Rock Bottom

362 22 6
                                    

August, 2017 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

August, 2017 

Diliriknya berulang kali, dan semuanya masih tampak sama  saja. Sosok di sebelah kanannya tidak berubah untuk sedikit saja, pun telah kesekian waktu berlalu. Usaha Jeffrey terasa sia - sia belaka, selaras tampang lelah dari Jeffrey terpampang di sudutnya yang tidak bisa mendustai siapapun kala melihatnya.

Mungkin Jeffrey bisa saja menyerah, atau tidak peduli sewajarnya lelaki itu biasanya. Sayangnya Jeffrey tidak akan bisa untuk kali ini. Berulang kali Jeffrey berusaha keras, tapi Jeffrey menyerah. Menyerah untuk kembali peduli pada sosoknya. Sosok yang tidak pernah lelaki itu sangka akan menjadi kelemahan terbesarnya dan Jeffrey sadar, pun ngga berniat tuk mengelak. Dirinya menerima takdir itu, meskipun nyatanya tidak terjadi timbal balik sama untuknya.

"What the fuck you doin?!" Selaras dengan kata kasar keluar, tangannya ditampik keras oleh gadis di sebelah kanannya itu. Dan kayaknya Jeffrey ngga peduli, yang terpenting saat ini adalah Jeffrey berhasil menjadikan dirinya pusat perhatian dari barang kecil yang sedari tadi menyita atensi seluruhnya.

"Sorry for bothering you, yet I need your attention a lil bit now"

Dengan dumelan yang tentu saja Jeffrey prediksikan akan keluar, gadis itu akhirnya menjawab "Caper" pun tatapannya kembali pada smartphone kembali. Tetapi Jeffrey tau, kali ini Rose akan mendengarkannya, tidak seperti beberapa waktu lalu—pun keadaannya yang bahkan mungkin dianggap bak angin lalu.

Jadi dengan cepat Jeffrey lantas utarakan maksud dan tujuannya "Kamu mau makan dimana?" Tanya Jeffrey dengan intonasi selembut mungkin, dan tampak jelas bagaimana ketulusan serta kepedulian yang terpancar lewat tiap lirikan pandang Jeffrey selalu beri kepada gadisnya.

Yang sayangnya, tidak pernah dilihat—atau mungkin hanya dipandang sebelah mata pada gadis itu. Gadis pirang itu kini tampak tak acuh dengannya, gerutuan kesal "Ngga penting" yang diberikan khusus tuk lelaki itu, tanpa mau menjawab pertanyaan Jeffrey.

Jeffrey tau Rose berhak marah akibat tindakannya itu yang mengganggu. Tapi apa Jeffrey dapat berkelakuan yang sama? Apa dirinya berhak untuk menumpahkan kekesalannya akibat kelakuan tak acuh yang diberikan gadisnya atas seluruh kebaikannya?

Puluhan kali Jeffrey memanggil pun bahkan mulutnya nyaris berbusa dibuatnya, Rose masih terjebak pada dunianya sendiri. Sebagaimana gadis itu kini, senyum yang mulanya Jeffrey suka, entah mengapa tuk kali ini terasa tak sama. Lantaran Jeffrey tahu, senyuman itu tak untuk dirinya lagi.

Jadi biarkan kali Jeffrey tuk ikut egois. Kalau gadis itu ingin dirinya tak banyak bicara, Jeffrey akan mengikuti angannya. Tak terlalu susah karena tabiat Jeffrey pada umumnya memang seperti itu. Hanya saja keadaan ini terlalu asing untuknya. Duduk berdua pada satu ruang sama dan sibuk dengan urusan masing - masing, tidak pernah Jeffrey bayangkan keduanya akan berada pada situasi ini.

Realita kini menyadarkannya, keadaan ini justru telah terlampau biasa. Dalam keadaan ini, tanpa suara pula keempat matanya berfokus menatap jalanan, pikirnya selalu jatuh pada perasaan yang sama. Jeffrey rindu pada hangatnya keduanya, rasa itu bak nyaris Jeffrey tak ingat hadirnya. Berganti musim dingin selayaknya cuaca Melbourne kali ini.

BlissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang