part 11

10.9K 657 29
                                    

Bismillah

      
              Pocong Itu Bapakku

#part 11

#by: R.D.Lestari.

Andri menarik tangan Handoyo saat matanya tak sengaja menangkap bayangan putih berkelebat terbang di balik rimbunan pepohonan.

Mulutnya komat-kamit mengucap doa. Berharap agar ia selamat sampai rumah.

Beruntung, mereka sampai di rumah dengan selamat tanpa kurang satu apa pun.

Tergopoh-gopoh menyuruh Bu Bidan masuk. Dari luar sudah terdengar suara teriakan meringis menahan sakit.

Bu Bidan bergegas masuk dan menemui istri Andri yang memang sudah menahan sakitnya sedari tadi.

Sedang Handoyo dan istrinya menunggu di ruang tamu. Ia tak henti menatap ke arah rumpunan bambu yang ada di seberang rumah adiknya.

Entah kenapa, matanya seolah susah berpaling ke arah lainnya seolah ada magnet yang menariknya ke sana.

"Pak ... Ibu mau BAB, Pak, anterin ke WC di kolam lele belakang, Pak," pinta istrinya setengah memohon.

Handoyo menghela napas. Ada rasa takut yang teramat sangat. Apalagi ia sempat melihat sosok pocong yang setengah wajahnya gosong dan berbelatung.

"Bu ... ga bisa di tahan? Bapak takut keluar rumah," rengek Handoyo yang membuat kening istri nya berkerut.

"Pak ... ini dah sesak banget, loh. Lagian mitos aja lah ada pocong itu. Yakin, kalau kita ga ada salah sama tu pocong , ga mungkin dia ganggu kita,"

Handoyo meneguk saliva dengan susah payah. Selama ini ia bisa berlindung dari kebohongannya.

Ia berulang kali meyakinkan istrinya jika ia sama sekali tidak terlibat dalam pengeroyokan begal tempo hari.

"Ayo, Pak ... anterin Ibu. Entar keluar di sini, berabe,"

Handoyo mendesah. Setengah tak ikhlas ia beranjak dari duduknya dan dengan berat langkah ia mengikuti istrinya ke kolam belakang rumah.

Suasana belakang rumah Andri cukup menyeramkan. Masih banyak pohon karet dan juga semak yang cukup tinggi. Pohon pisang pun berjejer menciptakan kesan angker.

Apalagi lampu penerangan hanya lima watt dan itu berada di WC di atas kolam.

Takut-takut, Handoyo mensejajari langkah istrinya.

"Pak, tunggu di sini. Ibu masuk dulu," titah istrinya saat mereka sampai di depan pintu WC.

Handoyo mengangguk pelan. "Jangan lama-lama, Bu," pesannya. Ada rasa was-was dari nada bicaranya.

Saat istri nya di dalam. Handoyo mulai resah. Angin malam berhembus cukup kencang, menimbulkan suara gemerisik daun yang bertumburan.

Kepalanya mulai bergerak ke kiri dan kanan. Celingukan seperti mencari sesuatu.

Srek-srekkk!

Handoyo terkesiap saat rungunya mendengar suara langkah kaki orang.
Matanya mulai menyusuri setiap tempat, tapi tak ada tanda-tanda orang mendekat.

Perasaannya semakin tak karuan. Ia mendekap tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya. Dingin yang menusuk membuatnya tubuhnya menggigil.

Seketika pikirannya melayang ke tragedi berdarah yang terjadi beberapa hari yang lalu. Ia ikut menendang paha begal yang sudah memohon ampun sebanyak tiga kali.

Sesal kian terasa. Andai saja malam itu ia tak terbawa emosi dan ikut-ikutan, mungkin ia tak akan merasakan ketakutan dan teror yang menghantui dirinya setiap hari.

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang