part 40

5.1K 363 2
                                    

Bismillah

              Pocong Itu Bapakku

#part 40

#R.D.Lestari

Karno tak jua siuman. Hanya terdengar suara deru napasnya dan dada yang naik turun, pertanda ada kehidupan di sana.

Istri Karno, Sintia, tak henti mengusap kepala Karno. Matanya mulai memanas, memikirkan kondisi suaminya yang masih tak sadar.

Bulir bening berjatuhan satu-satu. Suara isakan terdengar lirih dari bibir pucatnya yang membuat kedua orang tuanya ikut merasakan kesedihan yang sama.

"Sintia... sabar, Nak. Doakan suamimu baik-baik saja," ibunya menepuk pelan bahu anaknya untuk menguatkan.

Sintia mengangguk dan menyeka pipinya yang basah. Pak RT hanya menatap sekilas.

Degup jantungnya sudah kembali normal. Ia berusaha fokus dan mengendarai mobil dengan secepat mungkin.

Bugh!

Mobil terguncang dan napas semua orang seolah berhenti seketika. Sesuatu terasa jatuh di atas kap mobil.

Ckitt!

Mobil mengerem mendadak. Wajah Pak RT berubah pucat. Perasaannya  tak enak. Benda apa yang kiranya jatuh dengan bobot yang  berat hingga membuat mobil sampai terguncang?

Takut-takut Pak RT menoleh ke arah bangku belakang, di mana Sintia dan orang tuanya duduk.

Mereka saling berpandangan dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Ada apa, Pak RT?" tanya ibunya Sintia saat mobil berhenti mendadak.

"Apa Ibu tidak merasakan guncangan?"

"Iya, Pak, saya merasakannya,"

"Saya juga," timpal bapaknya Sintia.

"Apa ya, kira-kira?" tanya wanita paruh baya itu.

"Kok sepertinya berat ya, Pak?" bapak nya Sintia ikut berkomentar.

Yang lain manggut-manggut mengiyakan, tapi berbeda dengan Pak RT. Ia nampak mengernyitkan dahinya.

"Biar Saya cek," dengan jerami Pak RT berniat membuka pintu mobil, tapi langsung di cegah ibunya Sintia.

"Bapak yakin? apa tidak sebaiknya kita lanjutan perjalanan saja?"

Pak RT yang sudah siap membuka pintu sontak mengurungkan niatnya.
Yang penting mobilnya dalam keadaan baik, 'kan?

'Betul kata Ibu ini, bagaimana jika diluar itu makhluk yang ditakuti selama ini?' batin Pak RT.

Mobil Pak RT kembali melaju membelah kesunyian malam. Di tengah perjalanan, tanpa sengaja ekor mata Sintia menangkap kelebat kain putih melesat diantara rimbunnya pepohonan.

Degup jantung seketika tak beraturan. Menahan napas saat pemandangan mengerikan itu tiba-tiba tertangkap dengan matanya.

'Apa itu barusan? sekilas mirip ... pocong!'

Sintia bergidik ngeri dan menatap ke arah suaminya yang masih tak bergeming.

Keluar dari kampung itu, suasana tak semenyeramkan tadi. Perlahan, Sintia mulai berani mengangkat wajahnya dan menatap ke arah jalan.

Entah kenapa, hawa yang tadi begitu dingin dan mencekam, mendadak tenang.

Kampung itu sekarang seperti kampung terkutuk dan penuh misteri.

"Kampung kita benar-benar menyeramkan Pak RT," desis Sintia memecah keheningan.

Pak RT seketika meneguk saliva susah payah. Ingatan tentang makhluk itu kembali terlintas begitu saja.

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang