Tiga hari berlalu, kini Renjun berjalan pelan kearah Guanlin yang tengah duduk bersantai pada ruang tamu sembari membaca sebuah buku.
"Kau ingin apa?" Tanya Guanlin datar kemudian melanjutkan bacaannya kehalam selanjutnya.
Renjun sontak berhenti melangkah saat tepat beberapa langkah lagi ia berada tepat dibelakang Guanlin.
"A-aku ingin izin" Jawab Renjun takut.
"Kemana?"
"Mengunjungi Ayahku" Jawab Renjun lagi.
"Hmm"
Renjun mengerutkan keningnya, apakah gumaman itu bertanda ia diizinkan? Pikirnya.
"Bo-boleh?" Tanya Renjun memastikan.
Guanlin berbalik kebelakang yang sontak membuat Renjun menunduk takut, "Boleh, asal jangan pulang larut"
"I-iya terima kasih" Ujar Renjun berterima kasih.
"Kalau tidak kau akan tahu akibatnya" Batin Guanlin.
"Ya sudah sana pergi, waktu terus berjalan" Titah Guanlin.
Renjun menggangguk kemudian pergi kembali kekamarnya.
"Cih! Dasar benalu" Gumam Guanlin kemudian kembali membaca bukunya.
Renjun keluar dari taxi dihadapan sebuah rumah berlatai dua itu setelah membayar tarifnya, rumah bernuansa klasik dengan halaman yang cukup luas.
Renjun menghela napas kemudian membuka pagar, tiba-tiba saja ia tersenyum saat mengingat memori-memori yang pernah ia buat bersama seseorang.
Membuka pintu kaca bermotif itu kemudian memanggil seseorang, "Ayah!"
"Ayah Renjun pulang... Ayah?!" Panggilnya.
Tak ada sahutan, rumah sebesar itu mana mungkin tak ada yang menghuni.
"AYAH?!" Teriaknya.
Setelahnya terdengarlah sayup-sayup suara seseorang dari halam belakang, dengan segera Renjun langsung berlari kearah halaman belakang.
"Eh Ayah jangan!" Pekik Renjun kemudian mengambil gunting taman itu dari genggaman pria itu.
"Kenapa?" Tanya pria itu.
"Nanti Ayah lelah, biar Renjun saja yang melanjutkan. Ayah duduk saja disana" Ujar Renjun kemudian menunjuk sebuah kursi yang ada dibawah pohon.
Pria itu hanya dapat tersenyum dan menuruti apa kata sang anak.
Setengah jam berlalu, kini Renjun menghampiri pria itu setelah menaruh gunting taman tadi pada sebuah ruangan tak jauh dari sana.
Renjun berjongkok dihadapan pria itu, kemudian sedikit menggoyangkan lutut pria itu berniat membangunkannya.
"Mau makan? Ayo Renjun masakkan"
Disinilah Renjun sekarang, duduk dihadapan sang Ayah yang asik menyantap hasil masakannya.
"Enak?" Tanyanya.
"Enak, enak sekali... Masakan anak Ayah 'kan tak pernah gagal"
Renjun terkekeh mendengar jawaban dari Ayahnya itu, sifat Ayahnya itu selalu seperti itu, tak berubah.
Setelah lama saling diam, suasana tiba-tiba terasa canggung setelah Ayah menanyakan sesuatu yang Renjun saja tak tahu cara menjawabnya.
"Pucat, Renjun sakit? Dan juga kenapa Renjun jadi kurus? Renjun tak apa, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup || GuanRen
Fanfiction"Akh!.. Maaf" Lirihnya setelah kepalanya teratuk cukup keras pada sudut meja yang ada diruangan dengan penerangan yang minim itu. Darah segar segera mengalir dari belakang kepalanya hingga leher, hingga sampai mengotori switer putih yang tengah ia k...