulut usil Andhika.

"Gini aja, lu cari tahu besok. Gue bantuin gimana caranya biar Ayu bisa ada di sekitar lu. Nah, kalian bicarakan tentang itu baik-baik." Akhirnya, ada satu solusi bermanfaat yang keluar dari mulut Andhika.

"Ya, lu harus bantuin gue, ya, Dhik," ujar Surya akhirnya yang dibalas anggukan Andhika.

There's Something About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang