Bismillah
POCONG ITU BAPAKKU
#part 21
#R.D.Lestari.
Dalam sekejap rumah Mbah Tiran menjadi ramai. Para pelayat berdatangan.
Bukan cuma sibuk mengurusi jenasah, sebagian orang malah bertambah resah. Berbisik-bisik prihal kematian Mbah Tiran yang dalam keadaan musyrik.
Mereka takut, jika akhir cerita Mbah Tiran yang berprofesi sebagai dukun itu bakal menjadikan kampung mereka menjadi lebih horor dari sebelumnya.
Apalagi, saat akan di kafani, mata Mbah Tiran tak bisa di tutup. Mata itu melotot, membuat takut orang-orang yang membantu prosesi pemakaman Mbah Tiran.
Ditambah keranda mayat yang terasa berat saat diangkat, juga lubang kubur yang berbau bangkai serta mengeluarkan air yang terus- menerus.
Mbah Tiran terpaksa di kuburkan dalam kondisi mayat yang ditenggelamkan di air yang bau dan kotor.
Warga tak mampu bernapas lega. Kampung yang mereka tinggali semakin horor terasa.
Begitupun Farhan. Lelaki itu tak mampu memejamkan matanya. Mengingat baru saja tadi malam ia bertemu dengan Mbah Tiran, tapi pagi tadi ia mendapat kabar Mbah Tiran meninggal dalam kondisi tak wajar.
"Mas, sudah jangan dipikirin. Mbah Tiran sudah waktunya pulang. Sekarang Mas harusnya lega, karena sudah minta maaf," ucap istrinya berusaha menenangkan.
"Tapi, perasaan Mas ga enak, Dek, kita pindah aja, yok. Kampung ini lama-lama nyeremin, sumpah!"
"Mas ... ga usah pindah. Buktinya kata istri Pak Handoyo, beliau sudah tak pernah di teror lagi semenjak minta maaf sama istrinya almarhum,"
"Hah? minta maaf sama keluarga? kalau tau semudah itu, ngapain capek-capek ke kuburan?" gerutu Farhan kesal.
"Mana ketemu langsung sama Si Pocong lagi. Serem banget, Dek," tubuh Farhan bergidik, mengingat betapa mengerikan sosok pocong yang menemuinya tadi malam.
"Sudahlah, Mas, jangan di pikiri lagi. Yang penting sekarang udah ga punya tanggungan maaf lagi," Dini terlihat jengah dengan rasa takut suaminya yang berlebihan.
"Makanya, Mas, besok-besok kalau ada apa-apa, dipikirin dulu. Nyusahin apa nggak, kalau dah begini kan repot. Hidup dibayang-bayangi ketakutan terus menerus," omel istrinya.
Tok-tok!
Farhan dan istrinya saling pandang. Siapa yang ngetok pintu malam-malam begini?
"Dek ... Mas takut ... jangan-jangan...,"
"Alah, Mas-Mas! penakut bener, deh. Ya, udah. Biar Adek yang buka pintu,"
Dini melangkah pelan mendekati pintu, sedang Farhan memilih berdiri di tempat.
Dini memilih menyibak tirai jendela sebelum membuka pintu, dan ...
Mulutnya seketika menganga saat melihat sosok lusuh memakai kafan yang sangat kotor dengan kepala terikat. Sekilas ia mendengar rintihan di luar.
"Hannn... tolong Mbah... dingin ....,"
"Waaaaa!"
Dini berbalik, berlari sekuat tenaga ke arah Farhan, suaminya.
"Maass! besok kita pindah!"
***
Wahyu, salah satu orang yang sudah ikut dalam pengeroyokan Mulyono, berulang kali merasakan kehadiran Mulyono di sekitar rumahnya.