Ceklek
Pemuda itu hanya menoleh, menatap sebentar siapa yang membuka pintu kamarnya kemudian kembali tertunduk lesu seperti semua.
"Guanlin-"
"Tinggalkan aku Bu, aku ingin sendirian"
Pegangan pada knop pintu itu terlepas, menatap sang putra satu-satunya dengan napas berat miliknya.
"Ini sudah dua pekan Lai, ayo perlahan lupakan... Lepaskan dia-"
"Apakah Ibu pikir semudah itu melupakan dirinya?" Sela Guanlin dengan tatapan tajam dari maniknya yang kini terlayangkan pada sang Ibu.
"Ibu juga sama Guan, Ibu belum bisa melupakan sahabat Ibu dan kini anaknya juga ikut menyusul Bundanya diatas sana... Ibu tahu bagaimana sakitnya Guan Ibu tahu-"
"Keluar"
Kepalan tangan dari Nyonya Lai kini mulai tercipta, mencoba menahan emosi yang kini memuncak sebisa mungkin.
"Ayolah Guan setidaknya sentuh mereka-"
"Keluar lah Bu"
"Ayo Guan kita pergi-"
"Keluar"
"Mereka membutuhkan mu Nak-"
"KUBILANG KELUAR!!!"
Tuk
Netra sendu miliknya itu kini tertuju lurus kedepan, tepat pada dua buah kotak dengan segala alat didalamnya.
Jam masih menunjukkan pukul 06.20, masih begitu pagi ketika ia menyentuh dinding kaca tebal nan dingin yang menjadi penghalang dengan gantungan papan bertuliskan 'Ruang Pediatrik'.
"Ah Tuan Lai, ayo masuk" Ajak seorang perawat yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
Mendengar ajakan itu Guanlin hanya mengangguk, mencoba mengatur napasnya dan kini melangkahkan kedua tungkainya dengan perasaan yang ia buat sekokoh mungkin.
Langkah demi langkah itu tercipta dengan lunglai, mengikuti segala persyaratan dari perawat itu. Mencuci tangan, menggunakan pakaian steril dan berbagai macam hal lainnya hingga sekarang ia berada tepat dihadapan dua buah kotak transparan.
"Hanya nama marga" Batinnya saat melihat nama yang tertera dari dua kotak itu hanyalah tertera marga miliknya.
Lai.
"Tuan Lai"
Guanlin menoleh, menatap dokter itu sejenak sebelum akhirnya pandangannya kini kembali tertuju pada sosok kecil dibalik plastik transparan itu.
"Bagaimana kondisinya?" Tanyanya tanpa menatap sang lawan bicara.
Tatapannya terus fokus, fokus pada sosok yang ada didalam kotak dengan penuh alat-alat itu disana.
"Masih rentan namun tidak serentan yang lain"
Wajah dengan kacamata itu semakin sendu, menatap nanar ke arah setiap alat bantu untuk menunjang kehidupan tersebut.
De Javu.
Ingatan itu kembali.
Ingatan buruk yang sayangnya pasti tak akan pernah ia lupakan.
Dalam pandangannya itu, kini ada dua nyawa titipan terlewat berharga dari orang yang tak kalah berharganya juga yang sayangnya ia lepaskan begitu saja dengan ringannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup || GuanRen
Fanfiction"Akh!.. Maaf" Lirihnya setelah kepalanya teratuk cukup keras pada sudut meja yang ada diruangan dengan penerangan yang minim itu. Darah segar segera mengalir dari belakang kepalanya hingga leher, hingga sampai mengotori switer putih yang tengah ia k...