#part 61
#R.D.Lestari.
Pak Kyai menghela napas dalam. Ia menatap nanar ke arah luar. Sebenarnya Ia hanya ingin menolong Sudiro, mengingat nyawa Sudiro kini berada di ujung tanduk. Banyak makhluk di luar sana yang mengincar nyawanya.
"Tunggulah, nanti Bapak akan tau kenapa Saya mengurung Bapak di rumah ini," desisnya seraya berlalu pergi ke arah kamarnya.
Sudiro hanya mampu menatap nanar kepergian Pak Kyai. Ia mengelus dada, berusaha sabar. Padahal banyak sekali yang ingin Ia tanyakan saat ini.
Kenapa Ia dikurung dan tak di boleh kan untuk keluar dari gubuk tua ini, padahal Ia merasa baik-baik saja dan tak merasakan sakit apa-apa.
Dengan langkah gontai, Sudiro pun melangkah kedalam kamarnya setelah makan. Kyai membawa satu takir ( wadah untuk makanan yang biasa di bawa pulang setelah tahlilan) untuknya.
Takir yang berisi tempe orak-arik ( tempe sambal yang dipotong kecil-kecil bercampur teri dan potongan kelapa), bihun goreng dan ayam semur serta nasi itu sengaja di berikan untuknya.
Sementara Kyai bilang tadi sudah makan di tempat. Saat Sudiro bertanya siapa yang meninggal, Pak Kyai hanya diam, enggan untuk menjawab.
Sudiro duduk termenung di dalam bilik dan menatap ke layar ponsel miliknya.
Sejak tadi tak ada seorang pun yang menelpon dirinya. Anak dan istrinya seolah acuh padanya.
Tak kuat memendam rasa kangen, merasa seperti orang terbuang, Sudiro akhirnya memutuskan untuk menelpon duluan.
Menepis rasa angkuh yang selama ini mendominasi dirinya. Ia meraih be da pipih itu dan jarinya menggulir aplikasi.
Ia lalu meletakkan ponsel dekat di telinganya dan menunggu tersambungnya telpon.
Tut...tut...tut!
Tak tersambung. Dengan kesal bercampur gusar, Ia kembali menekan aplikasi berwarna hijau itu.
Tut... tut...tut!
Srekk...srekk!
Lama Ia menelpon, hanya terdengar suara berisik di ujung sana. Sudiro mengernyitkan dahinya, apa yang terjadi di sana?
"Su ... diro! ikut Aku ...!"
Tanpa sadar Sudiro melempar begitu saja ponselnya ke sembarang arah, hingga layarnya pecah terhempas ke lantai semen.
Tubuh Sudiro bergetar. Suara parau yang barusan Ia dengar bukan lagi suara istri atau anaknya. Siapa yang barusan menyambut telponnya? apakah itu selingkuhan istrinya? tapi kenapa begitu menakutkan?
Tok...tok...tok!
Suara pintu di ketuk menghenyakkan Sudiro yang saat itu masih dalam lamunan.
Ia mempertajam indra pendengarannya. Menyisir sekitar. Tak ada yang mencurigakan. Apakah mungkin itu hanya khayalannya saja?
Tok...tok ...tok!
Kembali tersadar. Ini bukan mimpi atau khayalannya saja, benar terjadi dan itu nyata.
Sudiro yang penasaran lantas bangkit dari sisi ranjang dan melangkah ke arah luar.
Tak ada Pak Kyai di sana. Hanya ada diri nya seorang. Ia terpaku di ambang pintu kamarnya. Suara ketukan itu semakin intens. Apalagi di luar terasa hening dan hanya terdengar hembusan angin dan gemerisik dedaunan.
Menepis segala rasa takut yang menderanya, Sudiro melangkah perlahan ke arah pintu.
Ia beralih ke arah jendela dan mengintip disela horden tua yang sudah bolong dibeberapa tempat.