Sebulan berlalu, disore yang tenang kini Renjun tengah duduk pada salah satu bangku taman sembari melihat-lihat sekeliling yang terdapat anak-anak kecil yang sedang bermain.
Semalam Sang Ibu mertuanya datang dan sempat melihat luka sayatan pada lengannya dan ia hanya menjawab itu karena terkena sesuatu, bukan hak serius.
Padahal itu luka yang sengaja ia buat, bahkan saat mengingat apa yang ia katakan semalam sebagai jawaban membuatnya terekekeh pelan.
"Ah ini, tidak apa-apa Bu... Hanya terkena sesuatu saja kok, ini hanya luka biasa saja tak serius... Tak apa"
Yah, itulah jawabannya semalam.
Memang tak aneh, tapi ia begitu merasa bersalah setelahnya.
Sejak kapan dirinya menjadi handal dalam hal berbohong? Mungkin saat sudah bersama dengan Guanlin.
Karena sebelum ia bersama dengan Guanlin, ia selalu gagal dalam hal bohong membohong, terlebih pada orang yang kini hanya tinggal nama dan kenangan saja yang membekas dihatinya.
Helaan napas kini terdengar, helaan napas yang seolah menyiratkan akan kelelahan.
Sakit sebenarnya, sakit jika harus mengingat segala perjuangannya selama ini yang mungkin, hanya dianggap angin lalu semata (?).
"Astaga!" Pekik Renjun kala ada yang tiba-tiba saja menepuk bahu kanannya.
"Maaf Nyonya maaf, tapi tujuan saya kesini untuk mengingatkan Anda untuk makan dulu Nyonya. Karena sedari siang Nyonya belum makan, takutnya akan terjadi sesuatu pada Anda kedepannya" Ujar Maid itu panjang lebar.
Renjun mengehela napanya, astaga! Ia kira apa barusan, bahkan jantungnya dibuat berdebar hanya karena tepukan tersebut.
Entahlah, kini ia merasa belakangan ia sensitif dengan sentuhan dan juga gerakan tangan orang lain yang melebihi bahu. Entahlah ada apa dengan dirinya ini, ia pun tak tahu.
Tapi entah setiap orang mengangkat tangannya untuk melakukan suatu, ia pasti sontak menunduk. Seolah ketakutan akan suatu hal yang entah ia tak mengerti sama sekali.
Renjun menggangguk kemudian berdiri dan berjalan mendahului Maid itu, disisi lain Renjun menikmati sore yang indah dengan udara sejuk itu, lain lagi dengan Maid tadi yang malah kesal terhadap dirinya sendiri.
Kenapa tadi tidak panggil dulu dari pada langsung menepuk bahu Nyonyanya itu begitu saja? Ah bodoooh. Pikirnya.
"Loh? Nyonya kenapa berhenti?" Tanya Maid itu saat melihat Renjuj tiba-tiba saja berhenti dengan pandangan yang berfokus pada satu titik.
Renjun berbalik menatap Maid itu dan berujar, "kau duluan saja, nanti aku akan menyusul"
"Tap-"
"Aku akan menyusul secepatnya, percaya padaku" Potong Renjun membuat Maid dihadapannya itu menggangguk kemudian pergi.
Setelah Maid itu pergi, Renjun kembali memfokuskan penglihatannya pada sosok Guanlin yang tengah bersama dengan seorang wanita tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.
Helaan napas terdengar, ia memilih acuh dan tak peduli akan itu semua. Akan lebih baik jika ia kembali kerumah tanpa membuat khawatir Maid yang tadi baru saja pergi itu.
Sembari terus melangkah, otaknya terus berpikir bahwa wanita itu pasti sosok yang selalu Guanlin ucapkan dengan kata 'kekasihnya' disetiap ada kesempatan.
Sehari berlalu, kini Renjun tengah bersiap untuk membeli sesuatu yang selalu ia gunakan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Sebelum pergi, ia menuliskan sesuatu pada selembar kertas sticky notes kemudian menempelkannya pada depan pintu kamarnya kemudian langsung pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup || GuanRen
Fanfiction"Akh!.. Maaf" Lirihnya setelah kepalanya teratuk cukup keras pada sudut meja yang ada diruangan dengan penerangan yang minim itu. Darah segar segera mengalir dari belakang kepalanya hingga leher, hingga sampai mengotori switer putih yang tengah ia k...