part 66

4.2K 260 15
                                    

Part 66

#R.D.Lestari.

Semakin malam suasana semakin ramai, riuh rendah suara menggema menciptakan suasana riweh.

Beberapa orang memilih mlipir dan berbincang seadanya. Rasa takut terhadap pocong itu pun entah lari kemana.

Kampung itu kembali seperti awal. Ramai dan tanpa rasa takut pada makhluk astral yang sempat meneror warga.

Ramainya warga ini membuat rasa kepo Rahmat yang kebetulan melintas itu langsung menepikan mobil di pinggir jalan.

Ia begitu penasaran karena baru kali ini melihat kampung yang Ia biasa lewati kalau malam itu mendadak ramai.

Bukan Ia tak takut, tapi terpaksa karena Rahmat seorang driver Grab setelah urusan kantornya selesai.

Ia sebenarnya adalah sosok yang sayang keluarga dan pekerja keras, juga laki-laki yang soleh, tapi ... entah kenapa begitu melihat kecantikan indah, Ia jadi punya perasaan lebih dan egois.

Indah yang tanpa terasa tumbuh jadi gadis yang cantik dan punya tubuh yang bagus, membuat seorang Rahmat menjadi gelap mata, lupa anak dan istri di rumah.

Jarang melihat tumbuh kembang tetangga dekatnya karena sibuk pada pekerjaan, hingga membuatnya sulit berkata saat menyadari betapa cantiknya gadis perawan Mbak Kartini.

Rahmat keluar dari mobilnya dan berjalan menuju kerumunan bapak-bapak yang terlihat pembicaraan serius.

Melihat kedatangan Rahmat yang tiba-tiba, Bapak-bapak itu langsung terdiam.

Mereka menatap curiga kedatangan Rahmat karena tau pria itu tak berasal dari kampung mereka.

"Assalamualaikum, Pak. Maaf mengganggu waktunya," ujar Rahmat sopan.

"Waalaikumsalam, iya, Pak," jawab mereka serentak. Suasana kaku itu langsung mencair karena kesopanan Rahmat barusan.

"Maaf, Pak, Saya mau bertanya. Ada kejadian apa ya, Pak, kok ribut-ribut dan ramai begini?"

"Oh, itu ... gara-gara kampung Kami selama ini rupanya di teror pocong palsu,"

"Pocong palsu?"

Lagi-lagi pocong palsu. Hal sama yang Ia dengar dari beberapa orang yang antri bubur tadi pagi.

"Ya, gara-gara ada pocong masuk ke rumah pensiunan TNI,"

"Lagi sial kayaknya, kena tebas samurai tu lengannya,"

"Jadi, Kami disini beramai-ramai akan mencari pelaku sesungguhnya, dan jika ketahuan, entahlah, apa yang akan terjadi padanya,"

Rahmat manggut- manggut dan setelah dapat informasi, Dia pun pamit dan melangkah menuju mobil.

Senyum sinis membingkai wajahnya seketika. Ide jahat kembali hadir dalam pikirannya.

"Pocong palsu itu pasti Mbak Kartini... dan Aku bisa memanfaatkan situasi ini untuk menekan Indah agar mau menjadi istri keduaku!"

***

Di rumah, Jamilah dengan sabar menunggu kedatangan suaminya pulang. Seperti apa yang sudah suaminya perintahkan melalui telpon,  Ia harus menjaga adik-adiknya Indah, karena tak ada orang selain mereka yang akan membantu.

Jamilah yang memang punya hati baik dan suka menolong itu sama sekali tak keberatan. Ia malah senang bisa menolong tetangganya yang sedang kesusahan.

Tak ada pikiran buruk sedikitpun. Yang ada rasa bangga karena suaminya sangat perhatian.

Ia tak mengetahui, ada maksud lain di balik kebaikan suaminya. Maksud terpendam, sebuah balas budi yang akan Ia tagih suatu saat nanti. Bukan ketulusan seperti yang dipikirkan istrinya.

Dalam perjalanan pulang, mobil yang dikendarai Rahmat mengalami goncangan saat melewati jalanan berkerikil.

Perlahan, senyum yang sejak tadi tersungging diwajahnya itu memudar.

Berganti dengan kuduk yang tiba-tiba meremang dan bau bangkai yang mengusik indra penciuman.

Rahmat terdiam. Perasaannya jadi tak enak. Ia mengusap peluh yang mengalir di dahinya dengan punggung tangannya.

