Bismillah
POCONG ITU BAPAKKU
#part 18
#R.D.Lestari.
"Jangan lupa amplop putih dan rokok,"
"Amplop putih? isinya?"
"Ya, duit!"
"Berapa, Mbah?"
"Terserah!"
"Untuk siapa, Mbah?"
"Ya untuk Mbah! dasar guooblokk!"
Farhan manggut-manggut, ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Malu. Karena rasa takutnya, otaknya jadi lemot.
Ya, tentu saja, Mbah Tiran butuh uang capek. Ia merutuki kebodohannya bertanya tentang hal yang sudah lumrah.
"Ba--baik, Mbah, kalau begitu saya pamit," ucap Farhan takut-takut.
"Yoh, jangan lupa, besok datang bawa sajen. Mbah tunggu jam lima sore, kita kumpul di sini sebelum ke kuburan," kali ini Mbah Tiran tampak lebih ramah.
Namun, tidak bagi Farhan. Sifat penakutnya kembali membuatnya ragu. Ia berdiri dengan kaki gemetaran.
'Kuburan?'
***
Farhan hilir mudik di rumahnya, pikirannya semrawut, memikirkan nasibnya nanti malam yang harus minta maaf langsung dengan arwah Mulyono yang berbentuk pocong.
Jangankan berada di tempat, membayangkan saja membuat tubuhnya menggigil karena takut.
"Mas, sajen yang diminta Mbah sudah Adek siapin, ya. Mas nanti tinggal bawa," ucap Dini, istrinya, saat melihat suaminya yang tampak bingung dan gusar.
"Dek, Mas takut," ucap Farhan memelas.
Dini memperhatikan suaminya dengan seksama. Ia lalu mendekat dan menepuk pundak suaminya pelan.
"Cuma sehari ini aja, Mas. Ingat kata Mbah, besok-besok kita ga bakal di temui almarhum lagi," Dini berusaha meyakinkan suaminya.
Keberanian itu terbit begitu saja dalam diri Farhan. "Kan Mas ga sendiri, ada beberapa orang kata Mas yang juga ikut, jadi, Mas ga perlu takut,"
Farhan manggut-manggut. 'Bener juga kata Istriku ini, aku ga perlu takut!' batinnya.
"Ya, udah, Mas siap-siap. Udah jam empat sore, kalau bisa jangan terlambat. Kesempatan ga datang dua kali,"
"Siap, Dek!"
***
Sore itu, Farhan kembali datang ke gubuk Mbah Tiran dengan membawa senampan sesajen yang diminta.
Tidak seperti hari kemarin, hari ini Farhan lebih berani dengan langkah tegas dan pasti. Ia malah begitu bersemangat untuk segera menyelesaikan ritual.
Tenyata, beberapa orang sudah datang dan duduk mengelilingi Mbah Tiran di tengah-tengah ruangan.
Di belakang Mbah Tiran, duduk bersimpuh lima orang lelaki dewasa dengan memakai pakaian serba hitam.
Raut wajah mereka tampak sangat dan tegas. Farhan di persilakan duduk dan ikut dalam ritual sebelum berangkat ke tempat ritual berikutnya.
"Sebelum kita berangkat, Mbah peringatkan. Ini bukan pesugihan! ini adalah sebuah permintaan maaf pada orang yang punya dendam kesumat!"
"Ingat! dia tak main-main! sudah tiga korban meninggal karena ulahnya,"
"Dan, untuk kalian ketahui, Dia sangat kuat. Apalagi saat ia meninggal, sempat dilangkahi kucing hitam yang membuat ia bangkit dari kubur dan menuntut balas pada kalian semua,"