42. Apakah Akhir Dari Segalanya?

4.9K 393 28
                                    





Butiran putih dari langit itu perlahan turun, berhasil mendarat tepat dipipi seorang Huang Renjun yang sedari tadi hanya duduk diam pada salah satu kursi dibalkonnya dengan tatapan kosong.

Pemuda itu akhirnya berkedip, mendongak menatatap langit kemudian senyum dan mata yang mengisyaratkan sedikit kebahagiaan. Menggantikan tatapan kosong sebelumnya.

Manik rubah yang menyimpan segalanya itu terbinar, tangannya terangkat mencoba merasakaan saat butiran-butiran putih itu mendarat tepat pada telapak tangannya.

Senyum itu mengembang, menampilkan senyum yang terlihat tulus seolah tiada beban dan masalah dalam hidupnya.

Salju.

Akhirnya ia dapat melihat salju pertama untuk musim kali ini, tapi entah untuk salju terakhir.


















Renjun menyelimuti tubuhnya dengan sweater besarnya, hari demi hari semakin dingin dimusim kali ini. Dan juga selain itu, kini ia harus menutupi keadaan perutnya yang seiring bertambahnya waktu mulai membuncit.

Senyum manis itu ia ciptakan kemudian memberi isyarat semangat pada pantulan bayangannya sendiri pada cermin kemudian pergi.

Langkahnya ia percepat untuk menuruni tangga, menyapa beberapa ornag pekerja dibangunan besar itu kemudian segera bergegas pergi kedapur.

"Bibi" Panggilnya antusias saat melihat siapa yang kini ada didapur seorang diri.

"Eh Nyonya, selamat sore"

"Sore" Balasnya kemudian hanya diam berdiri disamping Bibi yang tengah mencuci beberapa sayuran.

"Nyonya kenapa?" Renjun menggeleng.

"Duduk saja, nanti basah" Gelengan kembali Bibi dapatkan.

Tuk

Bibi menaruh kentang terakhirnya kemudian menatap Renjun dengan senyuman kecil.

"Ya sudah kalau begitu, pasti mau sesuatukan?"

Senyum itu langsung tercipta diwajah manis seorang Huang Renjun. Tidak salah lagi, Bibi adalah orang yang paling peka diantara pekerja yang lain.

"Hehhe, tahu saja" Kekeh Renjun sembari menggaruk tengkuknya canggung.

"Memangnya mau apa? Bilang saja, nanti akan dibuatkan"

Renjun tertawa canggung, rasanya tidak enak jika ingin meminta sesuatu. "Eeem... Hanya sebuah cemilan, bisa?"











Pukul tujuh malam telah ditunjukkan oleh jam dinding yang ada didapur. Suasana begitu sunyi tidak seperti biasa, dan terlebih lagi hanya ada Renjun dan Bibi saja disana.

Renjun melirik jam dinding diujung sana. Sudah pukul tujuh malam dan Guanlin belum pulang.

"A-sebenarnya..." Renjun menoleh sembari

Renjun menoleh sembari terus mengunyah cemilan berkuahnya, menelannya setelah merasa cukup untuk dikunyah kemudian bertanya.

"Sebenarnya? Apa?"

"Ah saya tahu pasti Nyonya bertanya-tanya mengapa suasana hari ini begitu sunyi dan hanya ada kita berdua sedari tadi"

Manik rubah itu menelisik sekitar, bahkan sampai menoleh kekaca dibelakangnya yang memperlihatkan halaman belakang. Iya juga yah, ia baru sadar ternyata sedari tadi suasana sangatlah sunyi dan hanya ada mereka berdua. Renjun dna Bibi saja.

"Iya juga, kemana semuanya?"

"Sebagian dari kami telah pulang untuk libur sampai natal selesai nanti-"

Cukup || GuanRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang