Akhir-akhir ini Renjun sering mendengar Guanlin teleponan dengan orang yang entah siapa, sedikit aneh menurut Renjun karena Guanlin biasanya tak suka saling telepon.
Tak berniat berpikiran negatif, Renjun memilih berpikir posistif. Mungkin saja sedang berteleponan dengan rekan-rekan bisnisnya.
Seperti pagi ini, saat Renjun tengah memasak untuk dirinya sarapan. Guanlin terlihat turun dari tanggan dengan tergesa, dan jangan lupakan benda pipih persegi yang menempel pada telinga kanannya.
Renjun hanya menengok sebentar, kemudian kembali fokus pada masakannya. Bukannya terkesan tak peduli pada suaminya sendiri, hanyakan dirinya yak ingin membuat emosi sang suami terpancing.
"Ah iya aku akan segera kesana, tunggu saja"
Renjun sedikit berpikir, kenapa nada bicara Guanlin terkesan lembut. Oh ia baru ingat Guanlin menjabat sebagai CEO dari perusahaan terbesar dikota, harus ramah jugakan dengan client.
"Renjun"
Renjun berbalik kebelakang,"Iya?"
"Jangan menungguku seperti kemarin lagi, aku ada banyak jadwal hari ini jadi aku akan lembur. Uang bulanan akan kutransfer siang nanti" Ujar Guanlin dengan nada seperti biasanya ia berbicara pada Renjun, ketus.
Renjun hanya mengangguk mengiyakan sebelum akhirnya Guanlin pergi dari sana.
Setelah Guanlin pergi, Renjun kembali fokus pada masakannya. Pagi ini sama dan tak jauh beda dengan hari-hari sebelumnya, masak sendiri makan sendiri.
Sehari-hari memang ia seperti itu sejak tiga hari ini tak ada para Maid, ia tak merasa kesulitan hanya untuk sekedar membereskan rumah. Karena pada dasarnya ia sering kali membantu para Maid untuk membersihkan atau bahkan melakukan banyak hal lainnya.
Maka tak jarang Renjun akrab dengan para Maid, hanya saja ia melakukan hal itu ketika tak ada Guanlin.
Ditengah-tengah ia sedang asik memasak, ia dikejutkan dengan suara-suara yang tiba-tiba saja muncul.
"Tenang Renjun, tenang. Hanya halusinasi... Bukan sungguhan" Gumamnya menenangkan diri sendiri.
"Kau tak pantas untuk hidup"
"Akh!"
"Lebih baik mati"
"Tenang Renjun tenang!"
"Terima kontrak ini"
"Akh! Alin... Emmhhh"
"Hanya dasar perjodohan Renjun! Tak lebih!"
"Jangan mengharapkan hal lebih Huang Renjun"
"HENTIKAN!!!"
Suara itu langsung menghilang setelah dengan keras Renjun berteriak demikian.
Ia menunduk, menangis tanpa suara disana. Ia mematikan kompor lalu duduk melantai, ia menggeleng guna menghilangkan rasa sakit pada kepalanya.
Ia tertekan dengan suara-suara yang entah berasal dari mana adanya, bahkan tak sekali dua kali ia mengalami hal tersebut. Hal tersebut sudah terjadi beberapa kali selama sebulan terakhir.
"Maaf hiks maaf, ini semua salahku... segalanya salahku, maaf karena diriku egois maaf hiks... Kumohon maafkan aku" Lirihnya memohon pada udara kosong.
"Aku memang tak pantas untukmu Alin... Maaf" Racaunya.
Mingyu berjalan dengan tergesa menuju ruang CEO, ia tengah menahan marah dipagi-pagi begini.
"LAI GUANLIN!!!" Teriaknya sembari membuka pintu tanpa meminta izin kepada si pemilik ruangan terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup || GuanRen
Fanfiction"Akh!.. Maaf" Lirihnya setelah kepalanya teratuk cukup keras pada sudut meja yang ada diruangan dengan penerangan yang minim itu. Darah segar segera mengalir dari belakang kepalanya hingga leher, hingga sampai mengotori switer putih yang tengah ia k...