Kisah Semalam

2.9K 389 40
                                    

Sepagi ini Baim memberi kabar, bahwa nanti malam Aji harus ikut dengannya menghadiri ulang tahun pernikahan walikota. Meski sebenarnya enggan, tapi dia segera mencari istrinya ke dapur untuk mengadu. Dia baru saja pulang dari masjid bersama Zein, sedikit terlambat karena tadi ikut kajian Subuh dulu di masjid.

Tak mengganti pakaiannya terlebih dahulu, karena bau masakan telah memberi tahunya tentang keberadaan Adinda. Jadi area memasak itu segera dia sambangi.

Tapi betapa tersentuh hatinya saat melihat pemandangan tiga wanita kesayangannya tengah bercanda dan mengurai tawa. Apakah ini yang dimaksud bahagia?

"Kalian ketawa kenapa? Bagilah denganku juga," ucap Aji seraya melepas peci lalu ikut duduk bersama Samara.

"Ngetawain Mas Aji!" sahut Putri seraya mengaduk kopi.

"Aku? Kenapa?" Aji berkerut kening.

"Mas Aji yang dulu kayak singa, sekarang ketemu pawang dan berubah jadi kucing Persia."

"Apa hal seperti itu lucu, Sayang?" tanya Aji seraya menangkap tangan Adinda yang baru saja menghidangkan secangkir kopi di depannya.

Tapi Adinda tak menjawab dengan mulut, tapi ekspresi mata agar suaminya itu melepaskan tangannya. Dengan hiasan semburat warna merah di pipinya tentu saja. Aji bisa apa selain menurutinya.

"Siapa yang bilang ini lucu? Kami tertawa bukan karena lucu, tapi bahagia." Samara yang menjawab. "Pertama kali kalian bertemu, Oma masih ingat betul betapa menyebalkannya kamu, Aji."

"Tapi Oma, kata bucin udah mengganti sikap menyebalkan itu," tambah Putri.

"Terserah apa kata kalian saja. Bucin sama istri, tak salah 'kan?" Pria tinggi itu berdiri lalu mendekati Adinda, "sini aku bantu!"

Sepanci sup telah matang, dan Adinda tengah memindahkannya pada mangkok besar untuk dihidangkan di meja.

"Mas Aji ganti baju dulu. Nanti kotor bajunya," alasan wanita yang memakai gamis dengan warna hitam favoritnya.

"Oh ya, hampir lupa. Nanti ikut aku pergi, ya."

"Kemana?" Bukan Adinda tapi Putri yang bertanya. "Aku hari ini libur. Ikut dong!"

"Ke acara ulang tahun pernikahan Pak Sasongko. Ikut?" Aji menoleh pada adiknya yang memberinya gelengan kepala.

"Nanti pasti ada Mama dan Kak Ki---" ucapan Putri terhenti. Ada satu nama yang dia ingat karena menyebut nama mamanya. Yaitu si pria yang memakai batu akik dan baju kuning semalam.

Calon dokter itu jadi ingat perjodohan yang dirancang Masayu untuknya telah batal. Reza menolak. Bukan menolak Putri tapi perjodohannya. Pria itu bilang, bukan pasrah pada jodoh yang dipilihkan, tapi ingin mengejar sendiri karena ketulusan. Putri pun tersenyum geli tanpa dia sadari.

"Kamu kenapa Putri?" tanya Samara.

"Heh?" Putri sadar sedang jadi perhatian neneknya. "Nggak apa-apa, Oma. Cuma lagi ingat sesuatu yang lucu." Yaitu, penampilan ajaib Reza. Sampai sekarang, dia masih mengingat tapi belum berhasil. Di mana dia bertemu Reza sebelumnya?

"Mumpung libur, ikut Oma ziarah ke makan Opa saja."

Putri pun mengangguk, "Oma, apakah masih mencintai Opa sampai sekarang?"

"Tentu saja." Jawaban Samara sedang disimak oleh kedua cucunya, juga Adinda yang telah ikut duduk di sebelah Aji. Bahkan Aji mencari jemari istrinya untuk dia genggam di bawah meja sambil menunggu wanita tua itu melanjutkan jawabannya. "Selamanya, dialah satu-satunya pria yang oma cintai."

Ada kisah masa lalu yang terbaca di tatapan Samara pada Adinda. Nampaknya cucu mantu itu paham apa yang sedang Samara bagi dengannya. Yaitu kisah dirinya dengan Nuha, sahabatnya.

Filosofi Sepatu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang