part 10

11.1K 686 54
                                    

Bismillah


#part 10

#by: R.D.Lestari.

"Pak, orang tadi kemana? cepet banget hilangnya," Ratni menarik ujung kaos suaminya.

Kasim celingukan. Sama seperti Ratni, ia pun heran.

"Jangan-jangan hantu, Pak!" wajah Ratni berubah pias.

Tanpa aba-aba, Kasim menarik laci tempat uang yang ia dapat dari orang tadi, dan ternyata uang di dalam laci itu tetap utuh.

"Alhamdulillah, Bu. Uangnya masih utuh," Kasim bernapas lega seraya mengelus dadanya pelan.

"Ya ampun, Pak... kita dah suudzon," Bu Ratni mendesah pelan.

Pak Kasim mengangguk pelan. Beruntunglah mereka meski malam itu sepi pelanggan, uang yang mereka dapat melebihi dari penjualan dua puluh porsi sate.

Mereka kembali menunggu pembeli sementara sosok putih pucat dengan sebagian wajah gosong itu melesat terbang menuju rumahnya.

***

Semenjak kematian tiga orang warga kampung, kampung di mana Mulyono terbantai mendadak sepi jika malam menjelang.

Tak ada seorang pun warga yang berani keluar rumah. Kampung itu mendadak jadi kampung mati.

Sepi, tak ada sedikitpun kegiatan orang-orang di luar. Mereka di cekam ketakutan karena sosok pocong yang terlihat berseliweran di sembarang tempat.

Di sebagian rumah pun mengalami hal di luar nalar. Uang yang mereka simpan mendadak hilang tanpa bekas.

Kampung itu mendadak mencekam jika malam dan ramai seperti pasar kala matahari mulai terbit hingga terbenam.

Banyak pula yang memilih pindah karena tak kuat dengan teror pocong yang tiba-tiba terlihat.

Seperti malam ini, Andri, pemuda berumur 20an tahun itu terpaksa keluar rumah karena istrinya akan melahirkan.

Dengan perasaan bimbang, Andri berusaha melawan rasa takutnya demi untuk keselamatan istrinya tercinta.

Ia meminta Handoyo, kakak iparnya untuk turut serta mengantarnya sampai ke rumah Bidan.

Awalnya Handoyo menolak keras. Ia sesungguhnya amat takut karena ia merasa turut andil dalam pengeroyokan begal tempo hari.

Berbeda dengan Andri yang saat itu masih bekerja di luar kota, dan tak tau kejadian. Informasi pun ia dapat saat ia sampai di rumah karena kontraknya usai.

Namun, karena kasihan pada jiwa Sang Adik, Handoyo akhirnya mau ikut serta keluar rumah bersama Andri, iparnya.

Dua orang lelaki itu akhirnya keluar rumah beriringan memakai dua motor yang berbeda. Menyusuri jalan sepi dan temaram lampu yang menerangi.

"Ndri, jangan ngebut-ngebut, Mas takut," pinta Handoyo saat motor mereka beriringan.

Andri hanya menoleh sekilas, tanpa mengurangi laju kendaraannya.

"Lebih takut lagi kalau tu pocong ngikutin kita, Mas," sahutnya.

Tak menghiraukan Kakak iparnya, Andri malah menarik gas lebih kencang, hingga motor melaju lebih cepat.

Handoyo yang berusia sepuluh tahun lebih tua dari Andri merasa kesulitan untuk mengimbangi laju motor adik iparnya itu.

Ia pun merasakan motornya terasa lebih berat, seolah ada yang sedang duduk di belakangnya.

Motor beberapa kali oleng karena Handoyo tak mampu mengimbangi. Boncengan belakang terlalu berat. Di dera rasa penasaran yang teramat sangat, Handoyo memindai pandangannya ke arah spion motor dan napasnya seketika sesak. Motor oleng dan ...

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang