"Bodoh... KENAPA BISA MELESET HAH?!"
Pria itu hanya dapat terdiam menerima bentakan itu.
"Intinya aku tak mau tahu ia harus mati secepatnya"
Renjun berlari dengan cepat memasuki pekarangan rumah setelah keluar dari sebuah taxi dan membayarnya.
Hujan sudah turun sedari tadi, dan maka dari itu lah pemicu mengapa Renjun berlari dengan sangat cepat saat ini.
Ia melihat jam tangannya,oh astaga ia tak menyangka urusan itu akan memakan banyak waktu dan berakhir membuatnya pulang hingga larut malam seperti ini.
Dengan tangan bergetar Renjun membuka pintu itu dengan sangat pelan, sembari berharap bahwa Guanlin tak ada dirumah dan masih ada dikantor miliknya.
Namun baru saja ia memasuki bangunan itu.
Zret
Dugh!
"Akh!"
Tanpa diduga, ternyata Guanlin ada dirumah dan langsung menarik serta mendorongnya dengan kencang kearah tembok dibelakangnya.
"Dari mana saja?"
Deg
Suara rendah nan dingin menusuk itu berhasil membuatnya seolah kehabisan napas.
"Sekarang lihat jam, coba lihat jam!"
Renjun mau tak mau harus menggangkat wajahnya dan melihat sebuah jam yang berada tak jauh dari mereka berdua.
"M-maaf" Cicit Renjun, ia akui memang ia yang salah dan selalu selalu begitu.
"Coba kutanya kau sekarang, dari mana saja? Dari mana saja hah?!"
"DARI MANA?!"
Melihat tangan itu siap untuk terarah padanya, Renjun menutup kedua matanya dengan rapat.
"Aku mengurus perusahaanku" Jawab Renjun cepat.
Tangan itu turun dengan perlahan setelah mendapatkan jawaban dari sosok mungil dihadapannya ini.
"Makan, kemudian bersihkan dirimu dan tidur, aku hanya tak ingin mendengar kabar dari para Maid besok jika kau sakit" Ujar Guanlin kemudian pergi meninggalkan Renjun yang kini berusaha untuk mengatur napasnya.
Renjun membuka matanya, tubuhnya merosot setelahnya. Ia pikir bahwa malam ini ia akan menerima luka baru, namun ternyata tidak.
Lalu apa tadi? Tak biasanya Guanlin menyuruhnya untuk makan atau apa lah itu, tapi tadi ia mendengar perintah yang sudah demikian.
Ada apa sebenarnya dengan Guanlin pada malam ini? Ditatapnya punggung tegap yang tengah menaiki tangga itu, apakah ia memang sedang tak nafsu untuk menciptakan luka baru ditubuhnya malam ini? Atau bagaimana?
Tapi cara bicara itu tak seperti biasanya, ingin rasanya Renjun memikirkan itu... Tapi ya sudahlah ia tak ingin berharap lebih.
Dan kini, berakhirlah Renjun duduk pada bangku meja makan dengan segelas coklat hangat dihadapannya.
Ia hanya ingin minum tak ingin makan. Entah karena apa, padahal jika dipikir lagi ia sekarang pasti akan lapar karena aktifitasnya yang cukup menguras tenaga walaupun sore tadi ia sempat makan walau sedikit.
Karena setelah pertemuannya dengan seseorang yang merupakan tangan kanan dari perusahaannya itu disebuah resto tadi, ia langsung saja pergi ke perusahaannya dengan tangan kanannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup || GuanRen
Fanfiction"Akh!.. Maaf" Lirihnya setelah kepalanya teratuk cukup keras pada sudut meja yang ada diruangan dengan penerangan yang minim itu. Darah segar segera mengalir dari belakang kepalanya hingga leher, hingga sampai mengotori switer putih yang tengah ia k...