43. Daffodil

3.7K 324 89
                                    


"Sudahlah bung jangan terus seperti ini, dia telah pergi... Lepaskan"

"Ikhlaskan dia, relakan Guan... Relakan"

"Aku tak bisa hiks... Aku tidak rela Hyun... Aku tidak bisa"

"Dia sudah tenang Lai, dia sudah tidak merasakan sakit lagi"

"Tidak Jun... Dia masih hidup!"

Joshua datang menghampiri, menepuk semua salah satu bahu kawannya terkecuali Guanlin kemudian memberi isyarat dengan anggukan.

"Ikhlaskan dia Lai, jangan terbelenggu dalam kegelapan tanpa arah" Ujar San kemudian pergi bersama yang lainnya.

Orang-orang kini telah pulang, meninggalkan dirinya sendiri dihadapan gundukan tanah yang masih basah.

Sedari tadi ia hanya diam, setengah jiwanya seakan telah pergi entah kemana. Orang yang dulu ia ikat dengan janji suci kini telah diambil oleh sang pencipta.

Air mata itu masih mengalir dari maniknya, dengan mata teduhnya ia kemudian berjongkok. Meletakkan bunga daffodil kuning dan kembali menangis dengan deras untuk kesekian kalinya.

Renjun kini telah pergi, meninggalkannya dengan beribu kenangan yang membekas dalam benak terdalam.

Renjun pergi, secepat itukah? Apakah tak ingin berlama-lama sedikit? Ada banyak orang yang menyayanginya disini.

Kenapa dia harus pergi?

"Ren maafkan aku maafkan aku-"























































































































"Huh..."

Pemuda itu terbangun dari tidurnya dengan napas yang memburu. Hanya mimpi. Lampu yang berwarnakan merah itu belum kunjung juga mati, menandakan orang yang telah tiada dalam mimpinya itu masih ada didalam sana.

Lampu itu tak kunjung berubah warna juga, ini sudah pukul tiga dini hari. Terlihat pada arlojinya, dan masih belum ada juga salah seorang pihak medis didalam yang menghampirinya.

Kabar. Ia kini hanya perlu kabar dari balik dua daun pintu yang belum kunjung juga terbuka sedari tadi.

Ia bangkit, berdiri dihadapan daun pintu dengan pikiran yang tidak tenang. Sakit, takut, khawatir, bahkan sampai kegugupan masih membelenggu dirinya seutuhnya.

Ia hanya takut, takut jika mimpi yang baru saja ia dapatkan itu menjalar keluar hingga kedunia nyata.

Atensinya tertarik saat mendengar suara kegaduhan dari dalam sana.

"Jantungnya berhenti Dok!"

"LAKUKAN YANG TERBAIK!!!"

Tes...

Buliran bening itu kembali menetes, ia sempat mendengar jika jantung Renjun berhenti dan ia jadi seolah merasakan hal yang sama. Jantungnya seolah berhenti berdetak selama beberapa detik hingga rasa sesak kembali membelenggu.

"Jangan mimpi itu jangan... Jangan tinggalkan aku Ren! Jangan tinggalkan aku" Ujarnya melirih diakhir.

Ia terus berjalan mondar-mandir pada koridor sepi yang hanya ada dirinya seorang, sampai akhirnya cahaya lampu yang berubah dan juga pintu yang sedari ia tunggu terbuka akhirnya terbuka juga.

Cukup || GuanRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang