Prolog

11.4K 568 41
                                    

Matahari sudah meninggi, tapi kakak beradik di dalam sebuah rumah besar belum ada yang memulai aktivitas harian mereka. Masih belum beranjak karena wanita tua yang mereka panggil Oma kini menahan mereka.

"Terutama kamu, Aji." Wanita tua menunjuk pria tinggi dengan setelan rapi yang bersandar di dinding kamarnya.

"Aji kenapa, Oma?" tanya pria bernama Aji itu dengan santainya. "Apapun yang Oma mau, katakan saja. Asal jangan menyuruh Aji untuk nikah lagi."

"Lalu kamu akan kencan dengan wanita berbeda di setiap malamnya?" ucapan tegas itu tetap ditanggapi santai oleh pengusaha sukses itu.

"Adikmu perempuan. Jangan sampai dia akan menanggung karma perbuatanmu."

Wanita muda yang tengah duduk di samping neneknya, terkekeh geli. "Hijrah, Mas! Kiamat sudah dekat!"

Aji melirik sinis adik tunggalnya, "kamu baru belajar pake kerudung beberapa hari saja, udah berani ceramahin aku?"

"Loh! Putri ngomong yang sebenarnya. Mas dengar aja isi pembicaraannya, jangan lihat siapa yang ngomong."

"Jangan berantem. Oma, masih ingin melihat kalian menjadi lebih baik. Jangan seperti ayah kalian yang telah menghancurkan keluarga ini. Aji, ada baiknya dengarkan apa kata adikmu. Oh ya, mulai nanti sore ada pelayan baru di rumah kita. Dia yang akan menggantikan Lela yang sudah ingin pensiun."

Aji berdiri tegak seraya memasukkan kedua tangan ke masing-masing saku celananya. "Aji berangkat ya, Oma. Sampai ketemu makan malam nanti." Pria itu menghampiri wanita tua yang setengah duduk di tengah ranjang luasnya, lalu memberi ciuman di keningnya.

"Tak ingin mengunjungi mamamu?" Tanya wanita tua bernama Samara itu.

"Wanita yang Aji cintai cuma dua, Oma dan Putri. Jangan tanyakan wanita lain pada Aji. Semoga hari Oma menyenangkan. Aji berangkat."

Aji keluar dari kamar luas itu setelahnya. Lalu Samara dan Putri saling pandang dan menggeleng bersamaan.

"Tidak berhasil lagi, Oma." Keluh Putri.

"Lain kali kita coba lagi. Mamamu ingin pulang, tapi takut Aji menolaknya."

"Mas Aji memang batu. Semakin batu semenjak bercerai. Apa kita carikan dia istri aja, ya. Biar nggak keluyuran tiap malam. Putri punya teman, coba nanti tawarin Mas Aji ke dia."

"Teman kamu yang misterius itu?"

"Bukan misterius, Oma. Dia penulis favorit aku. Kami kawan baik sekarang, tapi ya, gitu. Nggak pernah sekalipun lihat wajahnya."

"Terus bagaimana cara kalian berteman?"

"Chatting."

Samara tertawa. "Berdoa saja, semoga dia bukan pria."

Putri tertawa lalu sedetik kemudian dia berpikir. "Lain kali, aku akan telfon dia saja. Jika ternyata dia pria, kami putus saja!"

Kali ini, gantian Samara yang tertawa.

"Oh ya, siapa pelayan baru itu?"

"Tetangganya Lela. Katanya sih, masih muda. Semoga dia betah kerja di sini dan tahan pada sikap kakakmu. Kata Lela, dia orangnya penyabar."

"Aamiin."

***

"Kak Dinda benar akan jadi pembantu?"

"Kita butuh banyak uang buat bayar sewa rumah dan uang sekolah kamu, Zein. Apapun pekerjaannya yang penting halal." Wanita berkerudung dan gamis lebar bernama Adinda itu tak bisa menyebut kata 'R' dengan baik, alias cadel.

"Nginep?"

"Kata Bi Lela, iya. Tapi coba nanti kakak tanya, apa boleh pulang pergi."

"Zein sudah 16 tahun, bukan anak kecil yang harus Kak Dinda khawatirkan terus. Andai memang diharuskan menginap, Zein tak masalah asal Kakak sering kasih kabar."

"Masyaa Allah tabarakallahu. Nenek sudah nggak ada, tapi rasanya dia akan bangga jika mendengar ini."

"Nanti Zein juga akan giat bekerja."

"Giat belajar harusnya, Zein."

"Yang penting lulus, Kak. Pandai bukan jaminan bakal keterima kerja di tempat yang kita inginkan. Percuma pintar kalo nggak punya uang, tetap saja kalah sama yang bisa bayar peluang."

"Baru kerja sehari di tempat foto copy aja udah bisa bilang uang lebih penting ya, kamu."

Dua kakak beradik itu pun tertawa setelahnya sambil menikmati hidangan seadanya yang tengah tersaji di meja. Tumis kangkung dan tahu goreng, lambang kehangatan pagi ini di rumah sewaan yang jika hujan turun akan bocor di sana sini itu.

"Tapi, iman jangan kamu jual meski seberapa banyak uang yang ditawarkan," tambah Adinda.

"Zein juga punya pesan buat Kak Dinda. Jangan menikah dengan pria yang tak tahu apa itu iman."

"Kamu ingat kisah Fir'aun yang kejam dengan Asiyah binti Muzahim, wanita yang taat. Allah mengatur pernikahan itu sedemikian rupa karena ada maksud baik di dalamnya. Asiyah menjadi ibu angkat nabi Musa, dan sang nabi aman bersamanya di saat semua bayi laki-laki di negaranya dibunuh oleh Fir'aun. Allah ingin menyelamatkan Musa, melalui istri Fir'aun, yaitu Asiyah. Selalu ada kebaikan di setiap peristiwa."

Zein menghela nafas. Seperti sudah sering hal itu terjadi.

"Kak Dinda dengan pikiran baiknya. Semoga suatu saat tak ada yang memanfaatkannya."

💕💕💕

Assalamu'alaikum 🤗

Anak ke 11 😅

Semoga suka, dan ini masuk genre spritual lagi setelah Zidni dan Zara. Yang lain entah kenapa nggak ingin aku masukin ke genre itu, cukup di romansa aja.

Ini buat kamu dindisain
Semoga Mas Aji bisa jadi kakak yang baik buat kamu 😅
Semangatttt yaaa buat hari-hari lelahnya. Semoga lelahmu lillah, Dokter.

Dan buat kalian semua pembaca yang masih membersamaiku sampai anak ke 11 ini 💞💞💞

Al Qur'an sebaik-baiknya bacaan ❤️❤️❤️

Filosofi Sepatu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang