Saat ini adalah pagi yang menakjubkan bagi Adinda. Apa sebabnya? Setelah semalam nyaris tidak tidur setelah terjaga dan diganggu suaminya, pagi hari ini harus dia mulai lebih awal dari biasanya dan sangat tak sama. Bukan berada di rumah sewa dengan atap yang sudah reyot tanpa plafon. Juga bukan lagi Zein atau pesanan kue yang diurus sepagi ini, tapi pria bernama Aji Prabaswara.
Pria dari masa lalu tanpa berharap temu. Namun ingin Tuhan ternyata tak sesederhana itu. Yang awalnya dia jadi pembantu, kini malah menjadi ratu di rumah besar itu.
Seperti apa mengurus suami itu? Apa sama dengan bayangannya saat merangkai kata dalam cerita romansa karangannya ketika tokoh utamanya sudah ketemu jodoh? Apakah akan sama? Dia mendadak malu karena berlagak sok tahu ketika menulis cerita. Ya, penulis memang tahu segalanya karena imaginasi adalah miliknya sendiri. Bisa menulis sesuka dia karena itu adalah hasil olahan di dalam pikirannya. Hak cipta adalah miliknya.
Nanti akan Adinda cocokan apakah akan sama isi pikirannya itu dengan pernikahannya ini.
Adinda kini sedang kebingungan di ruang ganti milik Aji yang terisi begitu banyak baju yang sedang dia lihat terkagum. Aji itu seorang pria, tapi bajunya berkali lipat lebih banyak dari miliknya. Nyaris menyamai isi toko.
"Din? Adinda!" Suara lembut Aji menyentak lamunannya. Pria itu sudah berada di ambang pintu dan mulai berjalan mendekat. "Kenapa berdiri di sini? Apa ada yang aneh dengan isi lemariku?"
"Lagi bingung!"
Aji mengerutkan dahi, "alasannya?"
"Ya, bingung aja. Ini aku harus ngapain sepagi ini? Makanya ke sini, cari baju buat Mas ke masjid nanti. Tapi sebanyak ini, makanya bingung mau ambil yang mana."
Aji tertawa. Pria itu baru saja dari kamar Zein untuk memeriksa apakah adik iparnya itu baik-baik saja saat Baim menginap di kamarnya. Ternyata semua aman. Zein lebih dari kata bisa diandalkan.
"Kita tidur lagi aja, gimana?" tawaran bernada canda dari Aji itu direspon pukulan kecil di dada bidangnya oleh sang istri dan pria itu lepas tertawa.
"Katanya janjian sama Zein mau ke masjid? Ini bentar lagi udah masuk waktu subuh." Adinda pun menjeda kalimatnya, lalu menghela nafas berat. Terlihat bingung seperti katanya tadi. "Jadi istri, selain masak, pagi hari gini mesti ngapain, Mas?"
Adinda sukses membuat Aji gemas lalu terkekeh. "Ya, terserah kamu. Mau turun? Aku temani."
"Pengen bikin teh lemon atau jahe hangat buat Mas Aji yang sedang flu, tapi rasanya malu kalo ketemu orang."
Aji tergelak. "Kenapa malu? Paling cuma ada Rima atau Yayuk di sana. Oma dan Putri pasti masih di kamarnya."
Adinda cemberut lucu. Itulah pemandangan indah bagi Aji karena wanita itu tak sedang mengenakan kaca matanya. Perpaduan paras ayu dengan hidung kecil dan rambut basahnya masih tergerai indah membuat Aji sedang mencari perumpamaan yang tepat untuk istrinya. Mirip Barbie, cuma ... pendek.
"Kok cantik sih kalo cemberut?" gumam Aji yang seketika membuat Adinda menoleh. "Jadi pengen peluk." Saat itu juga Aji merealisasikan ucapannya dan membuat istrinya terkejut dan mematung. Dia malah terkekeh karena dia tahu bahwa tubuh Adinda yang belum terbiasa dengan sentuhan lawan jenis, lagi-lagi akan kaku.
Kenapa baru gini aja, Aji sudah bahagia luar biasa? Kenapa Adinda baru datang sekarang di hidupnya?
"Nanti kita belanja, ya. Buat keperluan kamu," bisik Aji.
"Apa harus? Hari ini Mas nggak kerja?"
"Aku pikir kamu perlu membeli beberapa baju dan juga keperluan lainnya. Rasanya tiba-tiba aku malas pergi ke kantor. Mau lihat kamu ngapain aja seharian di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Sepatu
RomanceAji Prabaswara adalah seorang duda yang berteman baik dengan alkohol. Hidupnya liar dan tak ingin menikah lagi. Suatu hari, datang tukang masak baru di rumah besarnya yang dipekerjakan oleh neneknya. Wanita cadel dan berkacamata besar bernama Adinda...