#part 67#R.D.Lestari.
"Po--pocong...," Rahmat hanya bisa mengucap secara lirih, nyaris tak terdengar.
Ia menarik napas susah payah, tapi kemudian Ia melanjutkan doa yang selama ini Ia hapal sembari menutup matanya.
Ya, Rahmat yang lulusan pesantren itu telah dibekali ilmu dan sudah biasa menghadapi makhluk seperti ini.
Meski takut, Ia tetap melantunkan doa. Bau anyir darah dan bangkai semakin menyengat, di sertai lolongan kesakitan dari bangku belakang.
Semakin Ia mendengar jeritan, semakin kencang doa yang Ia lantunkan.
Bukan lagi bau anyir yang menyeruak, melainkan bau gosong seperti benda terbakar.
"Jangan ganggu Indah!"
"Aaaaa!"
Itulah kata terakhir yang Ia dengar. Sunyi dan senyap akhirnya menyapa. Aroma gosong dan bangkai terbang entah kemana.
Perlahan, Rahmat membuka mata dan menoleh ke belakang. Denyut jantungnya kembali normal.
Lelaki berumur empat puluh tahunan itu menghela napas lega.
'Indah? kenapa set*n itu menyebut nama Indah?' batinnya.
Rahmat kemudian mengusap wajahnya. Seharian ini pikirannya penuh dengan Indah.
Meski sebagian hatinya menolak Indah, tapi keinginannya untuk mendapatkan Indah lebih besar.
Perang batin mulai bergolak. Apalagi kejadian malam ini. Sepertinya Indah bukan orang sembarangan. Apa benar gosip orang-orang kampung selama ini jika Pak Mulyono menjadi pocong dan gentayangan mencari para pembunuhnya? dan pocong barusan... apakah itu pocong Pak Mulyono?
***
"Indah... Kamu di sini, bagaimana dengan adik-adik?" tanya Kartini, ibunya dengan wajah sendu. Menyiratkan betapa gusar perasaannya saat ini.
Tubuhnya lemas, tangannya masih nyut-nyutan, tapi Ia memikirkan keadaan anak-anak di rumah.
Siapa yang mengurus? si kecil pasti menangis kangen karena terbiasa menyusu padanya.
Kartini menyentuh dan menekan payudaranya yang membengkak karena sejak kemarin Mulyani tak menyusu padanya.
Terasa sakit dan panas. Setiap Ibu menyusui pasti tau rasanya. Kartini hanya bisa meringis menahan sakit.
"Ibu kenapa? masih sakit, ya, Bu?" Indah mendekat dan menyentuh punggung ibunya khawatir.
"Ibu jangan mikirin Adek, soalnya mereka di urus Yayuk Jamilah. Kata Kang Rahmat Ibu fokus untuk kesehatan aja," jelas Indah.
Kartini menoleh ke arah Indah sembari kembali menekan pelan payudaranya untuk meredakan rasa sakit. Perlahan air susu itu mulai merembes keluar hingga membuat bajunya basah.
"Bagaimana bisa Ibu tidak memikirkan adik-adikmu? apalagi saat ini mereka berada di tangan orang lain, bukan keluarga dan hanya tetangga?"
"Cukuplah sudah kita menyusahkan mereka, Ibu ingin segera pulang," ujar Ibu frustasi.
"Akkh!" kali ini Kartini mengaduh saat Ia menggerakkan tangannya yang lain, di mana perban masih melingkar di sana. Perih dan nyut-nyutan akibat sabetan samurai panjang.
"Ibu ... sudahlah, Ibu. Sekarang Ibu fokus sama kesehatan Ibu, biar besok Kita bisa pulang," Indah menatap khawatir ibunya. Wajahnya mendadak mendung.
"Inilah akibatnya jika dulu melawan dengan orang tua," Indah mendekat ke ibunya saat mendengar isakan.