51. Berita Terakhir

6.1K 284 28
                                    



Mata itu terpejam lama, mencoba mengendalikan emosinya dan mengambil napas panjang sebagai pereda.

Helaan napas panjang itu terdengar, mengangkat kepalanya yang semula tertunduk dan menatap lurus kedepan. Tepat pada cermin.

Memandangi pantulan dirinya yang kini telah rapih dengan setelan jas hitam dengan dua pita putih yang terikat pada lengan atas sebelah kirinya.

Ceklek

Ia menoleh kebelakang, menatap sang kekasih yang juga berpakaian sama dengannya yang kini mengangguk dengan pandangan lembut padanya seolah berkata semuanya sudah siap.

Dengan lesu akhirnya ia memakai kaos tangan putihnya, berdiri dan mengambil sebuah bingkai foto yang sedari tadi ada dihadapannya.

Foto dengan bingkai berwarna hitam.

Foto dengan kenangan terakhir yang tertinggal.

































Jas yang awalnya hendak ia kenakan itu kini ia pandangi, menatap dengan lamat dan mengusap dua pita putih yang terikat disana dengan pandangan kosong.

Tidak...

Ia berharap jika ia kembali dalam siklus mimpi lagi seperti tempo hari, tak peduli seberapa lapis mimpinya tapi ia ingin.

Ingin jika hal itu terjadi kembali untuk kesekian kalinya.

Diusapnya dua garis putih pada lengan jas hitam itu. Ia tak menyangka hal ini akan segera terjadi secepat itu, keputusannya menghancurkan segalanya.

Mata itu kembali berair untuk kesekian kalinya. Orang yang ia cintai kini telah pergi, kembali dalam pelukan sang Bunda yang selalu ia ucapnya disetiap sela rasa rindunya.

Ia begitu merindukan sosok wanita tersebut.

Air mata itu ia usap dengan kasar, menghela napas panjang guna meneguhkan hati dan pikiran sebelum akhirnya menggunakan jasnya.

Merapikan sedikit tata letak dari jasnya dan mematut bayangan dirinya sendiri selama beberapa saat sebelum akhirnya berjalan keluar dengan air mata yang berusaha ia bendung.

Ia tidak ingin orang-orang melihat air matanya, walaupun ia tahu semua pertahanannya ini pasti akan runtuh jua pada akhirnya.





































Diruangan yang sangat luas itu kini Jaemin berjalan lesu dengan sebuah foto dengan bingkai hitam yang ia peluk sedari tadi.

Air mata itu kembali luruh begitu ia mendongak dan melihat sebuah peti kayu dengan banyak karangan bunga didepan sana.

Bahu yang bergetar itu diraih oleh sang Ayah, merangkul dan mengusapnya halus mencoba memberi sedikit ketenangan.

Ayah memang tidak menangis, namun mata sembab dan merah itu tidak bisa menutupi apa yang telah terlihat.

Kini keduanya tiba didepan peti itu, dengan segenap hati Ayah menarik bahu si bungsu agar menghadap kearahnya.

"Jangan menangis... Kuat, kita harus kuat Nak. Hanya sisa kamu, yang Ayah punya hanya dirimu... Hanya kamu"

"Mereka berdua pergi Ayah... Hiks... Mereka meninggalkan kita"

"Hey lihat Ayah"

Jaemin mendongak, menatap lurus pada netra sang Ayah yang akhirnya sudah tak kuasa menahan air matanya sendiri juga.

Cukup || GuanRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang