part 22

8.8K 607 18
                                    

Bismillah

          POCONG ITU BAPAKKU

#part 22

#by: R.D.Lestari.

Ibu menatap sedih Indah, sesaat kemudian Ibu memandang ke arah berbeda dan mengunci pintu.

"Buk...,"

"Indah... kamu jangan berpikiran buruk tentang Bapakmu. Tipu daya setan itu luas, Nak,"

"Jadi, kita hanya tinggal menunggu saja. Ibu senang, karena perbuatan orang-orang tak punya hati itu akhirnya terbalas,"

"Buk... Indah percaya itu bukan Bapak, Bu," Indah menatap dua bola mata ibunya dengan yang terlihat sendu.

"Buk... keuangan Ibu semakin menipis, 'kan? kita tidak bisa terus begini, Bu. Indah akan mencari kerja,"

"Indah? kenapa tiba-tiba?"

"Indah tau, Bu. Kita tidak mungkin terus hidup dengan belas kasihan orang. Izinkan Indah mencari kerja, Bu,"

Ibu terdiam. Pikirannya menerawang.  Benar kata Indah, mereka tak mungkin hidup dalam belas kasih orang, mereka harus mampu berdiri sendiri, apa pun itu alasannya.

"Boleh, tapi jangan yang pulang malam, ya?"

"Siap, Bu. Indah janji akan cari kerja yang pulang sore. Lagi pula, kampung kita sepi kalau malam. Indah tak berani pulang sendirian,"

Ibu mengulas senyum manisnya. Ia bangga terhadap Indah. Anak gadisnya yang solehah.

Begitupun Indah, ia dengan semangat berjuang, bertekad untuk mencari kerja di kampung sebelah besok hari. Malam ini, ia akan menyiapkan bahan-bahan untuk lamaran pekerjaan.

***

Tap!

Lampu padam serentak dengan turunnya hujan yang tiba-tiba. Langit memang sudah mendung sedari sore, angin cukup kencang berhembus, tapi hujan baru turun setelah usai azan magrib.

Kartini mengumpulkan ketiga anaknya dalam satu ruangan. Lilin hanya ada satu, yang sengaja ia simpan di dalam kamarnya.

"In, jaga Adik, yo. Ibu mau ambil lampu teplok di dapur," seru Kartini. Indah yang saat itu sedang memeluk Danang yang ketakutan karena bunyi petir dan takut gelap itu mengangguk.

Ia menggeser tubuhnya mendekati Mulyani, Adik bungsunya dan menarik tangan Danang agar mendekat padanya.

Danang menarik kedua kakinya yang tadi menggantung di ranjang. Ia menempelkan punggungnya pada punggung Indah.

Indah meraih bahu adiknya dan salah satu tangannya menepuk pelan paha si bontot dengan sayangnya.

"Jangan takut, Nang. Selama masih ada Ibu dan Mbak Indah, kami akan melindungi kamu," ujar Indah. Danang semakin merapatkan tubuhnya. Merasakan kehangatan dan cinta Mbaknya.

"Danang Sayang Mbak," lirihnya.

***

Sementara Kartini, melangkah sembari meraba-raba dinding. Takut tersandung karena suasana amat gelap, tak ada cahaya sedikitpun. Ia hanya menerka-nerka di mana letak lampu teplok. Korek api yang ia punya hanya tinggal dua batang.

Saat berada di dapur, ia merasakan kuduknya meremang. Wangi aroma kantil menguar menusuk hidungnya.

Gemetar. Tubuh Kartini tiba-tiba gemetar saat merasakan dingin yang teramat sangat di belakang tubuhnya.

Irama jantungnya mulai tak beraturan. Batinnya berkata jika ada sesuatu di balik punggungnya. Ia ingin berbalik, tapi rasa takut kian menyengat tubuhnya.

Dendam Arwah BapakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang