part 25

8.9K 586 26
                                    

Bismillah

              Pocong Itu Bapakku

#part 25

#by: R.D.Lestari.

Sekitar pukul sepuluh malam, suasana amat sepi. Cipto yang saat itu suntuk, memilih untuk duduk di ruang depan.

Beberapa kali ia mendesah. Rasa bersalah kian menusuk batinnya. Terlebih, berulang kali ia mendengar desas-desus teror pocong yang tiap hari berhembus kencang.

Ingin rasanya minta maaf pada keluarga korban, tapi ... nyalinya belum cukup besar untuk bertemu dan meminta maaf, terlebih ia juga tak pernah ditemui sosok pocong lagi.

Namun, berbeda dengan malam ini. Suasana yang teramat sepi membuat batin Cipto bertanya-tanya, ditambah udara dingin tanpa hujan yang menusuk hingga tulang.

Cipto menyesap rokok Sampurna miliknya. Menatap ke arah jendela. Kuduknya terasa meremang.

Mata tuanya mulai mengawasi jalan. Seperti ada sosok yang datang, melangkah ke arah rumahnya.

Sosok memakai blankon dengan tubuh sedikit membungkuk itu selalu menunduk.

Cipto beranjak dari duduknya, merasa mengenal sosok itu yang tak lain adalah Mbah Tiran.

Ia mendekat ke arah pintu dan hendak menekan knopnya. Baru saja tangannya akan menyentuh, tiba-tiba ...

"Papa mau ngapain?" istrinya tiba-tiba muncul dari dalam kamar. Cipto terperanjat dan menoleh ke arah istrinya.

"Itu, Ma, ada Mbah Tiran di luar," jawab Cipto polos.

Wajah istrinya berubah. Seketika ia menyuruh Cipto menjauhi pintu.

"Papa ga tau, ya? oiya, Papa kan dua hari nginep tempat Emak untuk nenangi diri, Mama juga lupa kasih tau, Pa,"

"Apa, Ma?"

"Mbah Tiran sudah meninggal, Pa. Beberapa hari yang lalu. Jadi, ga mungkin itu Mbah Tiran,"

Degh!

Rasanya nyawa Cipto melayang saat itu juga. Jelas-jelas tadi yang ia lihat adalah Mbah Tiran.

Perlahan, Cipto menggeser tubuhnya ke arah jendela. Ia ingin mengintip dalam, siapa sebenarnya yang berada di luar.

Meski rasa takut menyelimuti dirinya, tapi rasa penasaran menepis  takut yang ia rasa.

Dan saat wajahnya menempel di kaca, ia melihat...

Kosong! tak ada siapa-siapa di depan rumahnya. Cipto mundur beberapa langkah. Dadanya berdegup kencang. Jelas-jelas ia tidak bermimpi! Mbah Tiran tadi nyata adanya!

"Sudahlah, Pa. Tidur sana. Mama mau ke toilet dulu," suruh istrinya.

Cipto yang merasa tubuhnya bagai kehilangan tenaga, memilih menuruti istrinya. Ia melangkah gontai menuju kamar.

Ia langsung berbaring dan menutup matanya. Entah kapan ia terlelap, lelaki berambut hitam sedikit beruban itu menggeser tubuh dan membalikkan tubuhnya.

Dingin menyergap tubuhnya. Ia memeluk guling yang ada disampingnya.

Dalam keadaan antara sadar atau masih berada di alam mimpi, Cipto merasakan keanehan pada guling yang ia peluk.

Terasa kaku dan keras. Hidungnya pun mengendus bau bangkai yang teramat sangat bercampur dengan bau gosong dan anyir darah.

Merasa ada sesuatu yang aneh, apalagi saat terasa sesuatu yang menggeliat ditangannya, Cipto terpaksa membuka matanya.

Matanya mengerjap seolah tak percaya apa yang sedang dilihatnya saat ini. Berharap itu hanya mimpi.

Namun, sebanyak apa pun matanya mengedip, tetap saja sosok di hadapannya itu tak hilang.

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang