Mungkin telah tiga minggu telah berlalu dan semenjak kejadian itu membuat Renjun selalu berada didalam kamarnya saat sudah tiba waktu Guanlin pulang dari kantornya.
Selalu begitu disetiap harinya hingga saat ini.
Dan pada malam akhir pekan ini Renjun hanya diam bersandar pada kepala ranjangnnya. Diam bersandar dengan raut wajah yang menahan rasa sakit.
Entah mengapa gejala sakit kepala yang selalu ia alami seolah makin memburuk seiring hari berganti hari, belum lagi rasa mual yang sedikit berbeda terkadang muncul pada saat malam maupun pagi menjelang yang selalu membuatnya ingin muntah.
Rasa mual yang sedikit berbeda itu kadang kala memang muncul dalam waktu tertentu, dan diri beranggapan mungkin karena penyakitnya yang sengaja ia biarkan begitu saja sehingga berlanjut menjadi semakin parah.
Bahkan sesaat setelah ia menyugar surainya saja dapat ia rasakan beberapa surainya yang tertinggal pada telapak tangan kanannya.
Darah, luka, air mata hingga kesadarannya yang direngutpun sudah biasa baginya. Kehidupannya memang akan selalu begini sampai akhir, mungkin saja itu terjadi bukan?
Semua yang terjadi padanya hanya dirinya sajalah yang tahu beserta Tuhan dan juga pihak yang bersangkutan dengan penyakit yang tengah ia idap kini.
Kepalanya yang cukup pening itu membuat laptop yang masih menyala pada sisinya menjadi terlantar begitu saja.
Jarum jam telah menunjukkan pukul 23:45, lima belas menit lagi tepat pukul tengah malam dan Renjun memilih untuk menutup laptop tersebut dan membaringkan tubuhnya dan tertidur.
Dihari minggu yang tenang ini, Renjun habisnya waktu paginya dikamarnya untuk mengerjakan beberapa urusannya pada laptop yang kini menyala dihadapannya.
Wajah putih bersih itu tampak serius hingga akhirnya suara ketukan dari pintu berhasil membuatnya keluar dari keseriusan itu.
Melepas kaca mata yang sedari tadi bertengger pada hidungnya dan meletakkannya tepat disamping laptop, ia kemudian memilih untuk langsung menutup laptopnya dan menuju pintu yang masih diketuk itu dan membukannya.
"Iya, ada apa?" Tanyanya lembut sebegitu pintu itu ia buka.
Maid itu tersenyum, "maaf mengganggu waktu Anda Nyonya, tapi kami membuatkan Anda sesuatu dibawah" Ujar Maid itu.
"Hmm... Kan tadi sudah sarapan"
"Ini bukan makanan utama, hanya sedikit hidangan manis untuk Anda. Tetapi jika pekerjaan Anda masih banyak tak masalah-"
"Ah tidak-tidak pekerjaanku sudah selesai" Potong Renjun yang tentunya saja bohong. Nyatanya perkerjaannya masih menumpuk didalam sana, hanyakan karena dirinya tak ingin mengecewakan mereka jadi ia mengatakan hal yang sebaliknya.
Menurutnya sekali-kali bohong untuk kebahagiaan orang lain itu penting.
"Kalau begitu ayo, yang lain telah menunggu" Ujar Maid itu kemudian mempersilakan Renjun untuk jalan terlebih dahulu.
Mau tak mau langkah demi langkah Renjun ambil walaupun dalam hati ia berharap agar tak bertemu dengan Guanlin.
Bahkan ia sampai melirik sekitar untuk memastikan bahwa pria bertubuh jangkung itu tidak ada.
Sedangkan Maid yang berada dibelakangnya seolah mengerti dengan gerak gerik dengan sosok manis yang berada didepannya itu dan langsung menayakan sesuatu, "Anda mencari Tuan?" Tanyanya.
Mau tak mau Renjun mengangguk mengiyakan atas ajuan pertanyaan tersebut, jika saja Maid itu menjawab jika Guanlin berada pada ruangan yang hendak ditujunya itu ia jadi bisa menolak dan menghindar dari sosok pria tinggi tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup || GuanRen
Fanfiction"Akh!.. Maaf" Lirihnya setelah kepalanya teratuk cukup keras pada sudut meja yang ada diruangan dengan penerangan yang minim itu. Darah segar segera mengalir dari belakang kepalanya hingga leher, hingga sampai mengotori switer putih yang tengah ia k...