September, 2016
Tubuh kecil Rose terbaring tak berdaya di sofa beige apartemennya. Kedua netranya itu menatap kosong langit - langit unitnya dimulai dari beberapa menit lalu. Memberikan waktu istirahat pada tubuh kecilnya setelah nyaris seharian ini tubuhnya bagai dipaksa kerja rodi. Rose bukan Herman Willem Daendels yang kejamnya bukan main. Ia masih punya sedikit hati nurani sebelum tubuhnya itu mengibarkan bendera putih.
Tak ada suara aneh di sekitarnya, hanya ada suara nafasnya beradu dengan mesin pendingin ruang serta dentingan jarum pada jam menunjukkan detik dalam hidupnya itu masih setia berjalan. Cuitan burung - burung yang bebas berkeliaran sesekali terdengar, menyambut senja yang mulai tampak dari ufuk barat.
"Jeff"
Tanpa diduganya ada suara deheman yang menyahuti panggilannya "Lah kamu ngga tidur dari tadi?" Ia sontak berbalik. Tubuh yang mulanya itu berbaring terlentang, kali ini bergerak untuk menelungkup. Menemukan posisi Jeffrey yang sama dengannya dengan gelengan kepala samar menjawabnya.
Terasa begitu ganjil ketika Jeffrey tidak hanyut dalam mimpi disaat kepala lelaki itu kontak dengan bantal. Satu tangannya menyelinap, bersentuhan dengan pipi Jeffrey dan bersarang di sana "Ngga enak ya tidur di sofa? Kenapa kamu ngga balik ke apartemen kamu aja daripada ngikutin aku?"
"Ngga ada korelasinya antara tidur di apart aku sama apart kamu kalau kamu tau aku bisa tidur dimanapun dengan kondisi apapun" Ucap lelaki tersebut. Kedua matanya kini memejam, kentara menikmati interaksi halus antara kulit telapaknya dengan timbunan lemak lelakinya.
"Ya tapi sekarang buktinya kamu ngga bisa tidur kan? Berarti kan kamu ngga nyaman"
"Belum tentu juga di apart aku bisa jadi nyaman"
"At least you try it first before you speak. Di apart kamu ada kamar, dan kamu bisa tidur di sana"
"Di apart kamu juga ada kamar"
"Lebih enak kamar kamu daripada kamar aku"
"Kamu ngga suka aku di sini?"
Rose menghela nafas "Bukan ngga suka. Tapi aku kasian liat kamu yang capek banget tapi ngga bisa tidur. Makanya aku nyaranin kamu balik ke apart. Ntar aku aja yang main ke apart kamu sekalian dinner"
"You look like a girl who chases away her boyfie"
"Bukan pacar"
Rose menarik tangannya. Memposisikan tubuhnya jadi duduk. Tangannya beralih membuat bun di atas kepalanya sebelum dirinya memilih beralih pergi. Mengabaikan Jeffrey yang masih tak mau beranjak dari sofanya.
"Kalau emang ngga bisa tidur, mending kamu masak. Aku mau mandi dulu. Gerah"
"Ask your boyfriend"
Tubuhnya yang awalnya itu sudah melewati gawang pintunya terpaksa harus berbalik. Berniat membujuk lelakinya itu. Sayangnya, Rose malah harus menahan tawanya ketika melihat Jeffrey yang kali ini sudah beranjak pergi. Langkah kaki lelaki itu terarah pada pantry seperti apa yang dipintanya tadi dan kepalanya cuma bisa menggeleng tak habis pikir pada lelaki itu.
Just let's say that was an entertainment show special for her tonight.
🥀🥀🥀
Dahulu Jeffrey ngga pernah nyangka kalau ngejagain Rose bakalan bisa sebelas dua belas rasanya kayak babysitter. Dibalik sikap badass, trouble maker, swag dan girlfriend material. Nyatanya ada sikap babydoll yang tersembunyi dan juga terkurung dalam tubuh berlapis loose hoodie pink itu. Selain dari rambut pirang yang dimodel pucca hairstyle, gadis tersebut masih duduk terdiam menghadap televisi. Termenung menatap cartoon network channel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bliss
أدب الهواةSequel of Opposite attract Oneshoot story of the moment that aren't mention in Opposite attract. ⚠️ Contain of uwunes 100/10 ⚠️ Some chapter are containing mature content ⚠️ Please be wise reader. You can read this without read opposite attract but...