Hawa di dalam mobil mendadak panas, dan bau menyengat yang membuatnya sulit bernapas.

Rahmat berdecak saat memasuki jalanan sepi. Minim lampu penerangan. Hanya mengandalkan lampu mobil dan sinar bulan yang malam ini berbentuk bulat dan penuh, yang biasa di sebut orang bulan purnama.

Hatinya sempat berdesir saat terasa seperti ada yang meniup-niup bagian tengkuk. Ekor matanya mulai bergerak ke arah kaca mobil yang tergantung.

Was-was. Ia bernapas lega saat tak melihat apa pun di bagian belakang mobilnya. Hanya Dia seorang.

Duk!

Tiba-tiba Ia dikejutkan saat mobilnya seperti melindas sesuatu. Jantung Rahmat rasa berhenti seketika. Hentakan yang Ia rasakan di dalam mobil tidak biasa. Apakah mungkin Ia menabrak seseorang?

Sontak Ia menginjak gas, bukannya malah menghentikan laju kendaraan, Ia malah mempercepatnya.

Jiwa pengecutnya berteriak melebihi rasa pedulinya. Ia takut jika menabrak seseorang, dan orang itu meninggal, maka dialah yang akan jadi tersangka dan di penjara.

Ia tak ingin masuk bui, tak ingin di renggut kebebasan dan ingin menikmati hidupnya.

Namun, tiba-tiba hati kecilnya berontak. Bagaimana jika orang yang Dia tumbur barusan itu adalah kepala rumah tangga? seorang Bapak yang harus menghidupi anak-anak dan istrinya?

"Aaaa!"

Rahmat berteriak frustasi. Tangannya meninju kemudi dan kakinya menginjak pedal rem hingga mobil berhenti mendadak.

Ia berdiam diri sejenak. Menarik napas dan menghembuskan dengan perlahan, hingga bongkahan yang seperti menghimpit dadanya itu perlahan hilang dan lega.

Rahmat menggerakkan tubuh dan kepalanya ke arah belakang. Memastikan beberapa saat jika tempat itu aman sebelum Ia memundurkan mobilnya beberapa meter ke belakang.

Ia pun akhirnya memutuskan turun di tempat saat Ia merasakan guncangan cukup hebat tadi.

Terselip rasa ragu saat kakinya mulai turun satu persatu menyentuh tanah bercampur kerikil dan air hujan. Becek dan percikan air kotor menyentuh celananya.

Ia menatap sekitar dengan degup jantung yang mulai kencang. Matanya awas menyusuri setiap tempat.

Sepi. Hanya terdengar hembusan angin dan gemerisik dedaunan yang saling beradu.

Suasana malam di temani dengingan jangkrik dan angin dingin yang menusuk kulit.

Rahmat mengayun kakinya pelan dan hati-hati ke arah belakang mobil. Ia kembali terpaku dan ragu saat melihat dikejauhan terbaring benda putih yang berbentuk seperti karung di tengah jalan.

Apa tadi yang Ia lindas itu hanya karung? tapi ... kenapa berada di tengah-tengah jalan? apakah mungkin ini modus begal?

Merasakan hal tak wajar dan keraguan yang semakin membuatnya was-was, Rahmat memilih memutar badan, karena jelas sudah yang tadi Ia pikir manusia ternyata hanya buntalan karung saja.

Gegas, Rahmat berlarian menuju mobilnya. Jantungnya yang bergemuruh kencang membuatnya semakin blingsatan. Takut, karena merasa akan di buru begal.

Deru suara mobil mulai memecah keheningan malam di jalan yang kiri dan kanannya penuh semak dan pepohonan rindang yang tinggi menjulang.

Rahmat kembali menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum Ia melanjutkan perjalanannya kembali kerumah.

Namun, saat itu mobilnya tiba-tiba mat*. Ia mengernyitkan dahi. Merasa ini hal yang ganjil, karena kondisi mobil baik dan bahan bakar yang terisi full, Rahmat hanya mampu mengucapkan doa yang Ia mampu.

Zzhhh!

"Hentikan!"

Suara itu serta merta membuatnya terhenyak. Ekor matanya bergerak ke arah kaca yang tak jauh dari kepalanya, dan ....

Matanya membola saat melihat ....

*****

Di fizzo dah part 85 😘😘yang punya fizzo mampir yukssss

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang