Bismillah
Pocong Itu Bapakku
#part 55
#R.D.Lestari.
"Ingat, kata Pak Sudiro. Kita hanya di suruh menyekap wanita itu. Bukan untuk membunuh ataupun berbuat yang lainnya. Nanti kita ga dibayar," laki-laki berkumis lebat itu menyesap rokoknya di bawah pohon rambutan depan warung.
"Pelankan suaramu Parto. Dinding pun punya telinga," bisik temannya seraya meraih sepotong pisang goreng dengan lirikan matanya.
"Ya-ya-ya, Aku lupa kalau kita sekarang berada di tempat ramai," orang yang bernama Parto itu manggut-manggut. Ia lalu menoleh ke arah warung, di mana Ia melihat si pemilik warung sedang asik bermain dengan ponselnya. Seketika Ia bernapas lega.
"Kita mlipir ke area sawah. Sebentar," ajaknya.
"Sudahlah, di sini saja. Kopiku masih banyak," tolak laki-laki bertubuh kurus yang sedang bermain game di ponselnya.
Sesekali si pemilik warung curi-curi pandang. Ia merasakan ada hal yang mencurigakan pada sekelompok laki-laki yang sedang menikmati hidangan yang Ia jual di bawah pohon tak jauh darinya.
Namun, sama sekali tak mendengar percakapan mereka. Ia pun hanya bisa menajamkan indra pendengarannya.
Was-was. Empat pemuda bertampang sangar itu pasti ingin berbuat jahat padanya. Itulah yang ada di pikiran si pemilik warung.
Sedangkan keempat orang itu masih berbisik-bisik menyusun strategi. Keputusan akhir di dapat. Mereka akhirnya pergi dari warung satu persatu, membuat dua kubu.
Dua orang memantau di dekat Toko, sementara dua orang menunggu di jalan sepi, jalan yang sering di lewati Indah.
["To, target sudah keluar dari Toko. Aku dan Pendi menyusul. Jangan sampai menaruh curiga,"] perintah temannya dari ujung telepon.
Parto tersenyum lebar. Ia lalu mematikan telpon dan menyuruh temannya, beranjak dari tempat mereka dan bersembunyi di balik rerimbunan pohon.
Suasana kala itu sepi. Seolah mendukung aksi jahat yang akan segera mereka lakukan.
Benar saja, tak lama lewat seorang gadis dengan langkah tergesa. Mereka mencocokkan gadis itu dengan target di ponsel. Wajah yang sama. Mereka tak salah sasaran.
Saat target lengah, dua temannya yang mengikuti dari kejauhan akhirnya bertemu dengan Parto yang saat itu sudah berada di sisi jalan bersama temannya yang lain.
Mereka akhirnya mengikuti gadis yang tak lain adalah Indah. Disaat jalanan sangat sepi, dan gadis itu merasa curiga, Parto dan kawan-kawan langsung melakukan aksi mereka.
Indah yang tak sempat menghindar langsung di bekap dan di bawa menuju gubuk kayu di tengah semak, tak jauh daei sawah dan ladang warga.
Mereka melewati jalan itu melewati semak hingga tak ada satu warga pun yang melihat.
Tubuh Indah yang sudah lemas mereka ikat dan letakkan begitu saja di dalam rumah.
"Ni cewek cakep juga. Sayang kalau dibiarin begitu aja. Mulus lagi," ucap Parto saat melihat sekilas tubuh Indah yang bajunya tersingkap ke atas, hingga kulit putihnya terlihat.
"Hust, jangan Kamu sentuh. Nanti kita ga dapet duit dari Bos Sudiro," sentak temannya saat Parto hendak mendekati Indah.
"Dikit doang, Man," Parto menepis tangan Diman dan tetap keukeuh mendekat ketubuh Indah yang tak berdaya.
Saat tangan Diman akan menyentuh tubuh Indah, tiba-tiba ...
Brakkkk!
Angin kencang tiba-tiba menghantam pintu hingga pintu itu terbuka dengan keras.
Suara Azan magrib terdengar di kejauhan. Empat orang laki-laki itu mendadak mematung. Angin yang kencang disertai gerimis di luar gubuk membuat mereka beringsut dan merapatkan tubuh.
"Kok tiba-tiba hujan gerimis, yo? perasaan tadi cuaca cerah," bisik Diman. Ia menyentuh tengkuknya yang meremang .
"Perasaanku tiba-tiba ga enak, Man," Pendi melirik ke arah Diman.
Diman mengangguk setuju, sedang Parto masih saja menatap tubuh Resti yang tergeletak tak berdaya.
Kembali, tangan Parto ingin menyentuh tubuh Resti, tapi ...
"Jangan berani Kau sentuh anakku!" lengkingan suara terdengar menggelegar di luar sana.
Seketika Parto menarik tangannya dan semua mata tertuju pada pintu. Kosong. Tak ada sesuatu apapun di luar sana.
Mereka saling pandang dan mengedikkan bahu, tapi saat mereka menatap Parto yang berdiri paling ujung, sontak mata ketiga temannya membelalak.
Bau bangkai seketika menguar di ruangan. Begitu menyengat dan membuat perut seperti di putar-putar.
Makhluk putih dengan kepala yang diikat dan kain kafan lusuh penuh lumpur berdiri di balik tubuh Parto.
Dari mata bolong dan mulutnya yang ternganga keluar binatang-binatang berbisa merambat keluar.
Ketiga temannya serta merta berlari meninggalkan Parto. Parto menatap heran kepergian temannya yang ketakutan.
"Hah, dasar penakut!" cibirnya.
Ia sama sekali tak menyadari kehadiran makhluk menyeramkan itu di belakang tubuhnya.
"Bau apa ini? kek bau bangke! apa bau ketek, ya!"
Parto mengangkat kedua tangannya dan mengendus.
"Ah, enggak. Masem doang," Ia masih bermonolog.
Tiba-tiba, Parto merasakan ada yang menggerayangi kepalanya. Awalnya terasa geli, lama-lama perih, seperti menusuk-nusuk kulit kepalanya.
"Aww! apa ini!"
Tangan Parto terangkat ke atas dan mulai bergerak mencari.
Pluk!
Matanya terbelalak saat melihat binatang yang tadi merayap di kepala nya jatuh ke tabah.
Meski remang, masih terlihat jelas makhluk melata berkaki banyak yang kini merayap ke arahnya.
Baru saja Parto hendak menghindar, satu persatu binatang itu jatuh dari atas mengenai kepala dan tubuhnya.
Pluk-pluk!
Tangan Parto mengibas-ngibas, menghindari binatang berkaki banyak yang biasa disebut kelabang itu.
Beberapa kali Ia tergigit. Tanpa sadar Ia membalikkan tubuhnya dan ....
Melihat mahluk yang kini berdiri dengan tubuh mengawang di atasnya.
Tubuh Parto gemetar hebat. Ia ingin berlari, tapi tubuhnya menjadi kaku seperti patung.Mulutnya pun tak dapat di gerakkan. Menganga dan hanya bisa pasrah saat makhluk-makhluk berkaki banyak itu masuk ke mulutnya, jatuh dari mulut pocong yang saat ini wajahnya hanya beberapa senti dari nya.
Mata Parto melotot, menahan sakit saat binatang itu merobek kerongkongannya dan isi perut Parto secara membabi-buta.
Menyeramkan!
Binatang-binatang itu dengan brutal mencabik dan memakan isi dalam hingga pemuda itu ambruk dan tewas dalam hitungan menit. Setelah puas, binatang kecil itu merobek kulit hingga tercipta lubang-lubang disekujur tubuhnya.
Tubuh tak bergerak itu di seret keluar dan terlempar begitu saja di atas rumput-rumput gajah.
Teman-teman Parto yang lain juga mengalami hal yang sama dengannya. Begitu keluar dari gubuk, tubuh mereka membeku dan kelabang-kelabang yang entah dari mana datangnya itu mengerubungi tubuh dan mencabik-cabik hingga mereka meregang nyawa dalam keadaan mengenaskan.
Tubuh-tubuh tanpa nyawa itu tergeletak begitu saja di bawah langit malam yang begitu terang.
Angin kencang hilang dan gerimis pun berhenti seketika. Tak ada jerit tangis kesakitan. Hanya sunyi yang di balut kabut misteri.
Sosok putih itu perlahan membentuk tubuh seseorang, menyerupai Kartini. Ibunya Indah, Ia lalu masuk kedalam gubuk dan ...