⚠️ Timeline loncat seenak jidat.
2017
Selain apartemen Jeffrey, Rose juga seneng nongkrong di apartemen Edgar. Balkon Edgar yang segede gaban ini membuat Rose kadang suka menyesal kenapa dia dulu ngga milih apartemen ini sebagai apartemennya. Nyatanya, Rose bisa santai menikmati udara dengan embel - embel privasi mengingat balkon Edgar ini tuh jelas hak milik lelaki itu.
Kendati di apartemen Rose ada balkon, tapi itu juga cuma beberapa petak. Ngga seluas ini dan senyaman kalau di balkon Edgar. Satu - satunya ruangan yang Ia suka iri dari apartemen Edgar adalah tempat ini. This is absolutely a perfect and needy place for her.
"Masih ngudud aja lo"
Rose seketika menoleh, mendapati Edgar yang kali ini mengambil duduk di kursi sebelah dengan dua kaleng beer yang diletakkan di meja bundar di antara mereka berdua "Gara - gara sebulan ketergantungan, gue jadi ngga bisa lepas" Rose mengakhiri katanya dengan kini menghisap kuat batang nikotin di antara sela jarinya.
"Ngga kasihan Jeffrey?"
"Gue ngga sebego itu buat ngudud depan Jeffrey"
Edgar ngga membalas, memilih mengambil rokok dari kotak yang sama dimana tadi Ia mengambil benda itu. Benda haram itu memang punya Edgar, mengingat Ia tak berani ambil resiko ketahuan Jeffrey kalau dirinya masih ketergantungan tembakau kering itu.
"Kalau lo emang berniat berhenti. Ganti pake vape aja. Seenggaknya nikotinnya ngga sebanyak rokok dan lo pake pas mulut lo gatel" Rose cuma berdeham, tetapi ngga menampiknya. Ucapan Edgar ngga salah kendati lelaki itu sama saja. Tak bisa lepas dari racun tersebut.
"Terus hubungan lo sama Jeffrey begitu lagi?"
Rose berdeham "Still the same as you do" Ucapnya sengaja mengalihkan pembicaraan karena Rose ngga mau mengingat her glommy phase beberapa waktu lalu. Kalau emang takdir mereka seperti ini, then let it be. Toh, Jeffrey juga kayaknya ngga keberatan sama sekali.
"Lo ngga berniat cari cewek?"
"None of your business"
Rose menghela nafasnya "Gue juga temen lo kalau lo lupa" Edgar tak membalas. Justru lelaki itu menghisap kuat batang rokoknya. Layaknya begitu tidak peduli dengan kata - kata yang keluar dari mulut mungilnya.
"Mau sampek kapan lo begini, Gar? Nunggu sampek kena std?" Lelaki itu masih aja tak mau menjawabnya. Masih setia dengan pandangan lurus ke depan serta sikap ketidakacuhan pada dirinya "Setidaknya kalau lo ada cewek lebih aman kan?"
"Lo bisa main sama dia tanpa khawatir kena penyakit karena sering gonta - ganti partner tiap hari" Ucapnya sembari mematikan putung rokoknya dan menoleh ke arah Edgar "Atau ngga lo cari friends with benefit lagi aja kek dulu"
"Sayangnya ngga ada yang kayak Dinda lagi"
"In a thousand girls that you bang?" Kepala Edgar kini mengangguk malas "Seriously? Emang kagak ada satu yang cocok di lo? I mean ngga ada yang bisa muasin lo?" Tanya Rose dengan tampang keheranan khasnya terlihat menghiasi paras cantiknya.
"Ya kalau muasin gue ya banyak" Rose masih terdiam, menatap ke arah Edgar yang kini tengah membuang ujung rokok ke dalam asbak. Masih sangat penasaran dengan Edgar "Tapi kalau muasin hati gue kagak ada"
"Lo masih suka ya sama dia?" Rose tahu hati Edgar itu ada pada siapa. Dan semenjak kepergian gadis itu, tak ada lagi cewek yang didekati Edgar. Tapi masalahnya, kenapa harus gadis itu? Gadis yang sudah membuat keadaan mereka jadi kayak benang ruwet begini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bliss
FanfictionSequel of Opposite attract Oneshoot story of the moment that aren't mention in Opposite attract. ⚠️ Contain of uwunes 100/10 ⚠️ Some chapter are containing mature content ⚠️ Please be wise reader. You can read this without read opposite attract but...