Warning : 18+
KALAU BACA CERITA INI, WAJIB FOLLOW! ☺️
Bagi Wintaria Maryam Putri menikah di usia muda tidak pernah terbayangkan sebelumnya, apalagi dia masih kuliah. Namun, sebuah kejadian membuatnya harus menikah dengan Nathan Nareshwara. Satu hal...
Ini update-an sebelum hari raya Idul Fitri besok. Mungkin selama hari raya aku nggak bakal update. Jadi, aku update sekarang. Btw, aku mau ngucapin selamat hari raya Idul Fitri bagi yang merayakannya. Mohon maaf lahir batin, ya. Pokoknya maaf banget kalau selama ini aku ada salah atau kurangnya.
Jangan lupa klik vote dan bubuhkan komen ya, bestie. Aku bakal semangat nulis kalau dapet vote dan komen dari para readers.
Kalian boleh ngeluarinuneg-uneg di chapter ini.
Salam samyang dari Winta.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Malam itu Nana duduk bersama anak-anak kecil yang ada di pengungsian. Beberapa dari mereka, orang tuanya masih dirawat di posko kesehatan. Jadilah Nana menghibur mereka dengan gitar milik Renza yang dipinjamnya. Dia hanya menyanyikan lagu-lagu sederhana. Tentu saja anak-anak itu menikmatinya meski tidak tahu liriknya.
"Are you sleeping ... are you sleeping ... brother John ... brother John. Morning bells are ringing ... morning bells are ringing ... Ding dong ding ... ding dong ding...."
Anak-anak itu bertepuk tangan heboh meski suara Nana nggak bagus-bagus amat. Ingat, kan? Dalam hal menyanyi vocal Nana masih kalah dengan Heksa, Renza dan Ale.
"Lagi, kak. Ayo nyanyi lagi," pinta salah satu gadis kecil.
Nana mengelus kepala gadis kecil yang umurnya sekitar 7 atau 8 tahun itu. "Besok aja ya lanjut lagi. Udah malem, nih. Kalian tidur, ya."
"Yaahh, Kak. Sekali lagi, dong." Dan anak-anak lain ikutan merengek.
Nana tersenyum ramah. "Besok lagi ya, anak-anak. Kalian harus tidur. Kalau nggak buruan tidur, nanti kedinginan. Kan kalian nggak pake jaket. Kalau kedinginan nanti bisa sakit. Mau disuntik?"
Semua anak kecil itu menggeleng. Mereka lantas mengikuti instruksi Nana untuk kembali ke barak pengungsian. Kini tinggal Nana sendirian di hamparan rumput lapangan yang luas.
"Udah selesai ngamennya?" pekik Renza seraya merebut gitarnya dari Nana.
"Suara standard aja sok-sokan nyanyi," ledek Renza. Namun, bukannya marah, Nana malah terkekeh.
"Mentang-mentang suaranya bagus. Sombong amat lo," ledek Nana ganti.
Jari-jari kurus Renza memainkan gitar berwarna coklat tua itu. Dia mulai menyanyikan lagu galau lawas milik D'Masiv yang bisa bikin Nana ambyar dalam hitungan detik.
"Aku rindu ... setengah mati kepadamu. Sungguh kuingin kau tahu... aku rindu setengah mati. Aku rindu...."