This one is one of the stories about their slice of life. Jadi isinya kebanyakan omongan mereka ngalor ngidul ngga jelas. A lightly story but it would be so freaky ✌🏻
September, 2016
Gadis itu nampak memandangi sesuatu hal yang sedari tadi keluar dari mesin pencetak tanpa ada rasa lelah dengan posisinya yang kini tengah terduduk berjongkok mengamatinya sampai mesin tersebut berhenti bekerja dengan sendirinya.
Kedua tangannya seketika mengulur, mengambil beberapa benda putih yang kini terhias oleh tinta hitam dari mesin pencetak. Namun naas, karena ketidak sabarannya, Ia malah membuahkan sesuatu hal yang menyakitinya.
"Argh!"
"Kenapa?" Sontak Rose menoleh dengan kertas - kertas yang terjatuh seketika dan jarinya yang masih sedikit mengeluarkan darah, menatap seorang lelaki yang kini mendekatinya dan mengambil tangannya.
"Kegores kertas. Sakit, Jeff" Rengeknya.
Jeffrey mengangguk "Aku ambilin plester dulu biar lukanya ngga kebuka terus nanti malah infeksi" Kepalanya itu sontak mengangguk "Bersihin pake tisu dulu, kalau sakit banget masukin mulut kamu biar redaan"
Dan Ia sontak langsung memasukkan jarinya itu ke mulut menunggu Jeffrey yang tak butuh waktu yang lama keluar dari kamarnya dengan membawa satu plester "Jeff, kayaknya ada yang kurang deh sebelum ditutup pake plester"
Jeffrey yang tengah memegang tangannya itu sontak berhenti dan menatapnya begitu kebingungan saat lukanya memang tidak memerlukan tindakan lanjut seperti dibersihkan ataupun diberi salep.
"Kiss"
"Katanya kalau lukanya disayang bisa cepet sembuh"
Sontak tawa keluar dari mulut Jeffrey terdengar menggelegar di seluruh ruangan sebelum mendadak mereda saat lelaki itu mendekatkan bibir ke jarinya, mengecup jari telunjuk kirinya tanpa ada rasa jijik saat di sana masih terdapat sisa air liurnya.
"Udah?"
Rose menggeleng.
"Kurang"
Lelaki itu kembali tertawa sebentar sebelum kembali meninggalkan beberapa kecupan di jarinya, tepat di bekas lukanya sampai menimbulkan bunyi yang terdengar jelas di indra pendengarannya "Is that enough, Princess? or you want more?"
Kepalanya itu sontak menggeleng dengan kekehan yang tersisip keluar begitu saja dari mulutnya. Kedua matanya betah menatap Jeffrey yang tengah membalut lukanya yang tak seberapa itu dengan plester luka begitu hati - hati dan penuh kelembutan.
"Lain kali ati - ati, Rosie. Ngga perlu buru - buru" Rose cuma berdeham menjawab Jeffrey yang Ia biarkan membersihkan kertas - kertas yang tengah berserakan di lantai, mengingat Ia malah membaringkan dirinya di sofa.
"Bosen ngga sih, Jeff? Enaknya ngapain ya?" Tanyanya dengan bermain ponsel yang ada di tangan tanpa mengetahui dahi Jeffrey terkerut sempurna dengan kertas yang ada di tangan kini beranjak mendekat ke arahnya.
"You print this journal cause you want to learn this" Rose sontak mengalihkan perhatiannya itu ke arah Jeffrey yang tengah berdiri di depannya dengan menggoyang - goyangkan kertas "Don't you?"
Kepalanya seketika menggeleng "Ngga" Lelaki itu menaikan satu alisnya ke atas, penasaran dengan apa yang ada dalam isi kepalanya "Cuma pengen ngeprint aja. I didn't want to learn that, we still have enough time. You know me"
Dan lelaki itu hanya mengangguk tanpa banyak tanya lagi seolah mengerti, beralih duduk di sebelahnya dengan membaca jurnal yang Ia cetak tadi "Gimana kalau kita jalan - jalan aja, Jeff? Sounds good I think"

KAMU SEDANG MEMBACA
Bliss
FanfictionSequel of Opposite attract Oneshoot story of the moment that aren't mention in Opposite attract. ⚠️ Contain of uwunes 100/10 ⚠️ Some chapter are containing mature content ⚠️ Please be wise reader. You can read this without read opposite attract but...