Sekarang Guanlin merasa sedikit heran, ya... Walaupun hanya 'sedikit' kepada seorang lelaki manis yang berstatus sebegai istrinya itu.
Ekhem istri.
Pasalnya ketika ia baru saja duduk pada bangku meja makan, Renjun langsung bangkit dari kursinya meninggalkan makanan yang bahkan belum ia sentuh sedikitpun.
Tapi ia tak memikirkan lebih, lagi pula ia malah senang jika sesosok yang berstatus sebagai istrinya itu tak ada dihadapannya.
Bahkan beberapa Maid saja sampai kebingungan akan hal itu, tak biasa Nyonya mereka itu bertingkah seperti demikian. Pasti ada sesuatu yang terjadi dan tidak beres, pikir mereka.
Padahal yang Renjun sendiri rasakan, ia hanya ingin menenangkan diri terlebih dahulu tanpa ada sosok Guanlin didekatnya.
Wajah itu...
Mengingatkan padanya pada kejadian beberapa hari lalu, kejadian yang yah... Menurutnya cukup menggores luka hatinya menjadi semakin dalam, bahkan lebih dalam dari biasanya.
Lebih dalam dari pada saat Guanlin menyiksanya tanpa ampun dan keji.
Rasanya sungguh berbeda, entah bagaimana ia akan mendeskripsikan apa yang ia rasakan, karena dirinya sendiri tak paham dengan apa yang ia rasakan pada saat itu.
Dan bahkan masih terasa sampai saat ini.
Bahkan saat ini, saat sudah selesai menyelesaikan sarapannya. Guanlin hendak menghampiri Renjun yang terlihat tengah memilih-milih beberapa buku yang sepertinya hendak ia baca.
Namun ketika ia hendak menepuk bahu Renjun, pemuda manis itu sudah pergi terlebih dahulu sebelum tangan milik Guanlin bertengger pada bahunya.
Akhirnya, Guanlin menarik kembali tangannya kemudian mengikuti arah langkah Renjun melangkah.
Hingga ia sampai pada lorong yang sedikit memutar dan banyak dengan jendela-jendela yang ditembus dengan cahaya mentari.
Tungkainya terus berjalan, hingga akhirnya ia melihat Renjun yang duduk pada salah satu bingkai jendela sembari membaca salah satu buku yang ia bawa tadi.
Wajah yang diterpa mentari itu membuatnya sedikit terbuai, ah tidak. Mereka bersatu hanya karena sebuah perjodohan. Tidak lebih.
Ia kemudian mengambil sebuah kursi lipat yang tak jauh darinya dan kemudian duduk tepat disisi Renjun yang sepertinya tak peduli akan kedatangannya.
"Renjun" Panggilnya.
"Ya?" Balas Renjun tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang tengah ia baca saat ini.
"Kau tahu sudah berapa bulan dan berapa lama menikah?"
"Entahlah, aku juga tak mempedulikan hal itu" Jawab Renjun sedikit sarkas kelihatannya.
Guanlin sempat terdiam.
"Yang terpenting, aku tak ingin bersamamu hingga melewati batas kontrak pada kertas itu" Ujar Guanlin kemudian pergi.
Renjun berhenti membaca, dadanya terasa sakit tiba-tiba saat Guanlin menyelesaikan kalimatnya kemudian pergi.
Cairan bening itu kembali muncul pada pelupuk matanya, dirinya menangis hanya karena teringat akan kontrak itu.
Sakit.
Sakit sebenarnya jika harus mengingat akan kontrak itu kembali, ia tahu Guanlin ingin cepat-cepat untuk menceraikannya dan bersama dengan orang yang hatinya pilih.
Dan orang itu sudah ia pastikan, pasti wanita yang sore itu ia lihat pada tempo hari.
Mungkin nasib dan alur cerita hidupnya memang seperti ini. Selalu berjuang sendiri, tanpa mendapatkan balasan sama sekali dari orang yang dia perjuangkan selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup || GuanRen
Fanfiction"Akh!.. Maaf" Lirihnya setelah kepalanya teratuk cukup keras pada sudut meja yang ada diruangan dengan penerangan yang minim itu. Darah segar segera mengalir dari belakang kepalanya hingga leher, hingga sampai mengotori switer putih yang tengah ia k...